Menginap di markas

1053 Words
Belva menatap langit-langit ruangan, dia menoleh ke sebelahnya. "Kakak, kenapa kita gak pulang aja?" tanya Belva pada Virgo yang sudah terlihat memejamkan matanya. "Sama saja, sudah tidurlah!" jawab Virgo malas. Belva memiringkan badannya menghadap Virgo, dia masih sulit memejamkan matanya. Apalagi, alas tidurnya hanya karpet biasa, jadi terasa keras. "Kakak, kau sudah tidur?" tanya Belva lagi, dia memegang lengan Virgo. Virgo sendiri hanya merubah posisi tangannya, melepaskan dari pegangan Belva. Tapi tidak membuka matanya. Karena Virgo tidak mau menjawab, Belva memilih lebih mendekat pada Virgo. Dia mengangkat tangannya, agar bisa masuk ke dalam pelukannya. Sekarang kepalanya berbantalkan lengan Virgo. Meskipun lebih keras dari bantal sofa, tapi dia nyaman dengan posisi tersebut. Jika itu bukan bukan Belva, sudah pasti orang itu akan mendapatkan pukulannya. Sayangnya itu adalah gadis kecilnya. Dia risih, tapi seperti biasa, dia membiarkan saja. Belva tetap tidak bisa tidur. Dia membenci ide Virgo untuk tidur di markas. Karena di markas hanya ada bantal sofa dan karpet saja. Juga, ada suara berbisik dari para preman di lantai satu. Dia mengutuk Bian, karena laki-laki itu tidur di kamar Virgo, jadinya dia dan Virgo harus tidur di markas. "Pejamkan matamu!" Virgo sedikit merubah posisinya agak memiringkan badannya, sehingga terlihat seperti mendekap Belva. "Tidak bisa. Badanku sakit. Ayo tidur di sofa saja!" Belva melirik sofa di sebelahnya, setidaknya itu lebih empuk. "Badanmu tidak muat di sana. Hanya akan menyiksa tulangmu, sudah kau hanya harus pejamkan mata saja, maka kau akan tidur!" Virgo mengusap pelipis Belva, mengusapnya hingga membuat Belva agak mengantuk. Cukup lama Belva tidak bersuara, Virgo membuka matanya, hanya untuk melihat kalau gadis itu sudah terlelap. Dia mengubah posisinya jadi telentang. Ikut memejamkan matanya. Belum lama dia tertidur, ada suara ketukan pintu. Virgo sangat peka, dia langsung bangun dan memindahkan kepala Belva ke bantal sofa. Pintu terbuka, Virgo langsung menyuruh anak buahnya yang membawa kasur berukuran sedang itu masuk. "Jangan buat suara!" Satu peringatan dari Virgo, membuat preman yang membawa kasur itu langsung memelankan langkahnya. Mereka tidak mau ambil resiko, kalau sampai gadis kesayangan bosnya terbangun. Meletakkan kasur itu di dekat jendela. Sebenarnya kurang cocok jika ruangan itu memiliki kasir di dalamnya. Tapi bosnya tidak akan suka keinginannya dikritik. Mereka langsung keluar setelah bos menyuruhnya segera pergi. Virgo berencana menjebol dinding ruangan sebelah. Karena ruangan sebelah hanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan, Virgo berniat menjadikan itu menjadi ruangan pribadi lagi. Setidaknya menyatu dengan kantornya. Markas preman sudah digunakan sejak beberapa tahun lalu, dan butuh sedikit perbaikan. "Tetap tidur, ini aku!" Virgo hendak memindahkan Belva, dan gadis itu belum tertidur lelap, sehingga sedikit terganggu. Dia memindahkan Belva, dan langsung keluar dari rumah kantornya. Menemui para anak buahnya. "Bos, kami hendak melakukan pengecekan di wilayah barat. Ada beberapa begal yang berkeliaran di sana!" lapor salah seorang begitu melihat Virgo. "Pastikan mereka tertangkap. Dan hindari patroli polisi!" Virgo tidak mau permannya ditemukan oleh anak buahnya. Meskipun sudah sering terjadi, hanya agak repot saja pengurusannya. "Siap bos!" Orang itu langsung pergi bersama beberapa preman lainnya. Virgo menghampiri preman lainnya. Ada beberapa preman baru yang masih terlihat muda. Virgo tidak diam merekrut anak muda, karena mereka agak sulit dikendalikan. Tapi kadang ada saatnya dia butuh untuk penyamaran. "Bos, satu dari mereka anak sekolahan. Tapi lainnya hanya anak jalanan yang butuh pekerjaan!" Virgo memperhatikan wajah-wajah yang sedang menunduk takut. Dia menendang kaki salah satu dari mereka. Membuat anak itu mengaduh kesakitan. "Kenapa mau jadi preman? Kau seharusnya fokus dengan sekolahmu!" ujar Virgo datar. Anak buahnya tidak lagi terkejut, saat Virgo sudah tahu anak mana yang masih sekolah diantara lima anak lainnya. Karena bosnya itu memang memiliki insting yang kuat. Para anggota kepolisian lainnya mengakui tentang kehebatan komandan Virgo sebagai orang yang mampu. Semakin insting yang kuat, Virgo dikenal sebagai orang yang cakap. Meskipun jarang berbicara, tapi rasanya dia tahu segalanya. Wilayah Palembang serasa seperti berada di genggamannya. Meskipun ada banyak petinggi lain yang lebih berkuasa, tapi rasanya kekuasaan itu hanya tunduk pada seorang komandan Virgo. Para anggota kepolisian tidak ada yang tahu kalau Virgo merangkap sebagai ketua preman. Karena preman-preman itu begitu loyal pada pemimpin mereka, tidak ada yang tahu wajah ketua preman, kecuali anak buahnya sendiri. Sehingga, saat melihat Virgo, orang lain hanya mengenalnya sebagai komandan. _ Di sebuah apartemen, Kai sedang menyuntikkan sesuatu pada lengannya. Matanya terpejam, menunggu obatnya bereaksi. Badannya mulai menggigil. Dia berjalan ke arah kamarnya, membawa serta jarum bekas suntikan bersamanya. Kakinya telah membawanya mencapai tempat tidur. Menjatuhkan badannya di sana, setelah meletakkan jarum bekas tadi ke dalam laci. Dia meringkuk di atas tempe tidurnya, bayang-bayang teriakan mamanya masih terbayang jelas. Hingga akhirnya mulai memudar. Karena setelah itu dia baru bisa jatuh tertidur. Kai yang memiliki nama panjang Kaisar Syailendra. Anak tunggal dari seorang mantan politikus yang kini mendekam di balik jeruji besi. Sejak mendapatkan tuduhan sebagai pembunuh, Kai harus merelakan papanya dipenjara. Tapi mamanya tidak bisa merelakan dan akhirnya memilih bunuh diri, meninggalkan Kai sendirian. Padahal saat itu Kai masih berusia empat belas tahun. Dia harus terbiasa tinggal sendiri dengan harta peninggalan orangtuanya. Semua hak mereka milik atas kekayaan Syailendra dijatuhkan pada Kaisar Syailendra. Dia anak seorang pembunuh yang harus tinggal sendirian di sebuah apartemen. Karena dia tidak sanggup tinggal sendirian di rumah besar yang memiliki banyak kenangan tentang orangtuanya. Sudah empat tahun sejak papanya masuk dalam penjara. Tapi Kai sama sekali belum pernah mengunjunginya. Dia masih menyimpan kemarahan atas semua yang terjadi padanya. Malam itu, malam dimana beberapa polisi memasuki rumahnya. Membekuk papanya dengan tuduhan tersebut. Pengacara tidak bisa membebaskan papanya, karena kuatnya bukti yang dimiliki kepolisian. Dia masih ingat tatapan seorang komandan yang menangkap papanya. Komandan Virgo, orang yang telah menghancurkan keluarganya. Dia akan ingat wajahnya. Hampir setiap malam, dia selalu mengalami mimpi buruk. Untuk bisa terlelap, dia butuh obat-obatan. Karena ingatan tentang malam itu terus saja membayanginya. Teriakan mamanya, dia masih ingat air matanya mengalir deras. Kai tidak mengerti, kenapa mamanya tega meninggalkannya dengan beban itu sendirian. Kemarahan dalam dirinya seperti api yang sulit dipadamkan. Sejak malam itu, Kai menjadi sosok yang sulit didekati. Pembentukan karakternya berasal dari sebuah trauma. Dan saat dia melihat seorang gadis cantik bersama orang yang paling dibencinya. Saat itu dia mulai tertarik untuk membalas. Satu hal yang Kai tidak mengerti. Kenapa gadis cantik itu tinggal bersama komandan b******n tersebut. Setiap kali melihatnya, dia merasa ingin mengambilnya dari komandan tersebut. Meskipun dia tahu, komandan itu bukan lawannya untuk saat ini. Tapi siapa yang tahu apa yang bisa dilakukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD