Saat Paul sedang berjalan hening sambil berbicara sendiri, tiba-tiba dia merasakan hawa kehadiran seseorang di belakangnya yang cukup kuat.
“Hey kau,” ucap suara misterius itu dari belakang, membuat Paul secara refleks menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. “Apa yang sedang kau lakukan di sini?”
Entah karena situasinya minim pencahayaan atau memang sosok misterius memiliki tubuh yang tidak lazim sehingga Paul membelalakan matanya dan meloncat mundur, menjauhi makhluk asing itu yang bentuknya sangat tinggi dan juga besar.
Tentu saja yang dimaksud tinggi dan besar adalah badan dari makhluk itu, sungguh Paul saja sampai tak henti-hentinya terpaku dengan ukuran tubuh dari sosok itu, karena dia belum pernah melihat manusia yang setinggi dan segemuk itu dalam hidupnya.
“Gila! Sebenarnya kau ini apa?”
Bahkan Paul harus mendongakkan kepalanya, mengangkat dagunya tinggi-tinggi agar ia dapat melihat wajah dari manusia aneh itu, meski sejujurnya tidak mungkin karena suasana sedang remang cahaya seperti ini.
“Maaf jika aku mengagetkanmu, aku hanya ingin bertanya saja, kau sedang apa di sini?” tanya makhluk gemuk itu yang akhirnya bisa diidentifikasi bahwa dia merupakan seorang laki-laki tambun yang tubuhnya nyaris mencapai 5 kaki.
“Bukan urusanmu! Lagipula, kau ini siapa!? Bertanya begitu seolah-olah kau mengenaliku, berhentilah sok akrab begitu, b******k!”
“Eh?” Pria raksasa itu terkaget saat Paul membentak-bentaknya dengan kasar. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita berkenalan? Namamu siapa? Aku Gadon, meski penampilanku begini, aku bukan orang jahat, aku orang baik.”
“Hah? Kau pikir aku peduli soal namamu? Siapa juga yang ingin berkenalan denganmu! Menjauhlah dariku! Aku sedang sibuk! Kau bukan siapa-siapa! Aku juga tidak peduli kau orang jahat atau pun baik! Gadon Sialan!”
Setelah mengatakan itu semua, dengan santainya Paul membalikkan badannya dan kembali melangkah, melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti. Hatinya jadi gondok karena harus berurusan dengan manusia raksasa itu, Paul jadi kesal pada Roswel karena tidak memberitahukannya soal makhluk-makhluk yang menghuni istana b****k ini.
Tapi ya sudahlah, toh Paul juga tidak begitu mempedulikannya.
Terus melangkah dan melangkah, meninggalkan Gadon yang sedang berdiri di tengah lorong sendirian, akhirnya secercah cahaya yang terang benderang mulai muncul, Paul sudah mencapai ujung dari lorong panjang ini sebelum akhirnya dia bisa keluar dari tempat gelap ini.
“Hah?” Paul terkejut karena dia malah kembali ke ruangan berbunga yang sebelumnya pernah didatanginya dengan Roswel.
Memicingkan kelopak matanya, mengamati tempat itu baik-baik, Paul menemukan ada beberapa sosok yang hadir di ruangan penuh bunga ini, salah satunya adalah gadis yang pernah meremehkannya dan ia siksa dengan boneka jerami milik Lolita.
“Ternyata dia masih ada di sini, ya?” Paul memandangi sekelompok laki-laki asing yang berjalan mendatangi gadis sialan itu. “Siapa mereka?”
Dilihat dari gaya pakaiannya, Paul bisa menebak kalau lelaki-lelaki bodoh itu pasti semacam geng yang suka sekali mengganggu orang lain.
Tidak langsung masuk lebih dalam ke ruangan itu, Paul memilih berdiri dulu di ambang pintu masuk, ingin menyaksikan apa yang akan dilakukan sekelompok lelaki itu pada gadis berambut putih keriting itu yang ia ingat namanya kalau tidak salah adalah Gissel, salah satu mentor dari negara Marigold.
“J-Jangan mendekat!” Gissel tampak memundurkan langkahnya dengan gontai, dua betisnya bergetar, wajahnya jadi sangat ketakutan saat Leo dan sepuluh pahlawannya mendatangi dirinya dengan memasang wajah menyeringai jahat layaknya sekelompok harimau sedang mengepung seekor kancil lemah. “Kubilang jangan mendekat!”
“Kau ini sebenarnya kenapa? Kami mendekatimu hanya ingin berinteraksi saja, kau pikir kami mau melakukan apa padamu? Memperkosamu? Itu tidak mungkin.” kata Leo dengan menghentikkan langkah kakinya, sesaat jaraknya dengan Gissel cuma sekitar 1 meter, pahlawan-pahlawannya pun mengikuti gerakannya dengan berhenti melangkah.
“Aku tidak percaya padamu! Kau sudah mempermainkanku sebelumnya! Kali ini aku tidak akan membiarkanmu berbuat seenaknya padaku, dasar lelaki pengecut!”
“Lelaki pengecut?” ulang Leo dengan menoleh ke muka pahlawan-pahlawannya yang berdiri di belakangnya, ia pun menyebarkan tawa renyahnya, membuat mereka semua termasuk dirinya terkekeh-kekeh mendengar perkataan lembut yang dipenuhi rasa takut dari mulut Gissel.
“Aku kemari cuma mau bilang,” Tawa mereka berhenti secara serentak saat Leo kembali melanjutkan ucapannya. “Mengapa kau dengan Pelayan Pendampingmu bisa berbicara secara akrab dengan Tuan Vardigos? Apakah kalian sudah saling kenal? Atau mungkin kalian lah yang memakai suatu cara agar bisa dekat dengan beliau? Jawab pertanyaanku, Gissel.”
Rambut cokelat milik Leo terasa hangat, aromanya seperti daun pepaya yang harum, itulah yang Gissel rasakan saat lelaki yang merupakan seorang mentor dari Megasta mendatanginya sedekat ini.
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan,” Gissel menggeleng-gelengkan kepalanya dengan menggigit bibir bawahnya seraya menatap tajam bola mata Leo setajam silet. “Tapi apa pun itu, aku tidak peduli pada maksudmu, aku hanya ingin kau bersama pahlawan-pahlawanmu pergi dari hadapanku! Menjauhlah! Jangan dekati aku!”
“Hoooo?” Seringaian di bibir Leo jadi semakin mengembang selepas Gissel berkata demikian, rasa gemas ingin menghancurkan sesuatu bangkit dari alam bawah sadarnya, ia benar-benar ingin menghabisi nyawa gadis ini.
“Baiklah, aku mengerti. Tidak ada gunanya bertanya pada gadis lemah yang sedang ketakutan. Kalau begitu, kami akan pergi. Jangan khawatir, aku bersama bawahan-bawahanku tidak akan mengganggumu lagi, Tuan Putri.”
Direndahkan serendah-rendahnya, Gissel tersentak saat mendengar ucapan Leo yang menganggap dirinya sebagai gadis yang lemah, itu sangat menyebalkan dan amarahnya jadi naik saat itu juga. Maka dari itu, Gissel langsung mengatur napasnya pelan-pelan dan bersuara, “Tadi kau bilang apa?”
Baru saja Leo mau mengajak pahlawan-pahlawannya pergi dari tempat ini, ia terkejut dan menoleh saat mendengar suara Gissel yang terasa nyaring dari sebelumnya, nadanya dipenuhi dengan amarah dan rasa kesal, itu benar-benar membuat Leo jadi terhibur.
“Kenapa? Aku? Aku tidak bilang apa-apa, kok,” Disusul suara tawa pahlawan-pahlawannya sesaat Leo mengatakan itu. “Memangnya aku bilang apa, ya?”
“Kau tadi menyebutku sebagai gadis lemah yang sedang ketakutan! Apa maksudnya itu!? Apa kau menghinaku?”
“Tenangkan dirimu, Gissel. Aku sama sekali tidak berniat menghinamu, aku bilang begitu karena memang kenyataannya kau seperti itu. Tidak ada sedikit pun aku berniat merendahkanmu atau semacamnya. Begini-begini aku juga punya sopan santun, loh.”
Jelas-jelas tadi Leo mengatakannya dengan nada dan ekspresi yang merendahkan Gissel, tapi mengapa dia tidak mau mengakuinya?
Menyebalkan sekali! Gissel sangat tidak suka dihina-hina seperti itu, itu membuat perasaannya terganggu dan bahkan bisa berpotensi depresi.
Gissel tidak ingin dirinya jatuh terpuruk lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika dia pertama kalinya mendapatkan hujatan massal dari sosial media saat dia debut sebagai selebgram di Minstagram.
“Kau harus minta maaf,” tekan Gissel dengan nada yang penuh kemarahan. “Pokoknya kau tidak boleh pergi sebelum meminta maaf padaku!”
“Hooo? Kau ini benar-benar menjengkelkan, ya?” Leo jadi tersenyum kecut saat melihat Gissel menampilkan wajah benci pada dirinya. “Kunci dia!” perintah Leo pada sepuluh pahlawannya, dan secara serentak mereka semua langsung berlari mendekati Gissel dan satu-persatu dari mereka menarik tangan Gissel, memegang erat pundaknya, bahkan membekap mulut gadis keriting itu hingga membuatnya hanya bisa mengerang-erang meminta dilepaskan.
“MMMMMM! MMMMMMM!” Sekuat tenaga Gissel menggeleng-gelengkan kepalanya, agar bekapan pada mulutnya bisa terlepas karena dia ingin meneriaki sesuatu pada Leo, tapi usahanya sia-sia karena bekapan dari tangan laki-laki terlalu kuat untuk dilepaskan oleh seorang gadis sepertinya.
“Ketahuilah,” ucap Leo dengan berjalan santai di depan Gissel yang seluruh tubuhnya sedang dikunci oleh sepuluh pahlawannya sambil berdiri.
“Sejujurnya aku tidak ingin melakukan ini padamu, apalagi kau ini adalah salah satu idolaku yang sangat kukagumi. Jika kau mau tahu, aku ini sangat mengidolakanmu bahkan sebelum kau debut sekali pun dari Minstagram. Aku pertama kali melihatmu saat kau mengikuti audisi menyanyi di sebuah studio besar dan disiarkan di televisi. Saat itu kau gagal, tapi disitulah rasa kagumku muncul begitu saja dari dalam hatiku, kau benar-benar membuatku merasa bahagia, Gissel.”
Mendengar segala yang Leo ucapkan, Gissel hanya mengerang kesal, dia tidak begitu memperdulikan soal masa lalunya atau pun asal-muasal lelaki jahat itu mengaguminya. Yang Gissel inginkan saat ini hanyalah Leo minta maaf padanya dan pergi menjauhinya.
Hanya itu saja. Tapi sepertinya tidak sesimpel itu, mengingat orang yang dia bicarakan di sini adalah Leo Si Tukang Pengganggu yang Super Menyebalkan.
“Hey, Gissel,” lanjut Leo dengan berdiri sangat dekat di wajah Gissel, membungkukkan badannya sedikit, lelaki itu tersenyum. “Aku tidak akan menyakitimu, karena kau ini hanyalah gadis lemah yang bisanya cuma menjerit ketakutan, tapi aku akan terus mengganggumu sampai kau mau mengakuiku dan bersedia memberikan tanda tanganmu, karena aku ini penggemar pertamamu, loh. Yah, cuma itu saja, selebihnya aku pinta kau tidak perlu bersikap akrab dengan Tuan Vardigos kami, sebab beliau bisa saja menyentuh dan merusakmu. Ini peringatan dariku.”
Terperanjat, dua kelopak mata Gissel terbelalak saat Leo bilang demikian. Apa maksudnya itu? Vardigos bisa saja menyentuh dan merusaknya? Apa-apaan itu? Apakah Leo cuma ingin Gissel tidak terlalu dekat dengan Vardigos demi keselamatannya atau apa? Sungguh, Gissel tidak begitu mengerti pada maksud yang diucapkan oleh Leo, tapi yang jelas dia ingin terbebas dulu dari kekangan dan kuncian ini sebab sebentar lagi napasnya terasa sesak dan dia bisa pingsan lagi.
“Peringatanmu itu terdengar seperti bocah t***l yang cemburu melihat ayahnya lebih dekat dengan anak tetangga, Bodoh!”
Leo, sepuluh pahlawannya, dan juga Gissel terkejut saat mendengar suara keras dari seorang laki-laki yang masuk ke ruangan ini dengan gerak langkahnya yang penuh penekanan.
Sesaat Leo dan Gissel menoleh ke samping kiri, ke tempat suara itu berasal, mereka tercengang saat melihat perwujudan dari seorang laki-laki kekar berambut hitam mengenakan kaos hitam berlengan pendek serta celana jins pendek abu-abu.
Bukan, bukan pakaiannya yang membuat Leo dan Gissel begitu tercengang, melainkan wajah galak dan menyeramkan dari laki-laki muda itu, yang tampaknya seperti berandalan yang barbar dan mengerikan.
“Apakah dia salah satu pahlawan bimbinganmu?” tanya Leo yang mencoba menyimpulkan sesuatu yang muncul dari pemikiran simpelnya.
Ia menganggap kemungkinan lelaki berwajah beringas ini adalah salah satu pahlawan bimbingannya Gissel, jika itu benar, ia akan sangat terkejut karena tidak sangka gadis lemah itu memiliki bawahan yang terlihat berbahaya.
“MMMM!” Tentu saja Gissel tidak bisa mengeluarkan suaranya sebab kondisi mulutnya masih sedang dibekap oleh tangan dari salah satu pahlawannya Leo, tapi gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya mengindikasikan bahwa orang itu bukanlah salah satu pahlawan bimbingannya.
“Hoo? Aku paham sekarang,” Leo tersenyum kecil setelah melihat respon isyarat dari Gissel. “Sepertinya kau juga sama sepertiku, ya?” Leo menganggukkan kepalanya dengan mengangkat dua tangannya lebar-lebar, seolah-olah menyambut kedatangan Paul. “Kau adalah manusia terpilih dari salah satu negara, kau adalah mentor, aku benar, kan? Tapi untuk apa kau datang sambil berbicara kasar begitu? Apa kau tidak tahan melihat gadis lemah sepertinya dipermainkan olehku? Woah, jantan sekali, ya? Dirimu.”
Mendengar itu, kegondokan di hati Paul jadi semakin besar. “Biar kuberikan satu pelajaran untukmu, tetaplah di situ, Bocah-Bocah Tolol.”
“Yang benar saja,” Mulut Lizzie jadi menganga setelah mendengar penjelasan dari Isabella. “Orang itu bisa berenang dan bertahan di air yang katanya berbahaya itu? Bahkan dia juga sempat menyelamatkan dan membawamu kemari!? Bukankah itu terlalu tidak masuk akal jika kita menyimak kembali apa yang Si Lelaki Culun itu jelaskan pada kita!?”
Lizzie sedikit menyindir Nico yang pernah menjelaskan bahwa air di laut mati memiliki kandungan zat-zat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup, tapi nyatanya ada satu makhluk yang kebal dari air yang berbahaya tersebut, dan makhluk itu adalah Abbas.
Entah apa yang membuat Abbas mampu bertahan di air itu, tapi yang jelas, tindakannya berhasil mematahkan omongan Nico yang bersikukuh menilai bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat bertahan hidup di air laut mati.
Sedikit terusik, Nico akhirnya angkat suara, untuk meminta teman-temannya berhenti memandangi dan menyalahkannya, seolah-olah mereka mulai tidak lagi mempercayai segala yang dijelaskannya.
“Itu memang suatu keajaiban, aku tidak pernah mendengar ada manusia yang bisa berenang dengan begitu santainya di permukaan laut mati, tapi meskipun begitu, kita tidak boleh melakukan hal yang sama seperti Abbas. Aku tidak peduli jika kalian semua sudah tidak lagi mempercayaiku, yang kumau berhentilah melakukan tindakan yang berbahaya.”
Isabella terkikik-kikik setelah mendengar omongan Nico yang terkesan ketakutan jika salah satu temannya tidak lagi mempercayainya dan mulai melompat ke permukaan laut mati untuk mengikuti apa yang Abbas lakukan sebelumnya.
“Mengharukan sekali, ya? Aku bahkan tidak percaya kau bisa selembut itu pada kami, Nico. Kupikir,” Karena posisinya masih berada di depan Nico, Isabella langsung mendekatkan mulutnya ke telinga lelaki berkaca mata itu sembari menghela napasnya. “… kau itu tipe lelaki yang keras kepala, ternyata penilaianku salah, gawat sekali.”
“Berhentilah berbisik-bisik seperti itu, kau sama sekali tidak membuatku b*******h, asal kau tahu saja.” Balas Nico dengan sedikit memiringkan kepalanya agar terhindar dari bisikan Isabella yang dipenuhi desahan nikmat.
Menarik kembali kepalanya, Isabella tersenyum saat Nico bilang demikian. “Oh ya, aku hampir lupa kalau kau itu kan suka sesama laki-laki, maaf, ya, Nico~”
Seketika wajah Nico memerah pekat selepas Isabella mengatakan itu, ia benar-benar malu saat orientasi seksualnya dibeberkan sebegitu santainya oleh gadis berambut merah itu, yang menyebabkan semua perhatian teman-temannya jadi semakin terfokus padanya.
“Tapi itu tidak apa-apa, kan? Lagipula, cinta itu bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, kan?”
Dengan polosnya Colin merespon ucapan Isabella, membuat semua perhatian jadi teralihkan pada laki-laki berambut biru yang merupakan pelayan kedai itu, menambah rasa malu Nico yang semakin meningkat setelah mendengar balasan kekasih hatinya yang tidak paham pada situasi.
“Eh?” Melupakan kesedihan tentang Abbas, Cherry jadi tertarik pada pembicaraan itu. “Tunggu, kalian berdua pacaran?” tanya Cherry pada Colin dan Nico, seakan-akan ia baru saja mendengar sesuatu yang tidak pernah ia duga sebelum-sebelumnya.
Begitu pula teman-teman yang lainnya, mereka semua baru sadar kalau belakangan ini Nico dan Colin memang terlihat lebih dekat dan akrab dari biasanya, seolah-olah dua laki-laki itu sudah menjalin hubungan tanpa sepengetahuan mereka.
“T-Tidak! K-Kami tidak—“
Perkataan Nico yang dipenuhi rasa malu terpotong begitu saja oleh suara Colin yang sangat nyaring.
“Ya! Kami sudah resmi pacaran! Hehehe!”
Sontak, Jeddy langsung melotot, Koko terpana, Naomi menutup mulutnya, Lizzie mengernyitkan dua alisnya, Victor tersenyum lebar, Cherry mengembungkan pipi-pipi mungilnya, dan Isabella terkikik-kikik renyah menertawakan keberanian mereka berdua.
Colin meraih tangan kiri Nico dan berdiri di samping lelaki berkaca mata itu, seakan-akan membuktikan pada semua teman-temannya bahwa mereka berdua memang sudah benar-benar menjalin hubungan yang serius.
Tidak peduli pada reaksi teman-temannya yang beragam, Colin terlihat tersenyum ceria di sebelah Nico, sedangkan kekasihnya tampak masih malu-malu karena belum siap untuk menunjukkan semua itu.
“Woahahahaha! Hebat sekali, Bro!” Tanpa basa-basi, Jeddy langsung berlari mendatangi Nico dan Colin lalu menepuk pundak mereka satu-persatu sembari memperlihatkan wajah bahagianya. “Aku baru tahu ternyata laki-laki juga bisa suka pada laki-laki lain, aku sangat senang melihat pasangan yang luar biasa seperti ini! Kalian sangat serasi, Bro!”
“B-Benarkah?” Colin hanya menggaruk-garukkan tangan kanannya ke belakang kepala sambil tertawa-tawa renyah mendengar segala pujian yang dilontarkan oleh Jeddy.
“Ya ampun! Kalian ini, ya!” Cherry berjalan pelan mendekati Nico dan Colin. “Padahal kalian sudah pacaran, tapi mengapa Nico masih terlihat malu-malu begitu? Itu membuat Cherry kesal melihatnya, loh!” Namun, sedetik kemudian muka jengkelnya berubah jadi senyuman riang. “Tapi Cherry senang sekali! Karena Cherry bisa melihat salah satu teman Cherry pacaran, hihihihi!”
“Selamat atas resminya hubungan kalian,” Dengan suara lembutnya, Koko ikut berjalan mendatangi dua lelaki itu. “Aku mendukung kalian.”
“Ini-ini-ini-ini sangat menakjubkan! Rasanya seperti menemukan harta karun yang sangat berharga!” Victor tampak bersemangat sembari dua tangannya berjabat tangan dengan lengan kanan Nico dan lengan kiri Colin. “Mengapa kalian tidak bilang-bilang sebelumnya kalau kalian pacaran? Padahal itu bukanlah sesuatu yang perlu disembunyikan!?”
“Saya tidak peduli meskipun di dalam kitab suci agama saya, hubungan sesama lelaki adalah hal yang dosa dan terlarang, selama kalian berdua saling mengerti dan percaya pada perasaan masing-masing, tentunya saya juga akan mendukung kalian.” ujar Naomi dengan menampilkan senyuman ramahnya pada Nico dan juga Colin.
“Heh! Menjijikan!” Lizzie terlihat tidak begitu suka melihat hubungan Colin dan juga Nico, dia satu-satunya orang yang tetap berdiri di posisinya tanpa sedikit pun melangkahkan kakinya untuk mendatangi pasangan itu untuk memberikan mereka selamat. “Kebencianku pada lelaki saja sudah membuatku muak! Sekarang malah ada sesama laki-laki yang pacaran! Membayangkan saja membuatku mau muntah! Tapi terserahlah! Aku tidak begitu mempedulikannya! Yang jelas, aku ingin cepat-cepat sampai ke Pulau Gladiol!”
Walaupun omongannya begitu kasar dan brutal, di dalam hatinya, Lizzie turut berbahagia atas hubungan antara Nico dan Colin, tapi dia tidak mau jujur dalam menunjukkan rasa senangnya karena itu hanya akan menjatuhkan harga dirinya yang sangat membenci kaum laki-laki.
“Seperti biasa, tidak mau jujur pada perasaannya, dasar Lizzie, kau ini lama-lama jadi semakin mirip dengan mentor kita, looooh~”
“BERISIK! JANGAN SAMAKAN AKU DENGAN LELAKI BERANDAL ITU!”
“Baiklah-baiklah, terserah~” cibir Isabella dengan mengipas-ngipaskan tangan kanannya ke muka jelitanya.
Jujur, sebetulnya Nico sangat malu karena harus mengaku bahwa dirinya merupakan seorang homoseksual dan telah menjalin hubungan dengan Colin, dia takut semua orang bakal berubah saat tahu bahwa dirinya berbeda dengan mereka, tapi entah kenapa ia merasa segala kecemasan dan ketakutannya ternyata tidak begitu berguna karena teman-teman sesama pahlawannya menerimanya dan bahkan mendukungnya dengan riang gembira.
Tidak pernah sedikit pun Nico terlintas kalau hubungan sesama laki-laki bakal disambut sebegitu meriahnya oleh orang-orang seperti mereka, ia pikir mereka semua akan jijik dan tidak mau lagi berteman dengannya, tapi ternyata dugaannya salah.
Teman-teman sesama pahlawannya berbeda, mereka semua berbeda dengan orang-orang asing di luaran sana. Mereka telah membuat Nico nyaman jika berada di dekatnya. Itulah mengapa Nico akan selalu menolong mereka jika salah satu dari teman sesama pahlawannya ada yang kesusahan.
“T-Terima kasih banyak.” ucap Nico yang sedikit demi sedikit mulai percaya diri pada jati diri dan hubungannya dengan Colin. “Oke, cukup. Mari kita kembali ke pembahasan sebelumnya. Menyangkut soal Abbas yang diduga mampu berenang di permukaan air laut.”
“Ya, ya, aku penasaran sekali,” sahut Isabella, mengangguk-anggukkan kepalanya.
Saat ini, bunyi gemuruh dari petir di langit yang gelap agak reda dari sebelumnya, tidak lagi mengeluarkan suaranya yang menggelegar-gelegar. Namun, ombak masih sama seperti sebelumnya, gondola mereka bahkan masih bergoyang-goyang tidak menentu karena lonjakan dari permukaan laut yang kembali mengganas itu.
“Tolong semuanya perhatikan penjelasanku, meski beberapa dari kalian ada yang sudah tidak lagi percaya padaku,” kata Nico dengan melepas genggaman tangannya dari tangan Colin secara lembut, raut mukanya yang terlihat datar, membuat teman-temannya mulai memperhatikan dirinya dengan fokus.
“Aku mengerti, situasinya jadi membingungkan saat mendengar berita bahwa Abbas ternyata mampu bertahan di permukaan air laut mati. Mengenai penjelasan ilmiahnya, aku juga tidak begitu paham mengapa itu bisa terjadi, jadi untuk sementara, aku masih belum bisa menjelaskan mengapa dia bisa bertahan di sana.
Tapi, bukan berarti, kita juga mampu bertahan di air laut mati, kecualikan dulu mengenai kasus Abbas, kita semua mempunyai kondisi tubuh berbeda-beda, dan tentu saja aku yang paling terlemah di antara kalian semua. Karena itulah, aku pinta jangan ikut-ikutan melakukan hal yang sama seperti Abbas, terutama aku bilang begini untuk orang ceroboh sepertimu, Jeddy,”
Seketika, Nico memberikan tatapan tajam pada Jeddy, membuat lelaki berambut hijau itu terkaget. “Kau sebelumnya bersikeras ingin terjun ke lautan untuk berenang menuju p****g beliung itu, yang di puncaknya terdapat cahaya. Dan apa kau mengerti, tindakanmu itu, meskipun belum kau lakukan, sangat membahayakan nyawamu sendiri. Aku harap kau tidak mengulanginya lagi, Jeddy.”
“B-Baik, Bro!” Jeddy menganggukkan kepalanya.
“Selain itu, karena kita sebelumnya telah menurunkan salah satu tangan ke permukaan air untuk mendayung gondola ini agar bergerak, maka aku pinta jangan sedikit pun kalian dekatkan tangan kalian ke wajah dan juga lidah, kita tidak tahu zat berbahaya apa yang sudah menempel di tangan-tangan kita yang sebelumnya dipakai untuk mendayung, karena resikonya cukup besar.”
“Oke, aku mengerti.” Victor memahaminya dengan baik sembari memandangi tangan kirinya yang basah.
“Lalu, aku juga punya ide brillian agar kita bisa keluar dari wilayah lautan mati ini.” Nico menyunggingkan seringaian kecilnya, membuat teman-temannya tersentak mendengarnya. “Yang perlu kalian lakukan hanyalah satu, yaitu percaya padaku.”
“Memangnya apa yang mau kau lakukan? Dan jangan seenaknya bilang begitu, kau pikir kami bakal langsung menyetujuinya hanya karena yang bicara adalah dirimu? Cih! Jangan sombong kau, b******n!” umpat Lizzie, terkesan skeptis pada apa yang bakal Nico perbuat.
“Jika kau tidak percaya, tidak masalah, lagi pula kunci keberhasilan dari rencanaku hanyalah satu,” ucap Nico dengan seringaiannya yang semakin lebar. “Yaitu Abbas!”
“Abbas?” Koko tidak mengerti. “Tapi bukankah… Abbas tidak hadir di sini bersama kita, lantas bagaimana kita bisa berbicara padanya?”
“Cherry, teriaklah,” titah Nico dengan memandang wajah Cherry yang berdiri di depannya bersama rekan-rekannya yang lain. “Panggil namanya. Bawa dia kemari. Buat dia berenang ke dekat gondola.”
Ketika semua orang jadi memusatkan perhatiannya pada Cherry, itu membuat gadis mungil berambut merah muda itu jadi gelisah.
“M-Mengapa harus Cherry? C-Cherry tidak tahu apa yang harus Cherry teriakan. Cherry juga—“
“Cukup. Kau tidak berguna.” Lizzie memotong omongan Cherry, dengan mendecih kesal.
Kemudian, gadis tomboi itu mengambil napas panjang dan tiba-tiba berteriak dengan begitu kencangnya, sampai semua orang yang ada di gondola terkejut mendengarnya, begitu juga dengan Nico yang tidak menduga kalau Lizzie mau menggantikan Cherry untuk melakukan perintahnya.
Bahkan teriakannya sama persis seperti binatang liar yang memanggil kawanannya.