Bab 1. Pertemuan pertama

1419 Words
"Apa? Ka-mu ... kamu mau nikah lagi?" ucap Roro yang terkejut bukan main dengan penuturan suaminya. "Ya," jawab Firman dengan entengnya. "Nggak. Aku nggak setuju." Roro menggeleng cepat. Jelas saja ia tidak setuju. Memangnya istri mana yang rela berbagi suami dengan wanita lain? "Setuju tidak setuju, itu terserah kamu. Yang pasti aku sudah bilang kalau aku akan menikah lagi. Selain itu, aku menemuimu cuma untuk memberikan ini." "Apa ini?" Roro bingung dengan map berwarna coklat yang Firman berikan padanya. "Itu berkas perceraian kita. Jadi, Vani memberikan syarat kalau aku mau menikah dengannya, aku harus menceraikanmu. Asal kamu tahu kalau aku lebih memilih Vani. Jadi, aku harus cepat menceraikan kamu." "Kamu gila, Mas. Bagaimana bisa kamu memilih wanita lain dan membuangku begitu saja? Aku yang sudah mendampingimu dari nol, lalu dengan semudah itu kamu membuangku, kamu benar-benar keterlaluan, Mas!” pekik Roro emosi. Matanya memerah. Air matanya tumpah tanpa diminta. Hatinya sakit. Setelah beberapa hari tidak pulang ke rumah, tiba-tiba saja Firman memberikan kabar buruk. Bukan hanya satu, tetapi dua sekaligus. Hati Roro benar-benar hancur. "Salahkan dirimu sendiri yang mandul, jangan salahkan putraku! Kamu pikir laki-laki mana yang mau sama perempuan mandul, hah? Tidak ada. Seharusnya kamu bersyukur Firman mau bertahan sama perempuan mandul sepertimu selama lima tahun ini. Kalau itu laki-laki lain, aku yakin sudah lama kamu dibuang seperti sampah. Sudah miskin, jelek, gendut, jerawatan, mandul pula. Memangnya apa yang pantas dibanggakan dari perempuan mandul seperti kamu? Nggak ada!" tukas ibu mertua Roro yang baru saja muncul dengan penuh penekanan. Kata-katanya terbilang kejam tanpa memedulikan perasaan Roro. "Mah, jadi Mama mendukung Mas Firman buat menceraikan aku dan menikah dengan wanita lain?" tanya Roro nelangsa. Ia tidak menyangka ibu mertua yang ia rawat selama bertahun-tahun dari sakit stroke yang tidak bisa melakukan apa-apa hingga bisa sembuh seperti sekarang justru malah membuangnya demi wanita lain. Ya, dulu Roro adalah perawat Andini saat ia terkena stroke. Karena kebaikan dan ketulusan Roro, Andini pun menjodohkan Roro dengan putranya–Firman. Saat itu, karena masih bekerja, Roro bisa merawat diri sehingga ia terlihat cantik dan langsing. Tidak seperti sekarang yang gemuk dan jerawatan. Ia bisa jadi seperti itu karena terlalu sering dicekoki obat-obatan dari kimia maupun herbal oleh Andini alih-alih untuk meningkatkan kesuburannya agar bisa cepat hamil. Namun, bukannya hamil, Roro justru jadi gemuk dan jerawatan. Belum lagi Firman sangat perhitungan dalam memberikan uang, alhasil ia tidak bisa membeli kebutuhan pribadinya sendiri meskipun hanya pembersih wajah. Hal itulah yang membuat jerawat-jerawat di wajah Roro semakin tumbuh liar. "Jelas saja, memangnya siapa yang nggak mau punya menantu cantik dan yang penting bisa h-a-m-i-l! Andini bahkan mengeja kata hamil dengan begitu jelas hingga membuat hati Roro semakin sakit. "Dan yang pasti, tidak mandul seperti kamu!" imbuhnya lagi menambahkan. Dada Roro terasa semakin sesak. Entah sudah berapa kali Andini mengejeknya mandul. Mungkin ratusan, bahkan lebih. "Memangnya mana buktinya kalau aku mandul? Bukankah Mama sendiri sudah melihat hasil pemeriksaan kesuburanku, tes hormon, uji ovarium dan ovulasi, serta hasil tes histerosalpingografi dan semuanya baik-baik saja. Kesehatan reproduksiku semuanya baik dan normal. Aku subur, nggak mandul seperti yang selalu Mama tuduhkan," ujar Roro lantang. "Bisa saja ternyata Mas Firman sendiri yang mandul. Bukan aku," imbuh Roro membuat Firman dan Andini meradang. "Kurang ajar, kamu! Kata siapa aku mandul? Asal kamu tau, aku itu nggak mandul. Buktinya, saat ini Vani lagi hamil anakku!” bentak Firman membuat mata Roro seketika melotot. Wanita itu tidak menyangka kalau hubungan antara suami dan selingkuhannya sudah sejauh itu. "A-apa!? Ja-di … kamu sudah lama selingkuh sama wanita sialan itu, Mas?" Roro nyaris kehabisan kata-kata. Ia terlalu syok dengan perkataan suaminya barusan. "Jangan menyebut calon menantuku sialan! Justru kamulah wanita sialan itu! Jadi, jangan salahkan Firman yang lebih milih selingkuh, itu karena kamu mandul. M-A-N-D-U-L, kamu dengar itu!" teriak Andini dengan penuh amarah. "Sekarang, cepat tanda tangani surat perceraian ini biar pengacaraku bisa segera mengurus semuanya. Tenang saja, aku akan memberikan kompensasi asalkan kamu bisa diajak kerja sama." "Nggak, aku nggak mau!" pekik Roro seketika terbangun dari tidurnya. Napasnya memburu. Dadanya naik turun. Keringat dingin bercucuran. Mimpi buruk itu ternyata tak kunjung pergi meski sudah satu tahun berlalu. Mimpi buruk di mana dengan tega suami yang begitu dicintai justru menceraikannya demi wanita lain yang mengaku hamil anaknya. Roro frustasi. Kejadian buruk itu begitu membekas dalam ingatannya. Rasa sakit itu tak kunjung hilang meskipun sudah satu tahun berlalu. Roro yang seorang yatim piatu tidak memiliki tempat untuk bersandar sebab satu bulan sebelum perceraian itu ibunya–satu-satunya keluarganya meninggal dunia. Alhasil, ia harus menelan sendiri pil pahit yang diberikan mantan suami dan ibu mertuanya itu. Ponsel Roro berdering. Itu adalah panggilan dari Ajeng–teman sesama perawat di rumah sakit di mana ia bekerja beberapa bulan ini. Tiga bulan setelah perceraiannya, Roro memang kembali melamar pekerjaan di sebuah rumah sakit di mana tempatnya bekerja dahulu. Mengetahui bagaimana kinerja Roro sebelumnya, kepala perawat pun akhirnya menerima Roro kembali bekerja di sana. "Ro, udah siap? Sebentar lagi aku ke sana jemput kamu," ujar teman Roro. Mata Roro mengerjap. Ia pun segera memeriksa jam di ponselnya. Matanya seketika terbelalak saat melihat jarum jam hampir menunjukkan pukul tujuh. Sementara mereka saja diminta datang lebih awal hari ini. "Lima menit lagi aku siap." Setelah menjawab pertanyaan Ajeng, Roro pun segera memutus panggilan dan melempar ponselnya secara asal untuk segera bersiap. *** "Juna, apa jadwalku hari ini?" tanya seorang pria tampan keturunan Brazil-Indonesia bernama Winston pada Juna–asisten pribadinya. Pria yang biasa dipanggil Mr. Winston itu adalah seorang presiden direktur dari sebuah perusahaan konstruksi terbesar di negaranya. Saat ini, ia terlihat sedang serius memperhatikan kurva yang terpampang di layar komputernya. Sesekali ia juga mengetikkan sesuatu di atas keyboard. Meskipun sedang sibuk bekerja, tetapi telinganya tetap awas mendengarkan penuturan Juna. "Pukul sepuluh, Anda ada pertemuan dengan Pak Walikota Harvey untuk membahas pembangunan LRT Jayabiru, pukul 12 Anda ada pertemuan dengan CEO Hotel Antariksa untuk membahas pembangunan cabang hotelnya di daerah selatan, lalu jadwal terakhir Anda pukul 2.30 nanti, Anda ada jadwal kontrol pemeriksaan kemajuan pengobatan oligospermia yang Anda alami. Bila hasil sudah jauh lebih baik, kita akan memasuki tahap pencarian rahim pengganti untuk mengandung calon anak Anda, Tuan," ujar Juna menyebutnya satu persatu jadwal Winston sesuai yang tertera di dalam macbook miliknya. Ya, Winston memang mengalami oligospermia. Oligospermia adalah suatu kondisi ketika jumlah s****a dalam a******i rendah, yaitu kurang dari 15 juta s****a per satu mililiter a******i. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab ketidaksuburan seorang pria. Winston yang memiliki obsesi memiliki seorang anak laki-laki tanpa seorang istri lantas memeriksakan kondisinya. Karena kondisinya yang demikian membuatnya harus menjalani pengobatan terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan niatnya untuk mencari wanita sebagai rahim pengganti. Selanjutnya, akan dilakukan proses inseminasi sehingga Winston bukan hanya akan memiliki seorang anak tanpa perlu menikah, ia juga dapat memiliki anak tanpa melakukan hubungan intim seperti orang kebanyakan. Winston memang tidak tertarik akan hal-hal seperti itu. Winston menyimak dengan mata tetap fokus ke layar komputer. Namun, ia tetap menganggukkan kepalanya sebagai respon. Merasa tak ada lagi yang perlu dibahas, Juna pun segera undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya. Winston merupakan seorang laki-laki yang disiplin waktu. Alhasil, 15 menit sebelum waktu pertemuan dengan dokter, ia sudah berangkat menuju rumah sakit diantar Juna dan sopir pribadinya. Setibanya di rumah sakit, Winston berjalan dengan gagah. Penampilannya yang rapi dan mahal, ditunjang dengan wajah yang tampan selalu saja berhasil mencuri perhatian khalayak ramai khususnya para wanita. Ditambah dengan tato yang mengintip dari sela-sela setelan jasnya terutama di bagian leher membuat penampilan Winston bak mafia tampan yang memesona. Tiba-tiba saat akan berbelok tubuhnya ditabrak oleh seorang wanita yang tak lain adalah Roro. "Argh …," pekik Roro kesakitan saat merasa menabrak tembok dan nyaris saja terjungkal kalau saja tidak ada sepasang lengan yang menahan pundaknya dengan erat. "Mata kamu di mana, hah? Apa kau sudah rabun jadi tidak bisa melihat dengan jelas orang yang berjalan di hadapanmu?" sentak Winston pada Roro. Roro meringis saat melihat sosok di depannya itu. Ia menelan ludah saat melihat d**a kokoh Winston yang terbalut suit mahal. "Aku pikir nabrak tembok, ternyata ...." "Apa kau tidak mendengarku!" sentak Winston membuat Roro terlonjak. "Ma-af ... Maafkan saya, Mister. Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Roro tergagap. Spontan ia memanggil mister karena melihat pria dihadapannya itu adalah seorang bule. Winston melotot membuat Roro menunduk ngeri. Wajah boleh cakep, tapi penampilannya yang bak mafia di film-film itu jelas membuat Roro bergidik ngeri. "Apa dia seorang mafia? Duh, gawat! Bagaimana kalau dia marah terus culik aku? Terus aku dijual ke oknum perdagangan manusia. Oh, tidak. Aku harus segera pergi dari sini," bisik Roro lirih dalam hatinya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD