Sepuluh

1574 Words
Dari kejauhan, Yura bisa melihat aktifitas yang melibatkan banyak orang di lobbi perusahaan. Para petugas keamanan tampak sangat sibuk. Di pintu ada banyak alat detector, termasuk alat untuk mengecek tas yang dibawa oleh para karyawan. Bahkan setelah melewati alat pendeteksi itu, tas tersebut tetap digeledah. Para wanita diperiksa oleh petugas keamanan wanita dan pria dengan pria. Rasya berdiri di samping Yura, mengajaknya berjalan segera. Barisan para karyawan mengantre di pintu masuk membuat Yura menggeleng tak mengerti, sepertinya perusahaan benar-benar mengalami krisis keamanan jika seperti ini. Barisan wanita dan pria dipisah, Yura dan Rasya pun berpisah di dua pintu berbeda, tiba giliran Yura yang diperiksa. Dia menempelkan id card di alat scan, lalu meletakkan wajah tepat di depan kamera untuk mengambil gambarnya yag akan menyamakan dengan foto di id cardnya. Setelah terverifikasi, dia pun melewati penjagaan berikutnya. Tangan petugas keamanan wanita memeriksa tubuh Yura, memastikan wanita itu tak membawa benda berbahaya. Begitu pula tas Yura yang dibuka. Setelah melewati serangkaian pemeriksaan, Yura pun menuju lift, dia bisa melihat banyaknya karyawan yang menggumamkan protes dengan protokoler terbaru ini. Yura pun sebenarnya keberatan dengan hal ini. Apalagi mereka yang telah bekerja sangat lama. Namun dia mencoba mengerti, mungkin memang kebijakan ini dibuat demi keamanan perusahaan. Rasya menyusul Yura sampai ke lift, bertepatan dengan pintu lift yang terbuka, Yura masuk lebih dahulu, disusul oleh Rasya yang berdiri tepat di sebelahnya. Lift pun telah penuh dan langsung melaju ke lantai atas. Sesaat Yura melirik Rasya, pria itu tetap dingin seperti biasa, tak banyak percakapan di antara mereka meskipun dalam hitungan minggu mereka akan menjadi suami istri. “Enggak turun?” tanya Rasya ketika pintu lift menuju ruang kerja Yura terbuka, Yura yang tengah melamun lantas tergagap, dia pun segera ke luar dengan terburu karena telah menjadi pusat perhatian. Pintu itu segera tertutup ketika Yura ke luar dari lift. Berjalan pelan menuju ruang kerjanya, Mia dan beberapa karyawan tampak berbincang dengan wajah yang dipenuhi kekesalan, sama seperti para karyawan yang Yura temui di lantai bawah tadi. “Hai,” sapa Yura. “Bagaimana tadi pemeriksaannya? Menyebalkan pasti,” decih Mia yang disetujui karyawan lainnya. “Badan kita di grepe-grepe seenaknya layaknya tahanan!” sahut teman lainnya. Yura hanya mengangguk dan meletakkan tas di meja kerjanya lalu dia menarik kursi untuk ikut berkumpul bersama teman lainnya. “Untungnya sanksi telat dihapuskan untuk sementara, ya iyalah, kita antri aja bisa sepuluh sampai lima belas menit di bawah,” sungut Mia. “Keterlaluan jika sanksi telat masih diadakan!” imbuh teman lainnya, di perusahaan ini sendiri, karyawan yang telat tiga kali dalam sebulan akan mendapat surat peringatan. Hal itu yang membuat para karyawan disiplin. “Aku lebih penasaran, kenapa tiba-tiba perusahaan mengeluarkan protokoler keamanan seperti ini? Apa kita dapat ancaman bom? Atau apa?” tanya Yura. “Belasan tahun kerja di sini, semuanya tampak aman-aman saja, entah saya pun tidak tahu,” ujar Alfi, manager Yura yang tiba-tiba muncul membuat mereka terkejut. Pria yang berusia lebih dari empat puluh tahun dan selalu berpakaian rapih itu tersenyum ke arah para karyawan divisinya. “Pagi, Pak,” sapa para karyawan sambil menunduk hormat. “Pagi, sebaiknya kalian mulai kerja sekarang, jangan membuang waktu. Oiya untuk pertandingan olah raga nanti sore, tidak boleh ada yang ke lapangan kecuali pemain,” ucap manager itu. “What!!! Yah nggak seru dong!!” sungut Mia bersama dengan teman kerja lainnya. “CEO tak ingin ada kerumunan, sebagai gantinya nanti dipasang kamera yang akan disiarkan ke setiap televisi yang ada di ruang kerja,” ucapnya. Yura menggeleng sedih, dia akan bertanding lagi sore nanti, rasanya pasti sepi jika tak ada yang menonton, padahal sorakan dari penonton laksana bahan bakar yang membuatnya semakin semangat. “Oiya pak, karyawan barunya jadi masuk?” tanya Mia. “Jadi, tapi sepertinya dia akan datang siang, karena saat ini protokol untuk karyawan baru sangat sangat ketat, dia harus melewati beberapa tes, betapa tidak beruntungnya dia, hari pertama sudah mengalami hari yang buruk seperti ini,” ujar sang atasan sambil menggeleng miris. Mia dan Yura menghela napas panjang bersamaan lalu mereka berdua tersenyum dan berjalan ke meja kerja mereka, memulai aktifitas hari ini meski pagi mereka diwarnai dengan hal yang tidak terduga. *** Selepas makan siang, ruang kerja Yura kedatangan satu karyawan baru. Dia akan menjadi asisten manager menggantikan asisten manager sebelumnya yang pindah ke divisi marketing. Pria bertubuh tinggi dan berkulit putih, dengan kacamata tipis membingkai wajahnya itu mencoba memaksakan senyumnya meski wajahnya tampak lelah. Para karyawan menoleh ke arahnya, Mia tampak terpana menatapnya. Dia terlihat sangat tampan, rahangnya terbentuk sempurna, juga bibirnya yang kemerahan dan alisnya yang tebal. “Sssst, sapa dong, mbak Mia,” bisik rekan lainnya karena biasanya Mia yang memperkenalkan karyawan baru di ruangan itu, terlebih manager mereka masih ada urusan. “Oh iya, hai selamat datang, karyawan baru ya?” tanya Mia seraya berdiri dan mengulurkan tangannya. Pria itu menyambut uluran tangannya seraya tersenyum. “Saya Mia, dan bapak bisa perkenalkan diri bapak, kebetulan karyawan lantai kita sedang dalam formasi lengkap,” ucap Mia. Para karyawan di ruangan itu menatap pria tinggi yang senyumnya tampak memikat itu. “Baik, selamat siang semuanya. Nama saya David, mulai hari ini saya akan bekerja sebagai asisten manager di divisi ini, usia saya tiga puluh tahun, saat ini saya tinggal di apartmen seberang, seharusnya saya sudah tiba sejak pagi mengingat jarak apartmen dari perusahaan bisa ditempuh tidak lebih dari lima menit. Hanya saja rupanya saya harus melalui serangkaian tes sebelum bisa masuk,” ucapnya seraya terkekeh, membuat semuanya tertawa. “Tesnya merepotkan ya?” tutur Mia. “Sejujurnya, iya, saya baru pertama kali mengalami tes seperti ospek hari ini,” kekehnya. “Pak David, single, double apa triple?” ujar karyawan lain menggodanya. Wajah Mia tampak bersemu, penasaran ingin mendengar statusnya juga. “Kebetulan saat ini saya single,” ucapnya yang mendapat sorakan dari para wanita di ruangan itu termasuk Yura. David menoleh ke arah Yura dan melemparkan senyum memikatnya. Yura mengatupkan bibirnya dan hanya mengangguk sopan. “Pak David, ayo saya antar ke ruangan bapak,” ajak Mia. “Hmmm kalau boleh, kalian bisa panggil saya Mas David agar lebih akrab,” ucapnya ramah. Mia dan para karyawan pun menyetujui panggilan itu. Mia mengantar David menuju ruang kerjanya yang berada tidak jauh dari meja Yura dan Mia, bahkan kursinya menghadap ke arah mereka, hanya terhalang kubikel saja. Ruangan terbuka itu yang akan menjadi tempat kerja David. “Terima kasih Mia,” ucap David. “Sama-sama, Mas. Jika ada yang dibutuhkan bisa panggil saya,” ucap Mia sopan, lalu dia berpamitan menuju kursi kerjanya. Yura langsung menggodanya. “Apa sih?” cebik Mia ketika Yura menyenggol bahunya. “Aku setuju kalau kamu sama dia,” ucap Yura. “Hishh! Baru juga kenal.” “Enggak apa-apa, aku sama mas Rasya aja baru kenal langsung nikah kok,” kekeh Yura. “Kan beda cerita,” seloroh Mia yang langsung meminta Yura terdiam karena manager mereka telah masuk ruangan dan menghampiri David. Yura dan Mia kembali larut dalam pekerjaan mereka sesekali melihat manager dan David tertawa, sepertinya mereka cepat akrab mengingat David yang ramah dan juga manager mereka yang terkenal baik. *** Sore ini terasa sangat sepi bagi Yura, dia memegang raketnya dan memandang ke sekitar, hanya ada para pemain badminton antar divisi, bahkan pertandingan basket pun ditunda esok hari agar hari ini segera mendapatkan pemenang. Semua seolah dipercepat. Tak ada lagi kemeriahan yang membuat para karyawan semakin dekat. Bukankah tujuan pekan olah raga untuk menjalin hubungan keakraban antar karyawan? Bukan hanya kegiatan olah raga semata. “Mulai ya?” ujar sang panitia. Yura mengangguk, saat peluit ditiup, dia pun mulai memainkan babak pertama pertandingan. Perasaan yang sama juga singgah di benak Mia dan rekan-reka divisinya, mereka merasa sangat hampa, biasanya dia dan yang lainnya menyemangati Yura sebagai perwakilan divisi namun kali ini mereka hanya bisa melihat Yura dari layar kaca yang menempel di dinding. Wajah mereka diliputi kemuraman, David ikut duduk di samping Mia sambil membawa gelas kopinya. Mia tersenyum tipis ke arahnya dan kembali memandang televisi besar di hadapan mereka. “Itu dari divisi kita kan?” tunjuk David. “Ya, Yura dia memang handal bermain badminton, sayang kurang diasah, harusnya dia bisa jadi atlet,” tutur Mia. “Iya bagus mainnya, dilatih pacarnya kah?” tanya David asal. Mia menggeleng namun sesaat dia seolah menyadari sesuatu. “Tahu dari mana Yura sudah punya kekasih?” tanya Mia. David tersenyum simpul dan terkekeh. “Wanita secantik dia, sepertinya tidak mungkin tidak punya pacar kan. Sama seperti kamu, juga pasti sudah ada pacar?” ujar David membuat pipi Mia bersemu merah. Hampir saja dia salah paham karena ucapannya yang seolah telah mengenal Yura lama. “Dia mau menikah sebentar lagi, kalau saya sih belum punya pacar, masih available,” ujar Mia setengah bercanda, menyamarkan rasa malu yang tiba-tiba saya menyergap hatinya. “Ah masa, saya enggak percaya,” goda David. “Enggak kok beneran,” jawab Mia seraya tertawa, lalu mereka kembali menatap layar kaca di mana Yura masih bertanding. David menyesap kopinya, matanya menatap lekat Yura yang bermain sangat prima. Sudut bibirnya terangkat ketika Yura mendapatkan point. Tak sengaja kamera merekam gambar sesosok pria di kejauhan yang menatap Yura lekat. Rasya sedang berdiri mengawasi calon istrinya dengan tangan didekap di daada. David meletakkan gelas itu di meja, lalu dia melihat ponsel seolah mengecek sesuatu dan beranjak membawa gelasnya. “Ke mana?” tanya Mia. “Ada sedikit kerjaan,” jawab David seraya mengedipkan sebelah matanya membuat jantung Mia berdebar tak karuan. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD