Bab 3. Pergi

1053 Words
Sementara itu, di rumah sakit tempat Roro bekerja sebelumnya, tepatnya setelah kepergian Roro, tampak dokter yang bertugas memeriksa panik saat mengetahui s****a Winston hilang dari tempatnya hingga hanya menyisakan wadahnya saja, padahal tadi hanya ia tinggal sebentar. “Ke mana s****a itu? Bukannya aku meletakkannya di sini? Kenapa bisa tiba-tiba hilang?” Dokter itu tampak kebingungan. Ia celingukan ke sana ke mari, berpikir mungkinkah ia salah meletakkannya? Namun, setelah mencari ke berbagai tempat dan sudut dalam ruangan itu, ia tak kunjung menemukannya. Jelas saja ia panik bukan main. “Gawat! Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?” Dokter itu terlihat panik sambil menjambak rambutnya kasar karena tak menemukan s****a Winston di mana pun. Akibat kelalaiannya, direktur rumah sakit sampai harus turun tangan, apalagi mereka sangat tahu siapa itu Winston. Bahkan Winston ikut berjasa bagi rumah sakit itu sebab ia juga merupakan salah satu donatur terbesar di sana. Peristiwa hilangnya benih Winston akhirnya sampai ke telinga pria itu. Jelas saja ia murka sebab ia sudah mengorbankan waktunya yang berharga demi memeriksakan benihnya. Akan tetapi, pihak rumah sakit justru tidak profesional sehingga benihnya yang berharga justru hilang. Ia khawatir benih itu disalahgunakan oleh seseorang. "Bagaimana dengan hasil rekaman cctv? Tidak mungkin 'kan rumah sakit ini tidak punya rekaman itu saat di laboratorium?" desis Winston dengan tatapan mengintimidasi setibanya di rumah sakit itu. Direktur rumah sakit dan dokter yang tadi bertugas sampai menggigil ketakutan. "Su-dah, Tuan. Kami sudah mendapatkan hasilnya," ujar sang direktur rumah sakit gugup. Ia pun segera menyerahkan sebuah flashdisk kepada Juna yang berdiri di sisi belakang Winston. Winston pun meminta Juna segera memutar rekaman cctv yang sudah disimpan di dalam sebuah flashdisk. Dan, betapa terkejutnya Winston saat mengetahui siapa yang sudah mencuri benih berharganya. "Wanita itu? b******k! Sebenarnya siapa dia? Apa dia benar perawat di rumah sakit ini?" sentak Winston. Matanya terbelalak saat melihat siapa yang sudah mencuri benihnya. Sorot matanya seketika menajam. Ia jelas ingat siapa sosok perempuan gendut yang diduga sebagai pelaku pencurian spermanya di rumah sakit itu. "Dia ... dia memang perawat di rumah sakit ini, Tuan," jawab direktur rumah sakit terbata. "Kalau benar, hubungi dia dan segera minta pertanggungjawabannya sebelum aku sendiri yang menyeretnya ke kantor polisi!" perintah Winston. Direktur rumah sakit itu pun langsung mengangguk. Tak menunggu waktu, direktur rumah sakit itu segera memerintahkan orangnya untuk menghubungi Roro. Namun, ternyata tidak semudah itu untuk menghubungi Roro sebab wanita itu sudah menonaktifkan nomornya. Ia juga sudah membuang kartunya dan me-restart ponselnya agar tak ada yang bisa melacak keberadaannya. Keesokan harinya, rumah sakit tampak gaduh karena Roro yang bukan hanya tak bisa dihubungi, melainkan juga tak kunjung datang bekerja. Mereka juga tidak mengetahui tempat tinggal Roro sebab saat Roro kembali melamar pekerjaan, ia masih menggunakan KTP-nya sebelum bercerai dengan Firman. Hanya Ajeng yang mengetahui rumah kontrakan Roro. Namun, saat rumah kontrakan itu didatangi, ternyata isinya pun sudah kosong. Roro memang tidak memiliki barang-barang. Saat tinggal di sana, Roro hanya membawa pakaiannya saja. Entah kapan Roro pulang kemudian kembali pergi, tak ada yang tahu sama sekali. "Apa? Jadi, kalian tidak tahu ke mana wanita gendut sialan itu?" raung Winston setelah mengetahui kalau pihak rumah sakit tidak berhasil menemukan keberadaan Roro. Pihak rumah sakit hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepala, tidak tahu harus menjawab apa. "Bagaimana kalian pihak rumah sakit bisa bertanggung jawab atas kerugian yang saya alami, hah? Bahkan saya itu selalu menjadi donatur terbesar di rumah sakit ini, tapi apa balasan kalian? Hanya menjaga benih saya saja, kalian tidak bisa. Mulai bulan depan, saya akan mencabut donasi dari rumah sakit ini. Terimalah konsekuensi kecerobohan kalian itu!" tegas Winston sebelum berlalu dari rumah sakit itu karena kejadian pencurian benihnya, Winston jadi kehilangan minat untuk melakukan inseminasi. Bahkan, ia belum tahu bagaimana hasil dari pengobatannya selama ini. "b******k! Ke mana wanita itu sebenarnya? Dan, apa tujuannya mencuri benihku?" umpat Winston benar-benar marah. "Mau saya selidiki, Tuan?" tawar Juna. "Ya, cepat selidiki siapa sebenarnya wanita itu dan apa tujuannya mencuri benihku!" Juna pun mengangguk mengiyakan. Ia segera memerintahkan anak buahnya untuk mencari informasi mengenai Roro. Sementara Winston, tampak benar-benar murka akan hal itu. “Kurang ajar! Awas kau wanita gendut! Aku pasti akan menemukanmu!” Winston berdecak kesal. Kalau seandainya ia tahu jika wanita itu akan mencuri benihnya, sudah pasti saat pertemuan pertama itu, ia tidak akan melepaskan Roro. *** Sementara itu, di sebuah rumah sakit yang cukup jauh dari kota, tampak seorang wanita sudah bersiap dengan tas berisi pakaian. Wanita itu sedang bersama dengan temannya. “Kamu yakin, Ro, mau pergi?” tanya Sasya khawatir. Roro mengangguk. “Iya, aku sudah membulatkan tekadku. Aku akan memulai hidup baru di tempat lain,” ujarnya sambil tersenyum tipis. “Ke mana?” Roro mengedikkan bahunya. “Entahlah, tapi yang pasti jauh dari sini.” Mata Sasya tampak berkaca-kaca. Ia pun segera memeluk Roro sambil tersedu. “Ke mana pun kamu pergi, hati-hati, ya. I will miss you so much,” lirih Sasya merasa sedih. Ia bisa merasakan kalau ini merupakan pertemuan terakhir mereka. Roro melepas pelukan Sasya dan menggenggam tangannya. "Aku pun pasti akan sangat merindukanmu. Terima kasih ya, Sya, udah mau bantu aku sampai sejauh ini. Doakan aku, semoga saja benih ini bisa tumbuh subur di rahimku," ujar Roro dengan mata berkaca. Entah kapan mereka akan dipertemukan kembali. Ia hanya berharap, setelah kepergiannya nanti, tidak terjadi apa pun pada sahabatnya. Terutama akibat ulahnya yang melakukan inseminasi ilegal. "Ya, semoga saja, tapi ingat ini, kalau pada akhirnya benih itu tidak tumbuh, aku harap kamu nggak kecewa dan harus tetap kuat," pesan Sasya sebelum melepaskan Roro yang hendak pergi jauh entah ke mana. Roro mengangguk. Ia pun segera naik ke dalam sebuah taksi yang sudah datang sejak beberapa saat lalu. Roro sudah bertekad pergi jauh dari kota itu. Ia sadar, apa yang sudah ia lakukan merupakan sebuah kesalahan. Selain mencuri benih pria yang tak ia kenal, ia juga melakukan inseminasi ilegal. Roro tak ingin ditangkap dan bisa membuat Sasya ikut terlibat karena sudah membantunya melakukan tindakan inseminasi ilegal. Taksi yang membawa Roro pun mulai melaju. Roro masih menatap ke arah Sasya yang tengah melambaikan tangannya dengan mata yang basah. Setelah taksi sudah benar-benar menjauh, Roro menghela napas berat. Ia meletakkan telapak tangannya di atas perut yang rata. "Semoga kamu bisa segera tumbuh di rahim Mami ya, Sayang. Tumbuhlah dengan baik di sini. Mami sangat mengharapkan kehadiranmu," lirih Roro sambil mengusap perutnya dengan penuh harap. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD