BAB 9. Kena Tegur Atasan

1225 Words
Edwyn mengerjap-ngerjakan kedua matanya yang teras masih begitu berat. Kemudian dia memandangi ke seisi kamar dengan kening mengernyit. Butuh beberapa detik berpikir baru kemudian tersadar dia sedang di mana. Diangkatnya sedikit selimut yang menutupi setengah badannya di atas kasur empuk, tidak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya. Dia menoleh ke samping, kosong. Hanya ada bantal bersarung putih bersih di sana, di samping bantalnya sendiri. “Huffttt! Kemana Tiara?” Edwyn mencari-cari lewat sorot matanya hingga terpaku pada jam dinding besar di tembok kamar. “Hah! Sial! Sudah hampir jam sembilan! Aku terlambat kerja!” serunya dengan mata melotot kemudian segera melompat dari tempat tidur, hingga selimut yang menutupinya jatuh ke lantai. Bersamaan dengan itu, Tiara, wanita yang menemaninya semalaman ini keluar dari dalam kamar mandi. Hanya dengan handuk putih yang menutupi mulai dari pertengahan d**a hingga ke paha bagian atas. Rambut panjangnya yang masih setengah basah terurai melewati bahu. “Kamu sudah bangun, Sayang!” seru Tiara seraya tersenyum lebar. Kemudian dia memandangi tubuh kekar Edwyn yang bertelanjang, berdiri di samping tempat tidur. “Aduh! Aku terlambat kerja ini! Kenapa kamu nggak bangunkan aku sih, Sayang?” Edwyn berjalan menuju kamar mandi. “Kan sudah loh semalaman, kamu aku buat bangun,” goda Tiara yang baru saja dilewati oleh Edwyn. “Ahh jangan bercanda, Tiara. Aku sedang terburu-buru ini.” Edwyn yang sudah masuk ke kamar mandi tanpa menutup pintunya kembali. Dia bahkan langsung berdiri di bawah kran shower. Kucuran air hangat langsung membasahi tubuhnya. Tiara tersenyum genit melihat itu. Segera dilepasnya handuk putih yang melilit tubuhnya, kemudian berjalan menghampiri Edwyn. “Loh, kamu mau apa? Bukannya kamu sudah mandi?” Edwyn tampak terkejut karena tiba-tiba Tiara sudah berdiri di depannya. Kini mereka berdua di bawah guyuran air hangat. “Kamu bilang kan mau buru-buru, ya sudah sini aku mandiin saja biar cepat, ya.” Tanpa menunggu jawaban Edwyn, Tiara menuangkan sabun mandi cair ke telapak tangannya, lalu mulai mengusapkan ke seluruh tubuh Edwyn. Mulai dari atas, lalu perlahan turun ke tubuh bagian bawah. Gerakan tangan Tiara yang lembut dan sangat menggoda di tubuhnya, membuat Edwyn lagi-lagi lupa daratan. “Ah! Persetan dengan terlambat kerja! Lakukan, Sayang! Lakukan!” seru Edwyn dengan tubuh sedikit bergetar menahan hasrat yang bergolak seketika. Edwyn yang sedang berdiri, memundurkan tubuhnya hingga bersandar pada tembok. Dia sedikit merenggangkan kakinya lalu memejamkan mata, ketika belaian Tiara semakin turun dan lalu menyentuh bagian intimnya yang telah mengeras. Kini posisi Tiara berjongkok di depannya dan melakukan semua yang diinginkan oleh Edwyn. Hingga keduanya mencapai puncak kenikmatan, persis seperti tadi malam. Edwyn meninggalkan kamar kost Tiara tepat jam sepuluh pagi. Sedangkan untuk ke kantor membutuhkan waktu sekitar empat puluh lima menit. Jika begitu, dia akan sampai hanya satu jam menjelang jam makan siang, benar-benar terlambat. Namun selama perjalanan di dalam mobil, Edwyn justru senyum-senyum sendiri, terbayang kembali bagaimana semalam dia sangat panas di atas kasur dengan Tiara. Yang tidak pernah dia rasakan bersama Lilian. Menurut Edwyn, istrinya sangat polos dan terlalu lemah lembut. Bahkan di kasur pun masih malu-malu saat bermain dengannya. Sungguh berbeda dengan Tiara yang sangat lihai, bahkan bisa menari erotis di atas kasur untuk menggoda Edwyn. Sudah sejak Lilian hamil pada usia kandungannya memasuki trimester kedua, Edwyn menjalin kasih dengan Tiara. Pria kasar itu mulai kehilangan hasrat pada Lilian, sebab seringkali sang istri mengeluh mual, atau pegal-pegal, dan banyak lagi sehingga Edwyn merasa terganggu. Apalagi setelah Lilian melahirkan anak perempuan, dia semakin membenci sang istri, sebab dia dan mamanya menginginkan seorang bayi laki-laki. “Permisi Pak Edwyn, dipanggil oleh Pak Bagas di ruangannya,” ucap seorang karyawan setelah mengetuk pintu ruangan Edwyn yang tidak tertutup. “Hmm oke.” Edwyn menghela napas dengan kesal. Pasalnya dia baru saja sampai sepuluh menit lalu. Bahkan laptopnya juga baru dinyalakan, sudah dapat panggilan dari kepala cabang yang menurutnya sangat cerewet ini. Edwyn membetulkan letak dasinya ketika mengetuk pintu ruangan kepala cabang. “Masuk.” Suara bariton yang berat terdengar dari dalam. Edwyn membuka pintu lalu menutupnya kembali. Dia berjalan dengan gestur tubuh sopan dan senyuman tipis, menghampiri meja kerja atasannya itu. “Siang, Pak Bagas.” “Hmm. Silakan duduk, Pak Edwyn.” Edwyn menghela napas dalam. Jika sudah diminta untuk duduk, itu berarti ada pembahasan penting yang membutuhkan waktu tidak sedikit, sedangkan untuk saat ini dia sedang tidak terlibat proyek apapun. “Maaf, Pak. Hari ini saya datang terlambat. Tadi tiba-tiba ada urusan mendadak sebelum berangkat ke kantor.” Bagaskara sang kepala cabang menatap lurus pada Edwyn. Tatapannya begitu tajam sehingga membuat Edwyn agak salah tingkah. “Urusan apa itu, Pak Edwyn, sampai melupakan pertemuan penting kita dengan mitra bisnis dari PT. Cahaya Timur?!” Seketika kedua bola mata Edwyn membulat, dia kaget bukan main. Pasalnya Edwyn benar-benar lupa kalau pagi ini dia harus mendampingi sang kepala cabang untuk meeting bersama dengan salah satu mitra terbesar. “O—ohh iya umm begini Pak, bukannya saya lupa. Tapi … tapi tadi pagi benar-benar saya kebingungan Pak. Istri saya tiba-tiba merasakan kram perut, yaa namanya juga habis operasi cesar dua bulan lalu, mungkin kadang-kadang masih merasa sakit. Jadi umm … saya harus membawa istri saya ke dokter dulu. Begitu, Pak.” Edwyn agak menunduk, meskipun di dalam hatinya dongkol sekali pada sikap sang atasan yang menurutnya terlalu sok bersikap tegas. Sedangkan Bagaskara ini belum ada satu tahun menjabat sebagai kepala cabang, sedangkan dirinya sudah masuk tahun kelima menjabat sebagai manager marketing. Bagaskara menghela napas dalam. “Huffttt! Ya sudah, tapi saya minta untuk selanjutnya Pak Edwyn bisa mengabari saya jika ada kejadian seperti ini. Jangan tidak ada kabar sama sekali seperti sekarang. Bisa, Pak?” Tatapan mata yang tajam terarah pada sang manager marketing senior yang rumornya pandai bermain kata-kata. Baik kepada klien maupun atasan. Edwyn mengangguk sekali. “Bisa, Pak Bagas.” “Terima kasih. Sekarang saya minta dikirim laporan hasil rapat dengan mitra Surabaya kemarin lusa. Kirim ke email saya.” “Baik, Pak. Saya permisi.” Edwyn membalik badan. Seketika senyum tipisnya berubah menjadi raut wajah mencibir. Dia keluar dari ruangan lalu menutup pintunya kembali. “Sialan!” rutuknya pelan setelah keluar dari ruangan kepala cabang. Kemudian dengan mengangkat dagu, Edwyn melangkahkan kaki menuju ruangannya sendiri, masih di lantai yang sama. Dia mulai menyalakan laptop lalu mengecek hasil notulen atas rapat dengan mitra Surabaya, yang baru saja diadakan kemarin lusa. Keningnya mengernyit ketika menyadari bahwa dia belum membuat laporannya. “Arrgghhh! Sial! Ini gara-gara punya istri selalu bikin kesal suami! Sampai-sampai jadi nggak fokus bekerja!” Kemudian menyambar gagang telepon untuk memanggil wakil manager ke ruangan. “Cepat! Nggak pakai lama!” Teriakan Edwyn di ujung kalimat, lalu meletakkan gagang telepon dengan setengah dibanting. Wakil manager marketing memasuki ruangan dengan tergesa dan raut wajah serius. “Iya, Pak Edwyn? Ada yang bisa saya bantu?” “Buatkan laporan hasil rapat dengan mitra Surabaya. Saya tunggu sekarang juga!” Anak buah Edwyn tersebut terkesiap, dia sedikit mengernyitkan kening. “Umm maaf, Pak. Tapi saya masih bikin laporan mitra bulanan dan deadline sore ini. Juga rapat dengan mitra Surabaya kemarin saya kan tidak ikut, Pak. Hanya Bapak dan—” “Heh Maya! Kamu itu wakil manager, yang artinya wakil saya, jadi harus bisa handle pekerjaan saya kalau dibutuhkan. Sudah jangan banyak protes, saya sudah kirim notulennya ke email mu. Kerjakan itu dulu baru lanjutkan laporan bulanan! Cepat!” teriak Edwyn yang membuat Maya tersentak. “Ba—baik, Pak.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD