"Aku mengerti sekarang, kenapa pak tua itu mau menikah denganmu karena kau memiliki wajah yang cantik. Pria memang selalu seperti itu, suka lihat yang bening." Bulan tak berdaya, dia hanya bisa menggigit bibir sambil menunduk ke bawah tak berani menatap Surya.
Kepala Bulan terangkat mendadak disebabkan Surya menyentuh dagu gadis belia itu dan memandang lekat pada pria yang memberikannya tatapan tajam.
"Sekarang, apa pembelaanmu?" Bulan menggigit bibirnya sekali lagi, tatapan Surya mengintimidasinya sampai dia tak bisa berkata-kata. Terus terang Bulan sebenarnya ingin meminta maaf tapi Surya membuat dirinya lemas hanya dengan pandangan.
"Kenapa kau diam? Bukankah kau bisa bicara?" Gadis itu bergeming membuat Surya mendecak kesal. Paling jengkel saat Bulan kembali menggigit bibirnya. Dia kemudian menarik kepala Bulan mendekat dan dalam hitungan detik Bulan bisa merasakan bibir Surya menempel di bibir milik Bulan.
Bulan awalnya mencoba untuk menjauh tapi Surya malah menariknya lebih dekat bahkan sekarang tak ada jarak sama sekali. Gadis itu sekarang memberontak namun Surya menguncinya dengan cara mendekap.
Untuk beberapa saat Bulan tak bisa bergerak. Tak ada yang dia lakukan lagi selain menerima ciuman lembut dari Surya yang berlangsung lama. Surya lalu memundurkan wajahnya untuk menatap lama Bulan.
Wajahnya yang memerah kini tertunduk. "Lain kali kau harus menjawab lebih cepat, aku tak mau menunggu. Paham?"
"I-iya Tuan." katanya cepat.
"Bagus. Sekarang kau harus jawab pertanyaanku? Kenapa kau tak bilang padaku tentang hal ini dan kau juga berbohong beberapa kali padaku. Untuk apa itu?" Bulan yang masih tertunduk membuang napas.
"Maaf Tuan saya tak bermaksud untuk menyembunyikan hal ini pada anda. Saya hanya ingin hidup bahagia tanpa ada gangguan sama sekali. Kehidupan saya di desa sungguh tak nyaman sebab wajah cantik saya.
Banyak yang membenci saya karena wajah saya dan imbasnya, saya tak memiliki banyak teman. Tuan juga sudah lihat bukan bagaimana saat itu saya dipaksa menikah karena hutang sewaktu kuliah." Bulan lalu mengangkat wajahnya, memandang serius kepada Surya.
"Jadi kalau Tuan mau menghukum saya, silakan. Saya akan terima hal itu." Surya awalnya diam, pria itu membuang napas dan mendorong pelan Bulan.
Kontan Bulan berdiri melangkah mundur lalu menunggu apa yang dibicarakan oleh Surya padanya. "Aku berterima kasih karena kau sudah mau jujur padaku. Sekarang, aku harap kau tidak akan lagi menyembunyikan sesuatu. Apa kau mengerti Bulan?"
"Iya Tuan."
"Pergilah nanti aku akan memanggilmu."
"Baik Tuan." Bulan lalu keluar dari ruangan Surya. Dia membuang napas sebentar lalu berjalan menuju kamarnya, mengikuti intruksi dari majikannya itu.
Tapi dalam perjalanan Bulan bertemu dengan sosok yang sama sekali tak ingin dia temui. Ayu. Raut wajah tak suka diperlihatkan gadis itu kepada Bulan namun Bulan tak ambil pusing.
Dia langsung melengos pergi, tidak memberikan kesempatan Ayu untuk membuka mulutnya. "Hei kau?!" sekali lagi Bulan mengabaikannya bahkan mempercepat langkah.
Bulan bersyukur Ayu tak mengejar dirinya jadi dia langsung masuk ke kamar untuk mengambil kacamata sedang rambutnya dia ikat. Dia lalu keluar dan bekerja seperti biasa.
Sepanjang bekerja Bulan ditanyai oleh beberapa pelayan khususnya para pria. "Eh Bulan, kau sudah pulang? Di mana gadis itu?"
"Gadis yang mana?"
"Itu loh gadis yang menggantikanmu. Yang cantik itu."
"Oh dia sudah pergi, Tuan Surya sudah memintanya pergi setelah aku pulang dari urusanku." sekali lagi Bulan pandai berbohong demi keselamatannya sendiri.
"Benarkah? Sayang sekali. Apa kau tahu di mana tempat tinggalnya?" Bulan tersenyum.
"Aku tak tahu tapi Tuan Surya tahu. Apa kau mau bicara dengan Tuan Surya?" pelayan itu lantas menggeleng dengan tersengih. Jelas para pelayan tak berani menanyakan hal itu.
"Kalau begitu aku harus bekerja, Tuan Surya pasti sudah menungguku." sepeninggal Bulan, para pelayan lelaki merasa ada sebuah kejanggalan.
"Ini aneh. Kalau dia pergi, seharusnya kita lihat."
Sementara itu Bulan sudah sampai di depan pintu ruang kerja milik Surya. Dia bisa mendengar suara bising di dalam sana tapi tak berani untuk masuk. Takut menganggu.
Sementara menunggu Bulan malah teringat akan ciuman dari Surya. Wajah Bulan memerah, jemarinya otomatis menyentuh bibir seraya berpikir bagaimana ciuman itu terjadi. Tapi paling penting di sini adalah Surya telah merebut ciuman pertamanya.
Bulan kembali syok dan berkat hal itu pula kakinya agak lemas. Dia lalu mencoba menyangga tubuhnya di pintu sekaligus menjernihkan pikiran sebentar. "Eh gadis cantik ada di sini,"
Bulan mendongak. Dia menemukan sosok Galaksi-om muda Surya tengah menampakkan senyuman. Galaksi tak datang sendiri melainkan dengan seorang wanita asing.
"Tuan Galaksi sedang apa di sini? Mau bertemu dengan Tuan Surya ya?"
"Iya, biasa urusan pekerjaan. Dia ada?"
"Iya Tuan. Silakan masuk saja."
"Hei kenapa kau lesu begitu? Apa ada masalah dengan keponakanku?" Bulan tentu saja merasa tak enak dan menolak untuk berbicara. Namun setelah dibujuk, gadis itu pun mengatakan jika Surya sudah tahu tentang dirinya.
"Bulan jangan kecewa begitu. Harusnya kau senang karena Surya sudah tahu siapa kau yang sebenarnya, buktinya dia tak melakukan apa pun padamu, kan?" agak ragu Bulan mengangguk.
Jujur dia malu jika Galaksi tahu akan ciuman pertamanya direbut oleh Surya. "Bulan kenapa melamun lagi? Wajahmu merah lagi, kau sakit?"
"Ti-tidak Tuan. Saya cuma merasa udaranya panas di sekitar sini." kilah Bulan seraya mengipasi diri sendiri dengan tangannya.
"Oh aku pikir kenapa," Galaksi melihat sebentsr pada sosok pria di belakangnya. Secara mendadak Galaksi menarik wanita itu mendekat.
"Kau belum berkenalan dengannya? Namanya Sandy, Sandy ini Bulan calon istrinya Surya." kata terakhir segaja dia bisikkan pada Sandi agar Bulan tak mendengarkan.
Sementara Sandy tampak kikuk berjabat tangan dengan Bulan. Dia hanya menyunggingkan senyum tipis saat Galaksi berbisik. "Saya Bulan asisten pribadi Tuan Surya." ucap Bulan.
"Saya Sandy, asisten pribadi Galaksi." mata Galaksi membulat. Dia tampak protes kepada Sandi.
"Kenapa kau berbohong? Kau, kan calon--"
"Sudah, sudah katanya kau mau berbincang dengan Surya ayo masuk." pada akhirnya mereka meninggalkan Bulan yang termangu sendirian. Agak heran melihat sikap kedua orang itu.