2

730 Words
Malam ini, Anggie dan Yoan sudah janji akan menonton bioskop bersama. Yoan sudah datang lebih dulu dan menunggu Anggie di Kafe Kopi kesukaan mereka. Yoan sudah duduk dan membeli segelas minuman kopi late dan pancake stroberi. Awalnya Yoan begitu cuek dengan keadaan sekitar. Ia merasa tidak ada yang kenal juga. Yuda datang menghampiri Yoan lalu duduk tepat di depan Yoan. Yoan mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke arah Yuda. "Kak Yuda?" ucap Yoan kaget. "Hai ... Sendirian?" tanya Yuda pada Yoan. "Harusnya sih gak sendirian. Lagi nunggu Anggie," jawab Yoan jujur. "Owh ... Nonton yuk?" ajak Yuda pada Yoan. "Ta -tapi Anggie?" Yoan merasa tak enak pada Anggie. "Dia gak bakal datang. Yuk," ajak Yuda lagi. Yoan terpaksa menuruti Yuda, seniornya. Ada sedikit rasa kagum karena kehebatan Yuda yang terpilih sebagai Ketua BEM. Tak hanya keren tapi juga pintar dan memiliki wibawa. Yuda menggandeng tangan Yoan menuju lantai paling atas di Mall itu. Yuda memang sudah sekongkol dengan Anggie karena ingin mendekati Yoan. Yoan termasuk gadis yang sulit diajak pergi. Tapi lewat Anggie semuanya terasa mudah. Yuda sudah membeli tiket bioskop dan kembali menghampiri Yoan yang menunggu di barisan belakang. Yuda mengajak Yoan untuk membeli beberapa makanan untuk bekal saat menonton film di dalam bioskop tersebut. Yoan kembali duduk dan menunggu waktu masuk ke dalam bioskop. "Kamu belum punya pacar kan," tanya Yuda. Yoan menggelengkan kepalanya pelan, "Belum." "Kalau kita jalan gini. Berarti gak ada yang marah kan?" tanya Yuda lagi memastikan. "Gak ada Kak," jawab Yoan lagi. Yoan nampak malu sekali duduk berdua dengan Yuda. Jujur, Yoan belum pernah pacaran. Dari dulu banyak yang deketin Yoan. Tapi, Yoan enggan untuk pacaran. Mama dan Papanya juga tidak memperbolehkan Yoan untuk pacaran. Tiba -tiba saja ada satu pasangan ikut duduk di sofa tepat di depan Yoan dan Yuda. Yoan mengangkat wajah dan tak sengaja pandangan matanya bertemu dengan kedua mata tajam Ridho yang sedang pergi bersama dengan Litha, rekan kerja sesama dosennya itu. "Pak Ridho," umpatnya dalam hati. Yuda mengibaskan tangannya di depan wajah Yoan. "Hei ... Ngelamunin apa sih?" tanya Yuda serius menatap Yoan. "Ah .. Enggak kok. Disini rame banget ya?" ucap Yoan gugup. Yuda memegang tangan Yoan dan membawa tangan itu ke pangkuannya. Yoan pu ikut bersandar di sofa. Jantubgnya terus berdegup kencang. Kedua matanya sesekali melirik ke arah depan. Yoan melihat Bu Litha yang begitu perhatian pada Pak Ridho. Tapi, Pak Ridho terlihat cuek dan tak begitu menanggapi. Ridho malah serius melihat ke arah Yoan dan tangan Yoan yang digenggam erat oleh Yuda. Tatapan Ridho begitu sinis dan tajam penuh ketidak sukaan. Waktu berlalu, entah memang suatu kebetulan atau tidak. Tempat duduk Yoan bersebelahan dengan Ridho. Kebetulan Yuda tak mengenal Ridho karena Yuda dan Yoan bukan dari Fakultas dan jurusan yang sama. Lampu ruangan bioskop itu belum dimatikan. Yoan dan Ridho malah jadi salah tingkah sendiri. Mereka tidak saling kenal tapi seperti memiliki chemistry tersendiri. Terlihat memang Bu Litha sangat menyukai Pak Ridho. Dengan tanpa rasa sungkan, Bu Litha menyuapi Pak Ridho dan dengan tegas ditolak oleh Ridho. Dua jam berlalu. Film itu sudah selesai. Yoan mulai tidak nyaman jalan dengan Yuda. Tangan Yuda terlalu ramah sekali. Yuda sudah berjanji akan mengantar Yoa pulang ke rumah. Saat berjalan menuju ke parkiran. Yuda langsung menarik tangan Yoan dan memeluk Yoan di dekat pohon yang rindang. Yuda sedikit memaksa Yoan agar mau dicium bibirnya. Selama di dalam bioskop. Yoan terus menolak. "Kak Yuda mau apa sih! Yoan gak mau Kak! Lepasin Yoan!" ucap Yoan yang tak bisa teriak karena mulutnya dibungkam dengan tangan besar Yuda. Bugh! Bugh! Yuda jatuh tersungkur setelah mendapat beberapa pukulan dari seseorang tak lain Ridho. "Pak. Terima kasih," ucap Yoan pelan. "Pulang sekarang!" titah Ridho pada Yoan. Yoan bergegas pulang dan tak tahu apa yang kemudian terjadi pada Yuda. *** "Bukannya itu mahasiswi Kampus kita?" tanya Litha saat dalam perjalanan pulang. "Hu um ..." jawab Ridho datar. Litha mengangguk pelan dan kembali fokus menatap ke arah depan. Sudah lama ia menyukai Ridho, rekan kerjanya ini. Namun sayang, sampai saat ini, Ridho sama sekali tidak menunjukkan tanda -tanda kalau ia juga memiliki perasaan yang sama pada Litha. Ridho cenderung cuek dan dingin. "Sudah sampai," ucap Ridho pelan. Ridho menghentikan laju mobilnya tepat di depan rumah Litha. "Mampir dulu, Pak," tawar Litha. "Lain kali aja. Sudah malam," jawab Ridho cepat. Litha hanya mengangguk pasrah dan keluar dari mobil tersebut lalu masuk ke teras rumahnya sambil melambaikan tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD