Bab 42

2661 Words
Zeline duduk dengan tatapan fokus yang mengarah pada gerakan tangan ibunya Kinara yang sedang menggambar pola pakaian di atas kertas. Persediaan di toko sudah semakin menipis karena Zeline berhasil menjual hampir sebagian dari isi toko tersebut hanya dalam waktu 5 hari terakhir. Sebenarnya kebanyakan pakaian yang Zeline jual adalah baju dengan nuansa musim dingin. Oleh sebab itu saat ini Zeline sedang ikut memperhatikan proses produksi pakaian yang dilakukan langsung oleh ibunya Kinara. Wanita itu benar-benar mahir menggunakan pensil untuk membuat sketsa yang indah. Layaknya seorang desainer ternama yang sudah belajar di universitas terkenal, ibunya Kinara menambahkan detail pada setiap pakaian dengan sangat teliti. Zeline yang sejak tadi hanya diam sambil mengamati mulai merasa kagum dengan kemapuan wanita itu. Sekalipun tidak sekolah dan bekerja di temat ternama, kemampuan ibunya Kinara tidak diragukan lagi. Andai saja Zeline masih menjadi dirinya yang dulu, dia pasti bisa membantu dengan mendatangkan kain berkualitas tinggi agar pakaian yang dihasilkan oleh ibunya Kinara dapat dihargai lebih mahal lagi. “Bu, bolehkan aku memberikan usulan?” Tanya Zeline dengan ragu. Ibunya Kinara menatap dengan kebingungan. “Tentu saja boleh. Apa yang ingin kamu usulkan?” Tanyanya dengan antusias. “Bagaimana jika kita mulai memproduksi gaun dengan model yang lebih modern?” Zeline menunjuk beberapa bagian dari gaun iyang digambar oleh ibunya. Ada beberapa model yang kurang sesuai dengan gaun tersebut jika diterakan di masa sekarang. “Contohnya adalah membuat lengan gaun ini lebih pendek dan memberikan aksen renda yang tidak terlalu banyak. Orang zaman sekarang lebih menyukai sesuatu yang tampak sederhana tapi tetap menarik.” Zeline memberikan beberap masukan. “Ide yang bagus. Bisakah kamu menunjukkan gambaran dari idemu tersebut?” Melihat jika ibunya Kinara tampak senang sedang usulannya, Zeline menganggukkan kepalanya dengan antusias. Jujur saja, sudah sangat lama Zeline ingin menuangkan ide-idenya dalam pakaian yang ingin ia produksi sendiri. Sayangnya selama ini Zeline masih belum mendapatkan kesempakatan. Ibunya lebih suka jika dia fokus pada modeling terlebih dahulu. Menurut wanita itu, meskipun Zeline tidak mempelajari tentang dunia desainer, butik milik ibunya akan tetap menjadi miliknya. Zeline tidak perlu bersudah payah untuk mendapatkan butik tersebut, oleh sebab itu Zeline harus memperjuangkan karirnya yang lain. “Aku tidak terlalu mahir menggambar, tapi kurasa ini cukup jelas.” Zeline menyerhahkan hasil gambarannya yang masih tampak berantakan. Sekalipun memiliki bakat yang diturunkan oleh ibunya, jika Zeline tidak melatih dan mengembangkan bakat tersebut, kemampuannya tidak akan pernah bertambah. Justru akan semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu. Zeline terlalu sibuk dengan karirnya sebagai model sehingga dia mulai melupakan kesukaanya dalam merancang busana. “Ibu tidak pernah tahu jika kamu bisa menggambar pakaian. Sejak kapan kamu belajar Kinara?” Ibunya Kinara menatap dengan tidak percaya. Zeline tersenyum sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak sadar jika saat ini dia bukan Zeline, melainkan Kinara. Jika selama ini Kinara tidak bisa menggambar pakaian seperti ibunya lalu tiba-tiba ia menunjukkan sebuah gambar sketsa tentang rancangan pakaian, wajar jika ibunya merasa terkejut. Seharusnya Zeline berpikir sebelum melakukan tindakan yang tidak masuk akal. Sering kali Zeline terlalu antusias hingga ia tidak sadar jika apa yang dia lakukan terihat sangat aneh dan tidak masuk akal. “Banyak hal mengejutkan yang terjadi akhir-akhir ini. Entah kenapa kamu membuat ibu merasa sangat asing denganmu.” Tundukan kepala Zeline semakin dalam. Wajar jika ibunya Kinara merasa asing dengannya. Zeline dan Kinara sangat berbeda, mereka dua orang dengan kepribadian yang bertolak belakang. “Apakah sangat mengejutkan jika aku bisa menggambar sketsa pakaian?” Tanya Zeline dengan ragu. “Ya, sangat mengejutkan. Sejak kapan kamu belajar, Kinara? Ibu tidak pernah melihatmu bejara menggambar.” Ibunya Kinara tersenyum dengan keheranan. Sejak kapan? Sejak kapan ia belajar? Bakat yang dimiliki oleh Zeline sudah ia dapatkan sejak lahir. Zeline tidak pernah memiliki waktu untuk mengembangkan bakat tersebut, tapi dia merasa sangat senang karena mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari ibunya Kinara. “Aku sering melihat ibu menggambar. Kurasa sejak saat itulah aku tertarik belajar.” Zeline mencoba memberikan jawaban yang masuk akal. “Sejak kapan kamu melihat ibu menggambar? Bukankah ini pertama kalinya kamu menemani ibu merancang pakaian baru?” Zeline tercengang ketika mendengarkan kalimat pilu yang diucapkan ibunya Kinara sambil tersenyum. Jadi selama ini Kinara tidak pernah menemani ibunya? Apakah Zeline telah salah menilai Kinara? Apakah selama ini Zeline juga tidak terlalu dekat dengan ibunya? Zeline merasa iri dengan kehidupan Kinara hanya karena ia melihat perhatian yang diberikan oleh kedua orang tua perempuan itu. Tanpa berpikir panjang Zeline menerima kesepakatan dengan Argoilera karena ia mengira jika kehidupan Kinara sangat indah. Tapi ternyata Zeline salah. Kehidupan Kinara tidak semudah yang ia bayangkan. Pekerjaan yang berat, masalah ekonomi keluarga, dan juga kekhawatiran akan masa depan keluarganya. Zeline benar-benar sulit tertidur dengan nyenyak di malam hari karena memikirkan nasib keluarga Kinara. “Ibu merasa sangat bangga padamu. Kamu memiliki kreativitas yang sangat luar biasa. Bagaimanapun caramu belajar, ibu mengapresiasi usahamu, Kinara. Kamu membuat ibu merasa terkejut karena tiba-tiba menyerahkan sketsa gaun yang indah.” Ibunya Kinara menatap dengan bangga. Sekalipun wanita itu merasa asing dengan perubahan Kinara, dia tetap berusaha untuk memberikan apresiasi atas usaha yang dilakukan oleh putrinya. Ibunya Kinara adalah tipe orang tua yang akan selalu menghargai apapun hasil karya anaknya. Baik ataupun buruk, wanita itu akan tetap memberikan penilaian dengan tatapan bangga. “Ini cukup menarik. Kira-kira warna apa yang ingin kamu gunakan untuk gaun ini? Ibu akan menjahit sketsa gambaranmu dengan sangat hati-hati karena ini akan menjadi karya pertamamu. Jika bisa, kita tidak perlu menjual gaun ini. Ibu akan membuatkannya khusus untukmu.” Zeline melebarkan matanya dengan bahagia. Jujur saja, ini bukan pertama kalinya Zeline mendapatkan kehormatan dengan diberikan baju yang dijahit khusus untuknya, sudah ada puluhan desainer ternama yang memberikan baju spesial untuk Zeline. Tapi entah kenapa kali ini Zeline merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Ketika orang lain memberikan gaun untuk membujuk Zeline agar mau menjadi model di peragaan busana mereka, ibunya Kinara membuatkan gaun khusus untuk mengapresiasi usaha Zeline dalam merancang pakaian. Zeline sudah terbiasa hidup bersama dengan orang-orang yang sengaja memanfaatkannya, jadi ketika mendapatkan pemberian yang tulus dari seseorang, Zeline merasa sangat bahagia. “Terima kasih karena sudah memberikan gaun itu untukku, bu. Aku merasa sangat senang.” Zeline tidak bisa menahan rasa harunya. “Benarkah kamu merasa senang?” “Iya, aku merasa sangat senang.” Zeline melebarkan senyumannya. Sekalipun ibu kandungna adalah seorang desainer ternama yang sangat sering memberikan pakaian rancangan terbaiknya untuk Zeline, ia merasa jika pemberian ibunya Kinara tidak kalah istimewa. *** Zeline mematung di hadapan pintu rumahnya ketika tiga orang pria bertubuh gempal berdiri dengan tatapan mengerikan. Mereka menggunakan pakaian serba hitam dengan jaket kulit dan topi yang bertengger untuk menutupi sebagian wajah mereka. “Masuklah..” Ibunya Kinara datang dan menarik Zeline untuk kembali masuk ke dalam rumah. “Dimana suamimu?” Pertanyaan dari preman tersebut masih tetap terdengar sekalipun Zeline sudah berada di balik pintu. Seumur hidupnya, Zeline tidak pernah berhadapan dengan seorang preman. Dari penampilan dan ekspresi mereka, sepertinya mereka datang untuk menagih hutang. “Dia sedang bekerja, kalian harus kembali setelah dia selesai bekerja.” Ibunya Kinara menjawab dengan suara lantang. Terdengar getaran di dalam suara wanita itu, tapi ia berusaha untuk menutupi rasa takutnya. Perlahan Zeline melangkahkan kakinya untuk mengintip dari balik jendela. Ibunya Kinara menutup pintu setelah Zeline masuk ke dalam rumah sehingga ia tidak bisa melihat ke luar. “Kapan kalian akan membayar hutang?!” Suara preman tersebut terdengar mengerikan. Zeline mengerjapkan matanya sejenak. Benar-benar merasa kebingungan karena ia ketakutan. Zeline tidak diajarkan untuk menilai seseorang berdasarkan penampilan mereka, tapi saat melihat penampilan para preman tersebut, entah kenapa penilaian Zeline tidak bisa jauh dari hal negatif. “Jatuh temponya masih minggu depan. Kami juga sudah membayar bunga dari hutang tersebut. Kenapa kalian datang ke sini?” Ibunya Kinara tetap tidak gentar. “Kami mendengar jika tokomu semakin laris. Jadi jatuh temponya berubah menjadi hari ini!” Zeline membelakkan matanya. Sebenarnya berapa banyak hutang yang dimiliki oleh keluarga Kinara? Mengapa sampai ada seorang preman yang datang ke rumah mereka? Apalagi saat ini Zeline hanya di rumah bersama dengan ibunya Kinara. Mereka tidak mungkin bisa menghadapi preman-preman tersebut seandainya mereka sampai berbuat buruk. “Bu..” Zeline membuka pintu dengan perlahan. Sekalipun sangat ketakutan, Zeline tidak ingin meninggalkan ibunya Kinara sendirian. “Masuk ke dalam rumah, Kinara.” Ibunya Kinara mendorong Zeline untuk kembali. “Putrimu sudah cukup besar sekarang. Dia yang membuat toko kalian semakin laris, bukan?” Seorang preman tersebut menatap Zeline dengan pandangan mengerikan. Lalu mereka tertawa bersama. “Kinara, masuk ke dalam rumah. Jangan ikut campur dengan masalah ibu.” Ibunya Kinara tetap memaksa Zeline untuk menjauh dari halaman rumah. Zeline menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia mulai meneteskan air mata karena tidak sanggup menahan rasa takut. “Jangan membuat ibu kesal, masuklah ke dalam rumah!” Kali ini ibunya Kinara membentak Zeline dengan suara keras. “Jangan membentak putrimu yang cantik. Biarkan dia tetap di sana, mungkin dia akan membawa keberuntungan untuk orang tuanya yang malang.” Mereka kembali tertawa dengan keras. Zeline menyipitkan matanya. Benar-benar merasa tidak nyaman dengan tatapan yang mereka berikan. Apakah wajar jika mereka menatap seorang wanita dengan pandangan naik turun seakan sedang memberikan penilaian? “Masuklah, Kinara.” Ibunya Kinara memahami apa arti dari tatapan tidak sopan tersebut. Kinara menggelengkan kepalanya. “Ayo masuk bersamaku, bu.” Dia menggenggam tangan ibunya Kinara dengan kuat. Rasanya sangat mengerikan ketika mereka harus menghadapi para preman tersebut sendirian. Setahu Zeline, uang hasil dari keuntungan penjualan toko meningkat selama satu pekan belakangan ini. Tapi kenapa hutang keluarga mereka masih belum lunas? Sebenarnya berapa uang yang mereka butuhkan untuk melunasi semua hutang beserta bunganya? Zeline tahu jika semua sistem hutang pasti akan diikuti dengan perkembangan bunga apabila tidak dibayar tepat waktu. Tapi Zeline tidak pernah tahu seberapa banyak hutang yang mereka miliki. “Jika tidak suka putrimu berhadapan dengan kami, berikan saja lima juga rupiah sebagai uang muka sebelum kalian melunasi semuanya.” Zeline membelakkan matanya. Lima juta rupiah? Bagi seorang Zeline yang lahir di keluarga kaya, uang sejumlah lima juga rupiah bukanlah masalah untuknya. Zeline bisa mengeluarkan dua kali lipat dari jumlah tersebut hanya untuk melakukan perawatan wajahnya. Namun saat ini Zeline sangat tidak berdaya karena dia sudah bukan Zeline yang dulu. Saat ini Zeline sedang menjadi Kinara.. Sekalipun Zeline sangat ingin melunasi semua hutang orang tua Kinara, dia tetap tidak melakukannya. Zeline tidak membawa uang sedikitpun ketika ia menukar kehidupannya dengan Kinara. Semua uang, tabungan, kartu debit dan kredit, serta ponselnya kini menjadi miliki Kinara. Bukan lagi milik Zeline. Lantas apa yang bisa ia lakukan untuk membantu keluarga Kinara? Zeline tidak nyaman dengan keberadaan para preman tersebut, ia merasa ketakutan karena mereka memberikan tatapan mengerikan. “Dari mana kami bisa mendapatkan uang sebesar itu? Jika kami memiliki uang, tentu saja kami tidak akan berhutang kepada kalian.” Ibunya Kinara memberikan jawaban dengan tenang. “Apa itu urusan kami? Jika berhutang, maka kalian harus membayar. Itu adalah konsekuensinya!” “Tapi kami seharusnya masih memiliki waktu satu pekan untuk mencicil hutang tersebut.” “Bagaimana jika kamu membiarkan putrimu memohon kepada kami? Biarkan dia yang meminta keringanan dan berlutut kepada bos kami?” Zeline membelakkan matanya. Dia sangat terkejut ketika mendengarkan kalimat tersebut. Kenapa mereka harus memberikan tatapan menjijikkan kepada Zeline? Sekalipun keluarga Kinara berhutang, putri keluarga mereka tidak pantas diperlakukan seburuk itu. “Jangan melibatkan Kinara dalam urusan kita!” Ibunya Kinara berusaha mendorong Zeline dengan kuat. “Kalau begitu segera bayar hutangmu saat ini juga! Kalian miskin dan banyak tingkah! Benar-benar membuatku muak.” Salah satu dari mereka meludah ke arah ibunya Kinara. Zeline menatap semua itu dengan ekspresi terkejut. Meludahi orang lain bukanlah hal yang pantas untuk dilakukan. Apalagi mereka meludah di hadapan seorang perempuan. “Kenapa kalian memperlakukan ibuku dengan sangat buruk?!” Zeline tidak bisa menahan dirinya. Dia mengekspresikan rasa kesal dan marah yang sudah ia tahan sejak beberapa menit yang lalu. “Kinara! Apa yang kamu lakukan? Pergilah, masuk ke dalam rumah dan kunci pintunya.” Zeline menggelengkan kepalanya. Kalaupun preman tersebut ingin melakukan hal yang buruk, maka Zeline akan tetap bediri di samping ibunya Kinara. Hari masih siang, mereka tidak akan berani melakukan hal yang buruk. Para tetangga yang melihat pasti akan berusaha membantu Zeline dan ibunya Kinara ketika para preman tersebut mulai melukai mereka secara fisik. “Wow, dia perempuan yang pemberani. Bos akan sangat suka jika mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya.” Zeline mengatupkan rahangnya. Siapa yang sedang mereka bicarakan? Zeline? Tentu saja dia tidak akan mau berbicara dengan bos mereka. Keluarga Kinara akan membayar cicilan hutang mereka tepat waktu, yang mana akan jatuh tempo pada minggu depan. Mereka sudah mempersiapkan uang untuk membayar cicilan hutang tersebut, namun tentu saja mereka tidak bisa membayar sebesar lima juta pada saat itu juga. “Ini urusan kalian dengan kami. Jangan membawa Kinara dalam urusan kita!” “Dia sendiri yang ingin ikut campur.” Mereka memutar bola mata dan menatap dengan kesal. Zeline menundukkan kepalanya. “Kami akan membayar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Jika kalian meminta uang di luar tagihan hutang, tentu saja kami tidak akan bisa memberikan.” “Kalau begitu putrimu yang harus berbicara langsung dengan bos.” Zeline membelakkan matanya. Ia berusaha menarik ibunya untuk masuk ke dalam rumah ketika para preman tersebut berjalan mendekati mereka. Dugaan Zeline salah, sekalipun ada banyak tetangga yang melihat kejadian tersebut, tidak ada satupun dari mereka yang berusaha membantu Zeline dan ibunya Kinara. Mereka hanya menatap dari jauh dan diam membisu dengan ekspresi ketakutan. “Jangan macam-macam! Apa yang kalian lakukan?!” Ibunya Kinara berteriak dengan keras. Ia berusaha untuk menutup pintu rumah, tapi tenaga dua orang wanita tentu saja tidak sebanding dengan tenaga beberapa orang preman. Zeline mulai menangis ketakutan. “Biarkan dia yang berbicara dengan bos. Selama ini kalian menyembunyikan putri kalian, padahal kalian tahu jika bos menyukai gadis cantik.” Terdengar suara tawa dari balik pintu. Zeline memejamkan matanya, benar-benar berharap jika kali ini ia terbangun dari tidurnya dan mengakhiri mimpi buruk tersebut. Namun sayangnya, ia tidak sedang tertidur, ia juga tidak sedang bermimpi. “Aku akan menghubungi polisi jika kali memaksa untuk masuk!” Dalam tangisannya, Zeline masih sempat berteriak dengan marah. “Hubungi saja mereka setelah kamu selesai berbicara dengan bos.” Tangan Zeline ditarik dengan kuat setelah pintu rumahnya berhasil dibuka. Ibunya Kinara ditahan di sisi ruangan oleh dua orang preman, sementara yang lainnya menarik Zeline dan memaksanya untuk ikut bersama dengan mereka. Zeline menjerit kuat, ia berusaha memberikan perlawanan dengan cara menendang apapun yang ada di hadapannya, sayangnya kekuatan Zeline juga masih belum sebanding dengan kekuatan mereka. Satu-satunya hal yang Zeline tahu, segalanya pasti akan hancur jika Zeline dibawa oleh para preman tersebut. Segalanya.. kehidupan Kinara, juga kehidupannya. “Apa yang kalian lakukan?!” Namun tiba-tiba Zeline mendengar sebuah suara yang sangat familiar di telinganya. Suara seorang pria yang entah kenapa bisa ada di hadapannya di saat yang sangat tepat. “Jangan menghalangi jalan kami.” Dari sudut matanya, Zeline menatap Dareen yang sedang berdiri dengan mata berkabut yang dipenuhi emosi. Tidak ada yang mengenal Dareen sebaik Zeline. Ia tahu jika pria itu sedang menahan kemarahannya. “Apa yang kalian lakukan?” Tanya Dareen dengan suara dingin. Zeline mengulurkan tangannya, berusaha menggapai Dareen yang berada jauh dari jangkauannya. Di saat terendah dalam hidup Zeline, Dareen selalu datang. Pria itu selalu datang dan menyelamatkannya. Mungkin sekarang Zeline tidak terlihat seperti Zeline. Tapi dalam keadaan apapun, Dareen akan selalu datang untuk menyelamatkannya. “Jangan ikut campur urusan kami.” Beberapa orang preman mulai berkumpul untuk berdiri di hadapan Dareen. Sekalipun sudah jelas jika kekuatan Dareen tidak sepadan dengan mereka, tapi Dareen tetap tidak terlihat gentar sedikitpun. Namun ekspresi Dareen yang terlihat tenang justru menimbulkan kemarahan dari para preman yang sudah mengepung rumah keluarga Kinara. Mereka mulai mendatangi Dareen dan menatap pria itu dengan pandangan meremehkan. “Jadi kamu ingin melawan kami?” Zeline menggelengkan kepalanya. Sekalipun ia tahu jika Dareen menguasai beberapa gerakan bela diri, kekuatan Dareen tetap tidak akan bisa mengalahkan 6 orang pria bertubuh besar sekaligus. “Dareen Leonardo Alvares. Katakan namaku pada bos kalian, aku yang akan mengurus semuanya.” Ucap Dareen dengan suara tenang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD