Bab 27

1791 Words
Zeline menatap pantulan dirinya di cermin, melihat bagaimana pengaruh kekacauan jam tidur pada penampilannya sendiri. Mata yang terlihat sayu dan tidak bercahaya, kulitnya tampak pucat dan kurang sehat, serta bibir kering yang tampak menggelikan. Hari ini tim penata rias harus bekerja keras untuk menutupi penampilan Zeline yang sangat kacau.  “Aku sering memintamu untuk menjaga pola makan, tapi aku melewatkan peringatan tentang menjaga pola tidur. Kamu tidak tidur malam ini?” Alina duduk di hadapan Zeline sambil menikmati sarapannya.  Zeline menggelengkan kepalanya sejenak. Dia ingat dengan jelas jika kemarin malam ia berakhir dengan menginap di apartemen Dareen untuk menemani pria itu. Dareen terlihat sangat kacau, dan Zeline tidak tega jika harus membiarkannya sendirian.  Sudah satu minggu berlalu sejak Dareen menceritakan masalah keluarganya. Dan sejak saat itu Zeline sering menghabiskan waktu di apartemen Dareen. Kemarin malam mereka sempat melakukan makan malam bersama dengan orang tuanya sebelum mereka kembali bekerja di luar negeri. Setelah selesai makan malam, Zeline memutuskan untuk pergi bersama dengan Dareen. Pria itu memang terlihat baik-baik saja, bahkan saat makan malam Dareen mampu mengimbangi setiap percakapan antara ayah dan ibunya. Mereka berbicara dengan santai seakan mereka tidak memiliki masalah apapun. Padahal Zeline tahu jika baik kedua orang tuanya maupun Dareen adalah orang-orang yang sedang menanggung beban masalah saat ini.  “Ada beberapa masalah yang mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa tidur dengan tenang.” Jawab Zeline sambil meraih botol air mineral yang ada di atas meja.  Jam tidur Zeline semakin berantakan karena dia sulit membagi waktu. Belakangan ini pikirannya juga sangat kacau, jadi kalaupun Zeline memiliki waktu untuk istirahat, dia tetap tidak bisa tidur dengan tenang.  “Masih tentang orang tuamu?” Tanya Alina sambil memberikan tatapan prihatin. Zeline mengendikkan bahunya dengan pelan. “Entahlah, ada banyak masalah yang mengganggu pikiranku.” Jawab Zeline sambil tersenyum. “Semua orang pasti memiliki masalah. Kita tidak bisa berhenti hanya karena sedang memiliki masalah, bukan?“ Zeline menganggukkan kepalanya. Ia sangat setuju dengan Alina. Sekalipun sedang memiliki banyak masalah, dunia akan tetap berjalan. Ridak ada satupun orang yang terpengaruh meskipun Zeline sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. “Masih tidak ingin bercerita padaku?” Tanya Alina. Zeline tersenyum untuk sesaat. Dia merasa terharu dengan perhatian yang ditunjukkan oleh Alina. Zeline sering mendengar komentar buruk yang dikatakan orang lain terhadap Alina, mereka menganggao Alina terlalu kejam, jahat, dan egois sebagai seorang manager. Alina memiliki banyak peraturan tidak manusiawi yang sulit diikuti. Bahkan Alina juga sering disebut sebagai manager yang buruk karena dianggap menyiksa Zeline dengan setiap peraturannya. Namun selama ini Zeline tidak pernah tertekan dengan aturan yang ditetapkan okeh Alina. Bagi Zeline, Alina adalah salah satu orang yang peduli pada karirnya. Perempuan itu membantu Zeline untuk menjadi model yang lebih baik dengan berbagai aturan makan, jam tidur, serta jadwal pemotretan yang panjang. Jika tanpa Alina, bisa saja Zeline memiliki tubuh gemuk yang kurang sehat. Bentuk tubuh sangat berpengaruh pada karir, ketika bentuk tubuh Zeline berubah, maka karirnya juga pasti akan berubah. “Apa yang harus aku ceritakan? Aku tidak memiliki cerita yang menarik.” Zeline menjawab dengan tenang. “Ada beberapa orang kenalanku yang tinggal di gedung apartemen Dareen. Katanya mereka sering melihatmu dan Dareen bersama di malam hari. Apakah sekarang kalian tinggal bersama?” Tanya Alina.  Zeline menolehkan kepalanya, dia menatap Alina dengan pandangan terkejut. “Tentu saja kamu bisa menolak untuk menjawab pertanyaan tersebut. Aku tidak perlu mengetahui segala hal tentang kehidupan pribadimu.” Lanjut Alina. Zeline menghembuskan napasnya dengan pelan. Kalaupun dia memilih untuk tidak menjawab, kemungkinan besar Alina sudah mengetahui jawabannya karena perempuan itu mengatakan jika beberapa kenalannya sering melihat Zeline di gedung apartemen Dareen. “Aku menemaninya selama satu pekan belakangan. Dareen sedang mengahapi masalah, aku tidak tega meninggalkannya sendirian..” Jawab Zeline. “Apakah dia sudah tahu tentang perceraian orang tuamu?” Tanya Alina. Zeline menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sampai saat ini, ia masih belum memiliki keberanian untuk menceritakan masalah keluarganya. Hampir setiap malam Dareen akan menceritakan masalah keluarganya, tapi tidak ada satupun cerita yang dapat Zeline sampaikan.  Ia merasa ragu setiap kali memiliki kesempatan untuk membicarakan tentang keadaan keluarganya. “Kenapa?” “Haruskah aku bercerita kepada ya?” Tanya Zeline. *** Rintik hujan di pagi hari turut menemani pemotretan Zeline yang dilakukan di perbukitan dekat air terjun. Udara dingin semakin terasa menusuk tulang ketika hujan mulai turun. Pakaian Zeline yang sudah hampir basah karena hembusan angin membawa butiran air dari air terjun terasa semakin basah karena rintik hujan.  “Kita hentikan saja pemotretannya! Zeline bisa sakit jika harus melakukan pemotretan di tengah hujan!” Alina berteriak dari tempatnya berteduh. Berukang kali Zeline menggosok kedua telapak tangannya yang terasa membeku. Terakhir kali melakukan pemotretan di puncak gunung, Zeline juga menggigil dan kedinginan karena ia menggunakan gaun pengantik dengan potongan rendah. Bahkan saat itu gaun yang ia kenakan mengekspos sebagian punggungnya. “Kita tidak bisa menyelesaikan pemotretan jika kamu meminta dihentikan!”  “Dia akan sakit. Aku tidak mau menpertaruhkan kesehatannya! Hentikan pemotretannya sekarang juga!”  Terjadi perdebatan antara Alina dengan tim fotografer.  Zeline tahu jika semua orang ingin pemotretan segera selesai agar mereka bisa melakukan pekerjaan lain, tapi di tengah kondisi hujan seperti ini, hasil pemotretan Zeline tidak akan maksimal.  Akhirnya perdebatan tersebut dimenangkan oleh Alina. Perempuan itu segera menyeret Zeline untuk duduk di tempat yang teduh. Beberapa orang mulai mengerumuni Zeline, ada yang mencoba memperbaiki riasannya, memberikan handuk hangat, dan ada juga yang memaksa Zeline untuk meminum jahe hangat. “Lain kali aku tidak akan mengambil kerja sama dengan mereka. Sungguh menyebalkan ketika mereka menolak menghentikan pemotretan ketika hujan lebat seperti ini!” Alina masih tetap mengomel hingga beberapa menit kemudian.  Selama mengenal Alina, Zeline tahu jika wanita itu adalah tipe orang yang suka mengomel, tapi dia juga sangat mudah melupakan masalah. Alina tidak pernah menyimpan dendam. Sebesar apapun kemarahan dan kekesalan yang ia rasakan, Alina akan melupakannya dengan mudah. “Kurasa aku akan mati kelaparan, Alina. Aku tidak makan apapun sejak pagi. Aku tidak mengira jika pemotretan hari ini akan sangat sulit, seharusnya aku menyiapkan energi untuk melakukan pemotretan di bukit yang curam.” Kata Zeline sambil menyandarkan tubuhnya. “Berikan makanan hangat untuknya!” Kata Alina sambil emminta salah satu staff untuk menyiapkan makanan bagi Zeline. “Aku benar-benar diizinkan makan? Ini masih pukul 8 pagi.”  Pemotretan pertama pagi ini dilakukan tepat pada pukul 7. Zelien sudah berada di lokasi pemotretan satu jam sebelumnya, yang artinya Zeline berangkat dari rumah lebih awal dari biasanya.  Satu pekan ini Zeline menginap bersama dengan Dareen, tapi bisanya Zeline tetap mengunjungi rumahnya di pagi hari sebelum ia berangkat bekerja. Karena pagi ini Zeline harus datang lebih pagi, ia tidak sempat pulang ke rumah, yang artinya ia juga tidak mendapatkan waktu untuk sarapan. “Wajahmu terlihat pucat. Kamu harus makan..” Alina menyerahkan mie instan yang baru saja dimasak. Tampak mie tersebut langsung disajikan saat matang, Zeline bisa melihat kepulan asap yang keluar dari kemasannya.  Rasa lapar Zeline bertambah berkali-kali lipat ketika mencium aroma harum dari mie instan tersebut. Rasanya sudah berbulan-bukan sejak terakhir kali Zeline menikmati mie instan. “Aku harus berbicara dengan staff pemotretan. Tunggu di sini sebentar.” Begitu Zeline menerima kemasan mie instan tersebut, Alina berjalan meninggalkannya menuju ke tempat para staff pemotretan berteduh. Zeline sudah tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Alina dengan staff pemotretan. Perempuan itu pasti ingin membahas tentang sikap mereka saat menolak usulan Alina yang ingin menghentikan pemotretan ketika hujan. Zeline tidak ingin mencampuri urusan Alina, oleh sebab itu ia memilih untuk menikmati mie instan miliknya yang terlihat sangat menggiurkan. Untuk sesaat Zeline jadi teringat saat ia datang di rumah Kinara beberapa hari lalu. Saat itu Zeline datang bersama dengan Dareen untuk menjenguk Kinara yang sudah mulai bisa berjalan. Ketika Zeline datang, Kinara sedang menikmati semangkuk mie instan yang dibuatkan oleh ibunya.  Entah kenapa sekarang Zeline jadi mengingat betapa besar perhatian orang tua Kinara kepada putri mereka.  Kira-kira bagaimana rasanya menjadi Kinara? “Apakah kamu menyukai mie instan?” Zeline berjengkit kaget ketika mendengarkan pertanyaan tersebut. Seingat Zeline, orang-orang yang awalnya mengerumuni dirinya telah pergi karena mengikuti Alina. Jadi ketika mendengarkan suara secara tiba-tiba, wajar jika Zeline merasa terkejut. “Oh, hai nyonya. Apa yang anda lakukan di tengah hujan? Mendekatlah, mari berteduh bersamaku.” Zeline menggeser tempat duduknya ketika melihat seorang wanita paruh baya berdiri di hadapannya.  “Rupanya kamu sangat baik..” wanita tersebut tersenyum lalu mulai melangkahkan kakinya mendekat. “Apakah anda kedinginan? Aku bisa meminta minuman hangat jika anda mau..” Kata Zeline. “Tidak, aku sama sekali tidak kedinginan. Tapi bolehkan aku menukar mie instan milikmu dengan bunga mawar milikku?” Wanita itu bertanya sambil menunjukkan satu tangkai bunga mawar putih miliknya. “Anda tidak perlu menukar mie instan milikku. Tunggu sebentar, biarkan aku meminta mereka untuk memberikan sekangkuk mie instan untukmu.” Zeline tersenyum sambil bangkit berdiri. Namun begitu Zeline melangkahkan kakinya, wanita tadi menghentikan Zeline dengan cara menahan lengannya. “Aku tidak ingin mie instan yang lain. Aku ingin menukar mie instan milikmu dengan bunga milikku. Apakah kamu bersedia?” Wanita itu kembali bertanya. “Nyonya, untuk apa meminta mie instan bekas milikku? Aku bisa memberikan mie instan yang lain.” Zeline menatapnya dengan pandangan tidak nyaman. “Baiklah, mari berhenti sejenak membicarakan tentang mie instan.” Katanya sambik tersenyum. “Tapi aku ingin tahu, apakah kamu benar-benar mengunginkan kehidupan Kinara?” Zeline mengerjapkan matanya untuk sesaat. Dia benar-benar merasa terkejut ketika mendengar kalimat tersebut. Bagaimana mungkin wanita itu tahu jika Zeline sedang merasa iri pada Kinara? “Jangan takut seperti itu. Perkenalkan, namaku Argoilera. Tugasku adalah menukar kehidupan orang-orang yang saling menginginakn posisi masing-masing. Sudah ada ribuan orang di dunia ini yang memiliki kesempatan untuk menukar kehidupan mereka dengan orang lain. Syaratnya adalah, kedua orang yang akan bertukar posisi memang saling menerima dan menginginkan hal yang sama. Aku akan mengabulkan keinginanmu untuk bertukar posisi dengan Kinara seperti yang baru saja kamu pikirkan.”  Zeline membuka mulutnya dengan pandangan tidak percaya. Penjelasan apa yang baru saja ia dengarkan. “Jadi bagaimana? Apakah kamu bersedia menukar hidupmu dengan Kinara?” Bagaikan sebuah film, kehidupan Kinara yang menyenangkan kangsubg terputar di kepala Zeline. Mendapatkan perhatian orang tua, tidak perlu merasakan tekanan karena tuntutan karir dan pandangan masyarakat, juga tidak perlu memikirkan masalah perceraian orang tuanya. Hidup Kinara sangat sempurna.. tapi bagaimana mungkin Zeline bisa menukar hidupnya dengan Kinara? “Aku tidak memiliki banyak waktu. Jadi bagaimana? Apakah kamu bersedia menukar hidupmu dengan Kinara?” Zeline menolehkan kepalanya ketika ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ternyata Alina sudah kembali dari tempat para staff fotografer berkumpul.  Zeline kembali menatap wanita asing tersebut dengan pandangan kebingungan. Entah apa yang sedang terjadi saat ini, tapi jika Zeline diberi kesempatan untuk terlepas dari pekerjaannya yang melelahkan dan masalah hidupnya yang rumit, maka Zeline tidak akan membuang kesempatan tersebut. “Ya, aku bersedia.” Jawab Zeline sambil menganggukkan kepalanya dengan yakin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD