Beberapa hari selanjutnya Bulan disibukkan dengan belajar sedang Surya sibuk di kantor. Pria itu tak memiliki waktu senggang meski hanya untuk beristirahat sebentar dan perlahan tapi pasti ingatan sang gadis misterius mulai terkikis.
"Selamat ya Bulan, akhirnya kau berhasil menyelesaikan semua tugas dengan baik. Ini berarti kau sudah siap menjadi pelayan pribadi Tuan Surya." ucap Dona selaku pengajar Bulan.
"Terima kasih Bu, karena bantuan Ibu Dona juga saya akhirnya bisa belajar dengan cepat."
"Sama-sama." Dona kemudian mengambil sepasang pakaian pelayan dan diberikannya pada Bulan.
"Ini adalah seragammu yang kau pakai saat kau bekerja sebagai pelayan pribadi untuk Tuan Surya. Seragam inilah yang akan menandakan kau berbeda dari para pelayan di sini." Bulan menerima seragam pelayan yang terlihat agak mewah.
Jika para pelayan memakai baju yang dominannya berwarna hitam dan putih maka Bulan memiliki setelan jas bewarna merah tua. Kemeja bewarna putih dan memiliki dasi kupu-kupu.
Rok yang dipakai pun adalah rok yang sering dipakai karyawan sama seperti milik Ibu Dona. "Bu Dona, apa benar ini adalah seragamku?"
"Iya, sengaja dibuat agak lain. Oh iya kau juga harus memakai hak tinggi dan ini papan namamu." Bulan terpaku kala menerima papan namanya yang diukir indah dengan tinta warna emas.
"Ini pasti mahal." gumamnya tanpa sadar.
"Besok kau harus mulai bekerja dan pekerjaan pertamamu adalah membangunkan Tuan Surya." Mata Bulan yang awalnya tertuju pada papan namanya lantas berganti melotot disertai mulutnya menganga.
"Harus membangunkan Tuan Surya?" ulang Bulan sekali lagi.
"Ya, apa kau keberatan?" Dona balik bertanya dengan tatapan dingin yang membuat Bulan merasa terintimidasi. Bulan pun menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Tidak Ibu Dona."
"Bagus. Ini adalah jadwal pekerjaanmu. Lakukan dengan baik dan aku tak mau mendengar Tuan Surya komplain. Mengerti?" Nada yang sama menciptakan keseganan dalam diri Bulan yang hanya mengangguk.
Dona lalu pergi meninggalkan Bulan. Gadis itu kemudian keluar dan pergi ke kamarnya sendiri untuk meletakkan barang-barang pemberian dari Dona.
Di perjalanan Bulan selalu disorot oleh para pelayan wanita. Dari pandangan mereka, Bulan melihat kesinisan namun Bulan tak ambil pusing. Malah dia mempercepat langkah, tak ingin berlama-lama.
"Hei Rembulan!" suara panggilan dari Ayu menghentikan langkah Bulan yang lalu membalikkan badan menghadap teman kerjanya itu.
"Aku ucapkan selamat ya karena sudah resmi bekerja di sini."
"Mm ... Terima kasih."
"Tapi meski begitu aku tak senang kau dekat dengan Tuan Surya. Lihatlah dirimu, dengan penampilanmu seperti ini kau tak pantas bersanding dengan Tuan kami yang tampan." Hati Bulan yang awalnya tersentuh kembali dilanda rasa nyeri.
"Tenang saja. Aku tak akan lupa diri kok lagi pula aku datang ke sini bukan untuk menggoda Tuan Surya tapi untuk bekerja." balas Bulan tenang.
"Aku permisi dulu." Bulan kembali memutar tubuh lalu berjalan meninggalkan Ayu yang tidak puas akan jawaban dari Bulan.
❤❤❤❤
"Oh jadi pelajarannya sudah selesai berarti besok dia akan melayaniku?" tanya Surya sementara tangan dan matanya terpaku pada file di mejanya.
"Benar Tuan." Seringai muncul di wajah tampan Surya sebelum akhirnya dia menengadahkan kepalanya memandang si kepala pelayan.
"Wah itu kabar yang bagus, aku jadi tak sabar menunggu hari esok." ucap Surya masih menampakkan seringainya. Entah karena apa.
Keesokan paginya, Bulan sudah siap dengan seragam barunya dan tinggal sentuhan terakhir yaitu memakai kacamata. Sebelum dia pergi ke kamar Surya, Bulan terlebih dahulu menuju dapur guna mengambil sarapan majikannya itu.
Dengan berhati-hati, Bulan menghampiri pintu kamar milik Surya lalu mengetuk. Sampai tiga kali tak ada jawaban yang membuat Bulan berani masuk.
Gorden masih menutup sempurna sedang lampu tidur menyala dan sosok Surya tengah tidur. Bulan meletakkan nampan berisi sarapan di meja lalu membuka gorden sehingga cahaya matahari masuk ke dalam kamar memenuhi seisi ruangan.
Karena itu Surya menggeliat. Bulan menoleh hendak mengucapkan selamat pagi tapi perkataan yang ingin dilontarkan tertahan langsung di tenggorokan kala melihat Surya telanjang d**a.
Pria itu mengucek matanya disertai merenggangkan otot-otot yang kaku. Dirinya tak menyadari kehadiran Bulan yang terpana sampai kesadarannya pulih secara perlahan. "Selamat pagi Bulan."
"Se-selamat pagi Tuan Surya." balas Bulan gugup dan juga menunduk.
"Tuan, sarapan telah siap."
"Iya, aku mandi dulu. Kau siapkan pakaianku." Surya melenggang masuk begitu mengambil handuk. Bulan lantas menggelengkan kepalanya kuat berusaha menyadarkan dari rasa kagum terhadap Surya.
Bulan lalu membuka lemari dan mengambil sepasang pakaian. Tak lupa dia cocokkan supaya penampilan Surya nanti lebih elegan. Beberapa menit Surya keluar dari kamar mandi masih dengan telanjang d**a tapi kali ini dia hanya memakai handuk di sekitar pahanya.
Untuk kedua kalinya Bulan terdiam terlebih aroma sabun yang menyeruak membuat Bulan makin terpukau saja. Semua itu hilang tak berbekas tatkala mata Bulan bertemu dengan mata milik Surya yang memandangnya teduh.
"Kau kenapa memandangku seperti itu?" pertanyaan dari Surya yang mendadak menciptakan detak jatung Bulan berdebar tak karuan. Buru-buru Bulan menoleh ke tempat lain memutuskan pandangan.
"Maafkan saya Tuan." setelahnya tak ada lagi ucapan dari Surya karena mengenakan bajunya. Bulan bisa mencium bau parfum yang dipakai oleh Surya dan jujur itu memabukkan.
"Bulan bisakah kau membantuku?" Bulan memutar tubuhnya dan menemukan Surya agak kesulitan dengan dasinya.
"Kau tahu bukan cara merapikan dasiku?" Gadis itu tak menjawab. Dia mendekat sedang jemarinya meraih dasi Surya untuk diikat.
Bulan pun berusaha agar mengabaikan tatapan teduh dari majikannya itu. Senyuman di bibir Surya kemudian berganti tawa kecil tanpa sebab sehingga Bulan agak tersinggung. "Tuan, kenapa Anda tertawa?"
"Lucu saja kau pelayanku tapi memperbaiki dasiku jika orang-orang yang melihat ini mungkin mereka akan mengira kau istriku. Pelayan rasa istri."