Symphony-6

1920 Words
Syfo terjaga karena mendengar bunyi alarm dari ponselnya yang diletakkan di atas nakas samping tempat tidur. Dia menggeliat, membuka mata untuk meraih ponsel yang masih berbunyi nyaring itu. Pukul lima. Dia menoleh ke sampingnya, Aries masih tertidur pulas.  “Eris,” panggil Syfo seraya mengusap pangkal lengan Aries. “Bangun, Ris. Udah jam lima ini,” ujar Syfo. Tidak ada reaksi apa pun dari Aries. Matanya masih tertutup rapat. Bahkan bergerak barang sesenti pun tidak. Syfo lalu bangkit duduk menghadap Aries. Kali ini dia membangunkan dengan cara lebih keras, yakni mengguncang pinggang Aries.  “Bangun, dong, Eris! Katanya ada meeting pagi. Nanti kamu telat, loh!” ujar Syfo mengingatkan.  Aries menggumam tidak jelas lalu berbalik badan memunggungi Syfo tanpa berniat untuk mengakhiri tidurnya. Akhirnya Syfo menempuh jalan terakhir. Dia mengguncang tubuh Aries sekencang-kencangnya sambil terus memanggil nama Aries. Entah jam berapa suaminya ini pulang dari klub semalam hingga untuk membuka matanya seolah menjadi hal yang paling sulit dilakukan pagi ini. Syfo paham kalau Aries pasti sangat ngantuk pagi ini. Namun ada tanggung jawab pekerjaan yang tidak bisa seenaknya ditinggalkan begitu saja oleh Aries, hanya karena alasan kelelahan habis bersenang-senang. Kecuali Aries memang sedang sakit akibat kelelahan dalam bekerja ataupun karena ketularan penyakit tertentu, baru Syfo memaklumi dan membiarkan Aries libur ke kantor.  Aries memang suka menghabiskan waktu di klub malam untuk membuang penat. Dalam seminggu setidaknya satu kali dia akan mendatangi klub malam elit satu. Kebiasaan ini memang sering dilakukan oleh Aries dari sejak masih kuliah. Hal yang sama juga sering dilakukan oleh Syfo. Bahkan bisa dibilang awal pertemuan mereka adalah saat sama-sama tengah menghabiskan waktu di sebuah klub malam bersama komunitas masing-masing. Sampai setelah menikah Aries masih sering mengajak Syfo berkunjung ke klub malam favoritnya. Namun beberapa tahun terakhir semenjak mereka menikah, Syfo sudah mulai bosan pada gemerlap dunia malam. Daripada harus mendengar ingar bingar musik klub, minum alkohol dan memaksa membuka mata hingga dini hari, kini dia lebih suka menghabiskan waktunya di rumah, healing bersama pianonya ataupun tidur lebih awal untuk menjaga kewarasan serta kesehatan tubuhnya.  Mendengar suara Syfo yang cukup mengganggu gendang telinganya, akhirnya Aries membuka mata dan bergerak malas meraba keberadaan Syfo di balik punggungnya. “Iya aku udah bangun,” ucapnya dengan suara parau.  Syfo menghela napas. Dia sudah putus asa membangunkan Aries. Tak peduli lagi suaminya itu mau bangun atau mau melanjutkan tidurnya, ia pilih bangkit dari tempat tidur. Syfo membuka tirai beserta jendelanya, mematikan pendingin udara dan lampu tidur di kamar. Saat berbalik badan setelah membuka jendela dia melihat Aries sudah duduk di tepian ranjang dengan kepala masih menunduk menahan kantuk.  “Aku nggak ikut dalam meeting. Jadi kamu harus siapin materi yang benar-benar mateng, biar presentasi kamu diterima Bang Luthfi.”  Aries seketika mengangkat kepala dan membuka matanya lebar-lebar. “Kok, kamu nggak bilang, kalau nggak ikut meeting? Yakin banget Bang Luthfi pasti nolak proposalku lagi kali ini, kalau nggak ada kamu yang belain aku,” kesal Aries.  “Belum dicoba kenapa pesimis duluan, sih?” “Mana ngantuk banget,” keluh Aries.  “Makanya udah tahu besoknya ada schedule penting, kenapa malah maksa ke klub, sih?”  “Ada teman aku datang dari Sidney. Nggak enak aja kalau nggak datang ke jamuan dia.”  “Penting mana sama pekerjaan kamu? Harusnya dalam kondisi kamu sedang dalam pengawasan dewan direksi seperti sekarang ini, kamu harus mengubah kebiasaan buruk kamu, Ris. Minimal itu tunjukkan upaya kamu dalam membuktikan diri sebagai direktur yang bertanggung jawab.”  Aries menatap tajam pada Syfo. “Aku tahu banget kekuranganku, Fo. Nggak perlu kamu terus ungkit-ungkit kesalahan yang pernah aku perbuat di masa lalu,” ucapnya dengan napas yang mulai tidak beraturan karena emosinya merasa terusik. “Empat tahun, loh, Fo! Gila ya, nggak ada puas-puasnya kamu!” “Aku nggak ngungkit-ngungkit kesalahan kamu, Eris. Aku cuma berusaha-” “Ach, udahlah!” potong Aries dengan nada bicara setingkat lebih tinggi dari nada bicara sebelumnya. Dia bangkit dari ranjang masih tetap menatap tajam pada Syfo. Tatapan menghunus itu membuat Syfo terdiam dan tidak berani melanjutkan kata-katanya. Dia lalu pilih diam dan tidak lagi berusaha menasehati Aries. Kelihatan sekali dari raut mukanya kalau suaminya itu tidak suka Syfo mengguruinya seperti tadi.  “Kamu mandi dulu aja. Aku siapin sarapan untuk kamu,” ujar Syfo, mengenakan jubah tidurnya, kemudian melangkah keluar dari kamar, menghindari berlama-lama bersama Aries di dalam kamar. Dia takut tangan Aries akan melayang ke wajahnya. Dia benar-benar harus menjaga emosi Aries kalau tidak ingin wajahnya babak belur. Karena hingga lima hari ke depan Donna sedang tidak ada di Jakarta karena gadis itu mengikuti acara wedding fair di Solo.  Aries berjalan ke kamar mandi setelah Syfo keluar dari kamar. Dia membanting pintu kamar mandi dengan keras sehingga dentumannya terdengar sampai keluar kamar. Di dalam kamar mandi Aries melepas boxer-nya dan melemparkan ke keranjang pakaian kotor yang terletak di belakang pintu kamar mandi. Dia masuk ke tabung shower lalu membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya sepagi ini.  “Fuuuck!” umpatnya, sambil meninju dinding untuk melampiaskan amarahnya.  Setiap kali Syfo mulai menyinggung kesalahan yang pernah diperbuatnya di masa lalu yang mengakibatkan jatuhnya perusahaan milik orang tuanya, Aries merasa gagal menjadi anak yang berbakti dan itu menyakiti harga dirinya sebagai laki-laki. Padahal kesalahan bukan hanya dilakukan oleh dirinya saja, karena ayahnya selaku pemilik perusahaan juga memiliki andil besar dalam kejatuhan perusahaannya sendiri. Namun sikap Syfo padanya seolah sedang menyudutkan dan mendorongnya semakin jatuh ke dalam lubang gelap bernama kemarahan. Tidak hanya egonya yang rusak, tetapi juga hatinya. Hal itu yang membuat dia memilih bersikap kasar pada Syfo setiap kali perempuan itu mengusik ketenangannya. Meski dia selalu menyesal setiap kali bertindak kasar pada istrinya, tidak lantas membuatnya berhenti untuk melampiaskan amarahnya pada Syfo. Dia menganggap bahwa Syfo pantas diperlakukan seperti itu. Bahkan sekecil apa pun perkataan maupun perbuatan Syfo yang menyinggung perasaannya, harus dibayar lunas dengan tangan tanpa kompromi. *** Seperti biasanya Syfo selalu menyempatkan masuk ke ruang sunyi untuk memainkan alat musik favoritnya. Jemari lentik Symphony mulai menari indah di atas tuts piano. Pagi ini dia memilih romance de amor untuk menyambut harinya. Setelah menyelesaikan seluruh partitur lagu itu, Syfo mengakhiri acara bermain musiknya. Dia masih ada pekerjaan lain yaitu menyiapkan sarapan untuk Aries, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.  Pukul enam pagi Aries sudah siap dengan setelan kemeja slimfit polos warna biru muda dan celana bahan, tanpa jas dan dasi untuk melengkapi penampilannya. Syfo yang melihat penampilannya pagi ini berdecak lalu menghampiri Aries yang sedang menarik kursi makan.  “Dasi sama jas kamu mana?” tanya Syfo.  Aries menatapnya dengan tatapan tidak suka. “Lagi malas pakai jas dan dasi,” jawabnya malas.  “Eris, mau meeting, loh, kamu itu. Masa cuma pakai pakaian kayak gini?” ucap Syfo menunjuk pakaian yang dikenakan Aries. “Masih mending kalau kamu pakai jas, meski tanpa dasi.” Aries berdecak. Dia menggeser kursi yang baru saja didudukinya ke arah belakang dengan gerakan kasar, hingga menimbulkan bunyi derit yang memekakkan telinga. Seolah ingin menyampaikan kekesalannya pada Syfo. “Kamu aja yang ambil sana! Aku capek turun naik tangga cuma buat ngambil jas dan dasi nggak berguna itu!” bentak Aries tepat di depan wajah Syfo.  Perbuatannya itu membuat Syfo sampai memundurkan wajah serta kakinya menjauh dari Aries. Syfo berpaling ketakutan dan melihat ke arah dapur. Tatapannya bertemu dengan Bi Yana yang sedang menatap penuh khawatir pada majikan perempuannya. Tak ingin semakin mengusik emosi Aries pagi-pagi, Syfo bergegas melangkah meninggalkan Aries menuju kamar untuk mengambil jas dan dasi yang dibutuhkan oleh Aries.  Bi Yana menghidangkan makanan yang sudah disiapkan oleh Syfo sebagai menu sarapan untuk Aries. Tak lupa Bi Yana mengambil dua buah cangkir, menuang kopi  dari teko untuk Aries dan kopi krimer untuk Syfo. Setelah meja makan siap, Syfo kembali ke ruang makan sembari membawa jas dan dasi pilihannya. Syfo menepuk pundak Bi Yana memberi kode pada pembantu rumah tangga tersebut supaya meninggalkan ruang makan dan Syfo yang akan menggantikan tugasnya dalam melayani Aries.  “Nanti siang kamu sibuk?” tanya Aries.  “Nggak terlalu. Kenapa?” balas Syfo setelah duduk di kursi samping Aries.  “Makan siang bareng, yuk!” ajak Aries, dengan raut wajah seolah tidak terjadi suatu hal yang menegangkan akibat bentakannya beberapa saat lalu.  Gerakan tangan Syfo memotong pancake-nya terhenti. “Aku janji makan siang bareng Arkan. Kalau kamu mau bisa gabung,” jelasnya.  “Nggak, deh,” jawab Aries dingin.  “Maaf, aku udah janjian dari dua hari yang lalu. Mau ngomongin soal legalitas proyek baru yang lagi aku pegang. Atau gimana kalau makan malamnya aja yang bareng. Kita makan di luar ya,” saran Syfo. “Kamu mau makan di mana? Nanti aku yang reservasi tempatnya,” sambungnya.  “Nggak usah,” jawab Aries tak acuh kemudian menyelesaikan acara sarapannya. Dia beranjak dari kursi, meraih jas dan dasi yang diletakkan oleh Syfo di sandaran kursi makan kosong, lalu melangkah menuju garasi.  Syfo mengikuti langkah panjang Aries hingga ke garasi. Sambil menunggu Aries memanasi mobil, Syfo meraih dasi dari tangan Aries. Dia menaikkan kerah kemeja Aries, mengalungkan dasi kemudian menyimpulnya dengan rapi. Begitu selesai Syfo membantu Aries mengenakan jasnya lalu mengibaskan tangannya di bahu dan bagian kemeja Aries. Memastikan tidak ada debu atau bagian kusut pada pakaian suaminya yang dapat merusak penampilan. Terakhir Syfo mengecup pipi kiri Aries.  Syfo tersenyum cerah. “Good luck ya, Eris,” ucap Syfo memberi semangat pada Aries. Aries sendiri hanya membalas dengan sebuah anggukan lalu masuk mobil tanpa membalas memberi ciuman pada pipi Syfo. Suasana hatinya sudah terlanjur rusak pagi ini, sehingga dia malas melakukan hal-hal berbau kemesraan dengan orang yang dianggap merusak suasana hatinya. Tidak terlalu mengambil hati sikap dingin Aries pagi ini, Syfo menekan tombol lalu pintu garasi terbuka. Tanpa basa basi berpamitan Aries melajukan mobil keluar dari garasi lalu melewati pagar yang sudah dibuka oleh penjaga rumahnya begitu saja. Syfo memutuskan kembali ke kamar untuk mempersiapkan dirinya menuju kantor.  ***  Syfo mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Arkan, direktur departemen legal di Khawas Group sekaligus adik iparnya. Mereka berdua biasa menghabiskan waktu makan siang bersama untuk mengobrolkan soal pekerjaan dengan cara santai.  “Nanti biar aku aja yang menghadapi Pemda Cikarang,” ujar Arkan sambil membereskan berkas-berkas yang telah disiapkan oleh Symphony untuk meeting bersama pemerintah daerah Cikarang, terkait perizinan yang masih alot untuk pembangunan pabrik di wilayah industri kota tersebut. “Thank you banget, ya, Kan. Nggak tahu lagi kalau nggak ada kamu.” “Kak Syfo bisa aja. Ini memang tugas aku sebagai legal di Khawas Group.” “Ngomong-ngomong meeting tadi pagi hasilnya gimana? Aries nggak ada cerita apa-apa.” “Ya gitulah. Bang Luthfi kasih kesempatan pada Bang Aries untuk melanjutkan proyek di proposal yang dia ajukan, dengan syarat cari sendiri investor yang mau menanamkan modalnya di proyek itu. Bang Luthfi minta aku dampingi Bang Aries ke seminar investor asing di Batam minggu depan,” jelas menghabiskan makanan pesanannya.  Syfo menghela napas lega. Dia bersyukur kali ini Luthfi tidak terlalu mempersulit urusan pekerjaan Aries. “Syukur deh, kalau gitu. Jadi Eris nggak bakal ngambek-ngambek banget sama aku,” ucapnya.  Setelah menghabiskan makanan masing-masing, Arkan mengajak Syfo kembali ke kantor. Setelah keluar dari lift keduanya berpisah menuju ruangan masing-masing. “Oiya, Kan...Salam untuk Melo, ya. Udah lumayan lama aku nggak ketemu dia,” ujar Syfo mengurungkan niat Arkan membuka pintu ruangannya.  “Bukannya Kak Syfo sering mampir ke kafenya Melo?”  “Iya, tapi nggak pernah ketemu Melo di sana. Kata karyawannya Melo udah jarang berkunjung ke kafenya.” “Iya, Kak. Nanti aku sampaikan kalau Kak Syfo nyariin.” Syfo tersenyum kemudian menutup pintu ruangannya mengikuti jejak Arkan yang telah lebih dulu menutup pintu ruangannya sendiri.  ~~~  ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD