Part 9. Hug With Love

2264 Words
"Entahlah. Aku masih belum mendapatkan seseorang yang tepat," ucap Sania asal, tapi didalam hatinya sebenarnya ia berkata lain. 'Tapi didekat Christian aku merasakan hal aneh, Kev. Dan itu membuatku takut,' "Bagaimana kalau akau mencarikan seorang pria untukmu ?" • • • • • Butuh beberapa saat untuk Sania mencerna ucapan kakaknya barusan karena merasa terkejut. Pasalnya itu baru kali pertama kakaknya memiliki inisiatif konyol seperti itu ? Mencarikan seorang pria ? Yang benar saja ? Mencari pendamping hidup sendiri saja kakaknya tidak bisa. Itulah kenapa Sania menolak semua lelaki yang dikatakan baik oleh kakaknya itu. "Tidak. Tidak perlu. Aku_____" "Hahaha.. kenapa wajahmu serius sekali seperti itu ? Aku sendiri juga masih tidak bisa mempercayakan adik kecilku ini pada sembarang pria. Aku yakin tiba saatnya nanti kau akan menemukan priamu sendiri," ucap Kevan mencubit hidung Sania. Sania mengerucutkan bibirnya kesal. Karena sepertinya kakaknya itu terobsesi pada hidungnya, mengingat betapa seringnya kakaknya mencubit hidungnya. "Bagaimana perusahaan dan aset keluarga yang lainnya ? Jika kau lelah bilang saja padaku, ya. Aku bisa membantu sedikit nanti," ucap Sania yang tiba-tiba mengajukan diri untuk membantu kakaknya. Tumben sekali. "Semuanya berjalan lancar dan baik. Kenapa tiba-tiba kau tanyakan itu ?" ucap Kevan meminum jus jeruk milik adiknya itu. "Ya.. karena beberapa hari ini kau tidak terlihat pergi ke kantor. Aku kira kau bangkrut. Tapi sepertinya tidak," ucap Sania sambil tertawa kecil. "Aku sedang tidak ingin ke kantor. Jadi aku bekerja dari rumah," jelas Kevan. Sania hanya mengangguk-angguk kecil. "Ahhh !! Ya.. kau apakan wanita penyihir itu kemarin," ucap Sania saat mengingat tentang si nenek sihir pengacau hidupnya dan kakaknya itu. "Kata anak-anak dia itu pemain film p***o, jadi aku suruh saja mereka meniikmati tubuhnya sepuas mereka. Dan kabar terakhir yang kudengar, tubuhnya penuh luka dan dia mati karena tak kuat menerima siksaan dari anak-anak," ucap Kevan santai. "Yang dikatakan anak-anak itu memang benar. Aku bahkan punya cd berisi film p***o wanita itu. Kau____" "Astaga San. Sejak kapan kau suka melihat hal-hal seperti itu," ucap Kevan tak percaya. "Dengarkan ucapanku dulu. Aku belum selesai. Kau ingat target kemarin malam. Aku menemukan cd itu didalam tasnya. Ia adalah produsen film p***o dari jepang. Lagipula untuk apa melihat cd seperti itu. Aku mengambil cd itu untuk ku tunjukkan padamu. Tapi sepertinya sekarang sudah tak berguna. Kalau begitu akan aku buang nanti," Kevan menghembuskan nafas lega. Sedangkan Sania terkikik melihat itu. "Sudah, pergi mandi sana. Kau bau tau," "Tidak mau. Aku malas mandi. Lagipula hari ini aku tidak akan pergi kemana-mana," Kevan hanya diam setelah itu. Jika Sania sudah bilang malas, ia tak akan melanjutkan perdebatannya, atau Sania akan marah. Kevan memang selalu mengalah kepada adiknya itu. "Mobil Ferrari Enzo yang terparkir di pinggir jalan depan rumah itu milik siapa. Kau kemanakan Elemento ku ?" "Ferrari Enzo itu hasil dari menukar Elemento mu. Aku menukarnya pada seorang miliyuner kaya di Mount Kisco. Siapa namanya kemarin... Ahh !! Dino. Dia pria yang cukup tampan," ucap Sania senang. Kevan tak habis pikir dengan kelakuan adiknya itu. Memang selalu seperti itu. Koneksi adiknya kebanyakan adalah pria tampan kaya yang bersedia melakukan apapun untuknya. Entahlah pesona apa yang dimiliki adiknya itu. "Dan kali ini apa yang kau berikan padanya hingga dia mau memberikan Ferrari yang harganya lebih mahal itu padamu," Sania tersenyum bangga kearah kakaknya itu membuat Kevan tahu apa yang dilakukan adiknya itu. "Kau memberikan nomor mu lagi, ya ? Astaga San ?!!" Sania tak menggubris kakaknya. Ia malah dengan santainya meminum jus jeruknya. "Kau ini. Harusnya dengarkan kakakmu ini saat bicara. Sudahlah. Aku ada di ruang kerja jika kau mencariku," Kevan berdiri dari duduknya dan meninggalkan Sania disana sendiri. "Okay," ucap Sania santai sambil tersenyum pada kakaknya. Sania juga mengikuti jejak kakaknya pergi dari ruang makan. Tapi sebelumnya ia menaruh gelas dan piring kotor di tempat pencucian. Sania berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampainya dikamar, Sania mencari jacket yang dikenakannya kemarin. "Aku letakkan dimana ya ?" gumam Sania sendiri. Ia terus mencari dan akhirnya ditemukannya di gantungan baju. Sania merogoh saku jaket itu. Diambilnya kunci mobil dan hpnya dari sana, lalu melempar jaket itu asal. Ia lalu keluar dengan membawa hp dan kunci mobil itu. Sania berjalan menuruni tangga sambil mengotak-atik hpnya. Ia hendak menelepon Alice. Sania mendekatkan hp ketelinganya. Terdengar nada sambung disana. "Halo San.. tolong aku San.. aku_____" "Kenapa kau bicara tergesa-gesa begitu ? Berhentilah menangis dan katakan padaku apa yang terjadi," "El.. dia tak ada di kamarnya. Aku sudah mencarinya keseluruh rumah sejak pagi tadi," "Kau tenanglah. Cari di dalam rumah sekali lagi. Mungkin dia bersembunyi. Aku akan kesana sekarang," Sania langsung mematikan sambungan teleponnya dan berlari menuju pintu. Sebelum keluar, ia mengambil sneakers putih yang disimpannya di dekat pintu. Ia memakainya tergesa lalu berlari keluar menuju mobil yang tadi malam diparkirnya dipinggir jalan. "El... kau dimana sayang," ucap Sania saat masuk kedalam mobilnya. Sania menyalakan mobilnya. Saat hendam melajukan mobilnya. Ia mendengar suara aneh. "Suara apa itu," gumam Sania sendiri. Ia lalu turun dari mobilnya. Ia mencari asal suara tadi. Disaat yang bersamaan Christian datang. Bukannya masuk ke dalam rumah, Christian malah menghampiri Sania yang terlihat kebingungan dipinggir jalan "Apa yang kau lakukan disini sayang. Kau mencari______" "Diamlah sebentar !!" Sania marah karena konsentrasinya menjadi terganggu. Christian menurut saja. Ia menunggui Sania dengan setia berdiri disana. "Bukakan bagasi mobil ku," ucap Sania pada Christian yang langsung dilakukan oleh Christian. Mengapa Christian mau diperintah Sania ? Tentu saja karena cinta. Memangnya apalagi. Setelah bagasi terbuka Sania terkejut dengan apa yang dilihatnya disana. "El !!! Astaga.. bagaimana bisa kau ada disini sayang ?" Sania membangunkan El yang meringkuk lemah di bagasi. Ya. El yang ada disana. Dan suara yang didengar Sania tadi berasal dari El yang mengetuk-ngetuk pintu bagasi dengan tangan kecilnya. Mendengar Sania berteriak, Christian yang tadinya berada di dalam mobil karena tadi disuruh sania membuka bagasi, langsung menghampiri Sania. Christian melihat pemandangan yang jarang dilihatnya. Disana ia melihat Sania memeluk bocah kecil dengan erat penuh sayang. "A..un..ty .." begitulah ucapan terakhir El sebelum pingsan dipelukan Sania. "El !!! Sayang. Open your eyes !!" ucap Sania panik sambil mengguncang tubuh El. Sungguh melihat bocah kesayangannya tak berdaya seperti itu membuat Sania tersiksa. "Biar ku bantu membawanya kedalam," ucap Christian saat melihat wanita yang dicintainya itu panik. Sania langsung menerima bantuan dari Christian. Ia membiarkan Christian menggendong El untuk membawanya masuk ke dalam rumah. "Tidurkan dia disini," ucap Sania sambil menunjuk sofa bed yang ada diruang tengahnya. Christian membaringkan El di sofa bed yang ditunjuk Sania. "KEV !!! CEPAT KESINI !!!" teriak Sania sangat kencang. Tak lama kemudian Kevan datang dengan nafas terengah karena berlari. Kevan tak mengerti apa yang terjadi. Apa yang menyebabkan Sania sampai berteriak. Kevan melihat disana Sania sedang mengelus rambut bocah kecil yang terbaring disofa bed. Christian juga ada disana. "Ada apa San ? Kenapa kau berteriak ?" tanya Kevan tak mengerti. "Cepat telvon dokter sekarang," ucap Sania pada kakaknya itu dengan masih dalam keadaan panik. Sania terus mengelus kepala El sayang berharap bocah itu sadar dari pingsannya. "Wake up El ... aunty disini," Tanpa Sania sadari, air matanya menetes. Ia tak pernah melihat keponakannya seperti ini sebelumnya. Ia merasa takut sekarang. Pikiran-pikiran buruk menghantuinya disana. Kevan yang baru selesai menelfon dokter menatap Sania tak percaya. Sania kembali menangis setelah bertahun-tahun lamanya. Kevan ikut merasa sedih melihat adiknya yang terlihat seperti sangat menyayangi bocah itu. Sama halnya dengan Christian. Sania yang beberapa hari ini dikenalnya mempunyai sifat badgirl dan tomboi itu, tak disangkanya sekarang tengah menangis. "Jaga dia sebentar," ucap Sania lalu bangkit dari duduknya berlari menuju pintu. Sepeninggal Sania Kevan menatap Christian penuh tanya. Christian yang ditatap hanya mengedikkan bahunya tanda tak tahu apapun dan tak memiliki jawaban apapun untuk Kevan saat ini. "Aku juga tak tahu apa-apa. Anak ini ditemukan di dalam bagasi mobil Sania tadi," ucap Christian malas lalu duduk di sofa. Kevan memgangguk kecil lalu beralih memandang bocah yang terbaring lemah dengan wajah pucat itu. "Hei !!! Dia sadar !!!" teriak Kevan membuat El ketakutan. El langsung bangun dan duduk memeluk dirinya sendiri. Sedangkan Christian berdecak melihat ulah Kevan yang membuat bocah itu menjadi takut. "El !!!! Ohh ... thank's God," Teriak Sania setelah masuk dan melihat El sudah sadar. Sania langsung berlari mendekati El. Dan meletakkan hp dan kunci mobil yang diambilnya tadi dimeja. "Ada apa sayang ? Jangan takut. Aunty disini," ucap Sania memeluk El erat. Sania menatap dua pria yang ada disana dengan tatapan tajam karena marah. "Heh !!! Kalian apakan bocah ini," "Aku tidak berbuat apa-apa sayang. Ini ulah Kevan. Ia berteriak sangat keras tadi saat anak kecil itu bangun," ucap Christian membela diri. "Dasar kau !! Sayang .. hei .. lihat aunty," ucap Sania bergantian pada Kevan dan El lalu ia terlihat melepaskan pelukannya dan menatap El sayang. El mendongak membalas menatap Sania. "Ingat tidak. Aunty pernah bilang kalau El harus jadi pemberani biar bisa jaga mommy. Jadi El nggak perlu takut sekarang disini nggak ada yang mau jahat sama El," ucap Sania memberi pengertian. El mengangguk dan mulai sedikit tenang sekarang. "El mau ketemu daddy, 'kan ? Ini Daddy El. Bukankah dia tampan, seperti yang aunty bilang. Dan itu uncle El. Dia adik mommy. Mulai sekarang panggil dia uncle," El memandang kearah Kevan sangat lama, setelah Sania mengatakan jika Kevan adalah daddy-nya. Sedangkan yang dipandang hanya berdiri mematung ditempatnya. Ya, tentu saja itu mengejutkan.baru tadi malam ia mengetahui fakta jika dia memiliki seorang anak dan sekarang anak itu sudah berada tepat didepannya. Ia bingung harus bagaimana dan melakukan apa. "Dad..dy," ucap El pelan pada Kevan dengan tatapan polosnya. Kevan langsung memeluk El erat. "El ... my son," ucap Kevan mengeratkan pelukannnya. Sania tersenyum melihat kejadian bahagia itu. Ia lalu bangkit dari duduknya berjalan menuju dapur, untuk mengambilkan makanan dan minuman untuk El. Saat Sania kembali, El, Christian dan Kevan tengah duduk bersama di sofa panjang dengan menonton tv. "Minum ini dulu sayang," ucap Sania menyodorkan gelas berisi air pada El. "Ini. Makan ini juga," Sania menyodorkan beberapa potong sandwich yang ada di piring. El mengambilnya satu. "Apa kau menginginkan sesuatu yang lain ?" El menggeleng dan memakan sandwich-nya lahap. Sania mengelus kepala bocah itu. "Sayang. Apa tidak ada sesuatu yang bisa kumakan ? Aku juga lapar," ucap Christian manja pada Sania. "Cari saja sendiri di kulkas Christ. Dan cara bicaramu tadi.. terdengar menggelikan," ucap Sania terdengar cuek seperti biasa. Kevan tertawa melihat tingkah adiknya itu. Orang yang mungkin belum mengenal Sania akan tersinggung saat mendengar ucapan Sania yang seperti tadi tapi Kevan tidak. Adiknya itu memang orang yang spontan dan tidak bertele-tele. Dan rupanya Christian juga sedikit terainggung disana terbukti dengan mimik wajahnya yang terlihat kesal dan memutuskan pergi mencari sesuatu yang bisa dimakannya di dapur. Kevan lalu beralih menatap El yang tengah mengunyah potongan sandwich terakhirnya. "Kau sudah kenyang boy ?" El hanya mengangguk dan tersenyum kearah Kevan. Kevan membawa El kedalam pelukannya. "Sebentar lagi mommy datang. El mau cerita sekarang pada aunty apa yang terjadi. Atau menunggu mommy datang dan aunty yakin mommy akan marah nanti," ucap Sania lalu duduk di meja di depan El. El langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Sania sendu. Kevan hanya diam mengamati interaksi keduanya. "Maaf aunty. Kemarin El berbuat nakal dan berbohong pada aunty. Waktu itu setelah El lihat bagaimana cara aunty membuka bagasi, El langsung punya ide buat ikut aunty pulang dengan sembunyi didalam sana. El kemarin meminjam kunci mobil bukan untuk ambil barang El yang ketinggalan, tapi El buka bagasi dan membiarkannya terbuka biar El bisa ikut aunty pulang. El mau ketemu daddy aunty. Maafin El," El menunduk tak berani menatap Sania. "Tapi kenapa El tutup pintu bagasinya. El tau kan kalau pintunya ditutup El nanti tidak bisa bernafas," ucap Sania marah. "Saat mobil aunty berhenti, El sudah siap-siap keluar, tapi El lihat ada orang yang berpakaian hitam-hitam di dekat pagar. Aunty pernah bilang, kalau lihat orang mencurigakan dan berpakaian hitan-hitam harus sembunyi. Jadi El tidak jadi keluar dan langsung menutup pintunya," Sania menghela nafas berat setelah mendengar ucapan El. "El.. sayang.. yang dilakukan El itu salah dan berbahaya. Jika El pergi keluar rumah diam-diam tanpa bilang sama mommy, mommy jadi khawatir sayang. Tadi pagi mommy telvon aunty sambil menangis karena cariin El. Sekarang, janji sama aunty, El gak akan berbuat begitu lagi," jelas Sania sambil mengelus kepala El sayang. "Ya aunty, El janji," ucap El dengan tersenyum. Kevan juga ikut tersenyum melihat interaksi keduanya yang terlihat sangat akrab dan hangat. "Coba lihat Christian didapur. Apa yang dilakukannya disana ? Kenapa lama sekali hanya untuk mengambil makanan," "Kenapa aku ?" ucap Sania kesal, tapi saat melihat tatapan Kevan yang menyiratkan tak ingin dibantah disana Sania akhirnya lagi-lagi kembali mengalah. Sania bangun dari duduknya dengan malas lalu berjalan menuju dapur. Saat sampai di dapur, Sania tidak menemukan Christian disana. "Woah.. apa dia makan semua ini," ucap Sania saat melihat dapurnya penuh dengan bungkus snack. Sania tak sengaja melihat pintu menuju halaman belakang terbuka. "Apa dia ada disana ?" gumam Sania lalu berjalan menuju pintu. Saat Sania hendak keluar menuju halaman belakang, ia mendengar suara aneh yang berasal dari kamar mandi yang berada tak jauh dari tempatnya disana. Karena penasaran, Sania akhirnya memutuskan untuk mencari tahu suara aneh apa itu. Ia berjalan ke arah kamar mandi dengan santai. Semakin dekat, semakin keras suara yang dengar oleh Sania. Pintu terbuka sedikit dan akhirnya Sania mencoba mengintip, tapi tak dapat melihat apapun. Jadi ia membuka pintu itu perlahan dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat Christian disana tengah berlutut dengan tubuh sedikit membungkuk di dekat closet. Mengetahui ada orang yang membuka pintu, Christian menoleh ke arah pintu. "Sayang... tolong aku," Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD