Hari s**l.

2124 Words
Masa lalu itu itu cuma untuk di simpan, bukan di kenang. Dimas. ---- Untuk kesekian kalinya Dimas menghela napas kasar. Moodnya benar-benar anjlok di saat dia baru saja merasakan senang bisa segera pulang, tapi nyatanya dia malah terhambat akan masalah. Tepat saat dirinya baru saja keluar dari sekolahnya, tiba-tiba saja si king rewel dan berhenti mendadak. Dimas tidak mengetahui apa sebab pasti kenapa motornya mogok, padahal dia sering melakukan perawatan dan sering servis rutin, tapi masalah seperti ini memang sulit di tebak dan kini Dimas harus dipaksa untuk mendorong motornya. Itu lebih baik dari pada dia harus tinggal diam dan menunggu pertolongan yang belum tentu akan datang. Jadi lebih baik berusaha terlebih dahulu sebelum ada orang lain yang akan membantunya nanti. Sebenarnya Dimas bisa saja menghubungi Raka atau Arif, tapi kembali lagi. Selagi dia mampu untuk berusaha maka dia tidak akan meminta bantuan kepada mereka. Itu lah yang sering diterapkan dalam dirinya. Jika kita masih bisa berusaha menggunakan tenaga dan pikirannya, kenapa harus merepotkan orang lain. Dan lagi, Raka juga Arif saat ini mungkin saja sudah pulang. Walau siang menjelang sore udara masih terasa panas, tapi dia masih bisa bertahan, beruntungnya si king tidak terlalu berat dan dia tidak begitu harus mengeluarkan banyak tenaga hanya untuk mendorong si king. "Woy! Ngapa motor Lo?" Deru suara kenalpot racing dan suara feminim membuat langkah Dimas berhenti seketika, dia menoleh ke samping tepat di mana motor n-max yang ditumpangi oleh seorang remaja putri itu berhenti tepat di sebelahnya. "Mogok apa gimana? Dimas tak langsung menjawab, dia sudah tahu pasti siapa gadis yang ada di balik helm itu, dia malah mendengkus kasar dan mendorong kembali motornya. "Nggak. Lagi manja aja, minta di dorong-dorong." "Ya elah gue tanya bae-bae juga!" Mengikuti langkah Dimas dengan kecepatan yang bisa di katakan sama seperti di dorong, gadis itu masih bertahan dengan sikap dingin Dimas. "Yakin banget mau dorong tuh motor?" Ucapnya lagi. Dia mengedarkan pandangannya melihat ke segala sisi sebelum kembali berkata. "Bengkel jauh loh. Nggak takut pingsan tah?" Merasa kesal Dimas menghentikan motornya lalu menoleh dan memberikan tatapan tajam ke arah gadis itu. "terus, apa lo pikir kali dia di diemin aja bakal jalan sendiri?" "Ya nggak sih ... tapi, kan ...." "Apa?!" "Ya Allah galak amat sih! Baru juga gue mau kasih saran!" "Ck! Ya udah apaan? Ngomong belibet amat!" Dimas benar-benar kesal kali ini. Bukan karena motornya yang mogok, tapi Heru ini dia benar-benar akan pulang terlambat jika masalah dengan si king tidak kunjung selesai, sedangkan dia merasa tidak enak jika agung terlalu lama berada di rumah pak RT. "Lo nggak mau step aja tuh motor? Gue yang bawa motor Lo. Lo yang stepin." Step yang maksud Niki adalah, Dimas menggunakan motor Niki dan mendorong si king dengan kakinya, itu biasa sering di lakukan oleh anak-anak SMA jika ada salah satu dari mereka yang kehabisan bensin. "Emang Lo bisa?" "Dih ngeremehin! Gini-gini gue anak motor juga kali." Dimas yang tidak percaya hanya menatap gadis itu dengan lirikan mata tajam. "Nggak usah deh makasih!" Ucapnya karena Dimas masih ragu jika Niki bisa membawa motornya itu. "Dih nih anak ngeyel banget ya!" Tanpa di sangka, Niki malah turun dari motor, dan setelahnya merebut si king dari tangan Dimas. "Mending Lo bawa motor gue! Udah mau sore! Biru nggak usah gengsi! Laper Lo makan gengsi doang!" Tanpa menunggu jawaban dari Dimas, Niki langsung menaiki si king dan setelahnya dia mendorong perlahan motor itu. "Buruan elah! Lo mau gue kecapean!" Melihat hal itu, Dimas hanya bisa diam lalu menghembuskan napas kasar dan setelahnya dia menaiki motor Niki. Dan dengan perlahan dia menghampiri Niki dengan si king di sana. Dan setelahnya seperti yang sudah dia lakukan. Dia mendorong step si king hingga motor yang di naikin oleh ini mulai terdorong perlahan. Itu lebih baik. Walau awalnya Dimas sedikit ragu, tali sekarang dia jadi yakin. Niki benar-benar bisa mengendalikan si king. "Ke bengkel apa kemana dulu nih?" "Bengkel!" Dimas memang berencana untuk membawa si king ke bengkel langganan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah, dia ingin memeriksa apa yang membuat si king rewel bahkan malah mogok di tengah jalan seperti ini Jika memang ada onderdil yang q harus di ganti. Maka Dimas sudah menyiapkan uang untuk ini. Beruntung dia selalu membawa uang lebih di dompetnya walau terkadang uang itu tidak digunakan saat disekolah. Karena biasanya untuk jajan di sekolah Jaka selalu mentraktir dirinya. Cukup lama perjalanan karena Dimas melajukan motornya dengan santai, semua karena dia tidak ingin jika Niki malah terjatuh jika dia mendorong motornya dengan cepat. Untuk itu setelah kurang lebih dua puluh menit berlalu, kini Dimas sudah duduk di sebuah bengkel yang terlihat sangat ramai di sana. "Thanks!" Ucap Dimas sembari menyodorkan kunci motor milik Niki kembali kepada pemiliknya. "Nggak masalah." Dengan senyum ceria yang selalu menghiasi bibir tipisnya, Niki selalu mampu memukau beberapa orang yang mungkin saja melihat hal itu. Namun sayangnya senyum itu sama sekali tidak mampu membuat Dimas terpengaruh, dia hanya melengos dan setelahnya duduk sembari memperhatikan si king di perbaiki. Motor tua memang harus sering mendapatkan perlakuan khusus, dan karena itu juga Dimas sering melakukan servis rutin tiap bulannya, selain agar performa motor terjaga dan tetap bagus, dia juga sadar jika motor tua miliknya masih tergolong antik dengan kondisi yang masih begitu terjaga. Dimas memang menyukai motor antik dari jaman dia SMP, cita-citanya adalah untuk mengoleksi banyak motor antik, dan memiliki showroom sendiri untuk memajang semua barang-barang antik itu di sana. "Selama ini lo kemana aja? Gue udah sering DM dan email Lo tapi Lo nggak pernah ada respon." Kalimat itu membuka sebuah pembicaraan dan membunuh kesunyian diantara mereka berdua, walau bengkel itu terlihat ramai, tapi rasanya mereka berdua masihlah menjaga jarak dan saling menghindari, tepatnya hanya Dimas yang terlihat menghindari Niki, sedangkan gadis itu sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan Dimas. "Lo benar-benar marah sama gue?" Dimas tidak menjawab, dia masih fokus memperhatikan si king yang sedang di otak Atik di sana, dia hanya peduli dengan si king tanpa memikirkan apa yang di katakan Niki. "Heh! Kutu!" Merasa kesal Niki langsung memukul pundak Dimas hingga membuat remaja itu memekik dan menoleh menatap tajam ke arah Niki. "Bisa nggak sih! Lo diem semenit aja!" "Bukannya gue udah diem dari tadi?" "Sebodoh amat!" Dimas yang malas memilih untuk beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah si king yang saat ini tengah di bongkar oleh mas tukang bengkel. "Mas, gimana?" "Oh ini. Belum ketemu, ini kayaknya pengapiannya ilang. Nggak tau sepulnya atau businya." "Kalo busi kayaknya masih baru deh mas, gue baru ganti bulan lalu." "Sekarang barang baru belum menjamin kualitas, mas. Apalagi busi." Ucap mas itu sembari membuka busi pada si king. Dimas hanya bisa diam dan memperhatikan, apa yang dikatakan si mas memang ada benarnya. Di jaman sekarang onderdil motor dan segala jenis barang keluaran terbaru tidak memiliki kualitas seperti yang diharapkan, kecuali jika itu onderdil asli, tapi, tidak semua orang bisa mendapatkan onderdil asli. Contohnya saja seperti Dimas yang masih mengandalkan uang dari orang tuanya. Bersyukur saja dia masih memiliki uang tambahan saat dirinya membantu sang ibu. Dan itu bisa dia gunakan untuk memodifikasi motor kesayangannya ini. Dalam diam Dimas memperhatikan si mas yang tengah memperbaiki motornya, dia mulai membuka bagian busi dan setelahnya dia mulai memeriksa apakah pengapian dari busi itu normal atau tidak. Beberapa saat setelah dilakukan pengujian barulah masalah yang ada di motor Dimas diketahui, benar saja jika ternyata busi yang ada di motor Dimas mati, padahal umur busi itu baru sekitar sebulan dan dia harus menggantinya. "Nah bener kan, businya mati." "Ya udah di ganti aja mas." Tidak ada cara lain. Dimas hanya bisa menggantinya karena dia tidak ingin si king mogok lagi. Setelah mengetahui penyakit si king, Dimas memilih untuk kembali duduk, dengan napas lega dia akhirnya bisa tenang sekarang. Setidaknya dia tidak akan merogoh kocek yang cukup dalam untuk memperbaiki si king. Karena bulan ini jatah bulanan untuk oli samping dan oli mesin juga sudah menanti. Belum lagi servis rutin yang akan dia lakukan, setidaknya dia akan mengeluarkan uang kurang lebih dua ratus ribu untuk membereskan masalah itu. "Kenapa? Udah jadi si king?" Dimas menggeleng. Dia malas menjawab ucapan si Niki, entah kenapa setelah sekian lama mereka tidak bertemu dia malah malas berbicara dan berinteraksi langsung dengan gadis ini. "Ck, dingin amat si Lo! Baru juga ketemu udah ketus gitu sama gue!" "Udahlah diem dulu, lagi males ngomong gue." "Dih, orang nanya baik-baik juga!" Lagi dan lagi Dimas mengabaikannya, dia memilih untuk berdiri dan menyingkir dari sana dari pada dia harus diganggu oleh Niki. Namun ketika dia ingin berdiri, sekilas dia melihat sosok Listy yang kini tengah berjalan kearahnya dengan tatapan tajam yang membuat Dimas terdiam di tempat. Jujur saja Dimas tidak tahu apa yang dilakukan gadis itu hingga dia bisa sampai di tempat ini, daan melihat tatapannya, Dimas merasa jika akan ada hak yang tidak mengenakkan terjadi sebentar lagi. "Hey, ken-" Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Dimas hingga membuatnya limbung dan menoleh ke kiri. "Lo! Jadi ini yang Lo lakuin di belakang gue! Pantes aja ya Lo berani ninggalin gue malam itu! Jadi karena dia Lo tega mutusin gue?" Dimas terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Listy. Tunggu, apakah secara tidak langsung Listy menuduh dirinya mempermainkan perasaan gadis itu? Dan sekarang, apakah gadis itu berperan sebagai orang yang paling tersakiti? Dimas mengangkat wajahnya perlahan, dia sangat yakin jika apa yang dilakukan oleh Listy sudah mengundang banyak perhatian kepadanya. Dan jika Dimas berbuat hal yang tidak-tidak maka itu akan semakin memojokkan dirinya. Dimas memilih diam, menatap sepasang bola mata yang pernah dia cintai dulu. Hingga akhirnya dia lelah dan bosan. Perasan itu berangsur hilang dan dia benar-benar menyerah karenanya. "Lo ... Lo benar-benar b******n tau nggak!" Tatapan mata Listy meredup. Terlihat berkaca di sana walau sebenarnya Dimas sangat yakin jika hal itu adalah sebuah sandiwara semata, dan Dimas tidak akan menjawab ucapan gadis itu. "Sekarang gua tau alasan Lo giniin gue?" Dia mundur, kakinya melangkah pergi setelah mempermalukan Dimas. "Gue harap udah nggak ada lagi kita mulai detik ini. Gue ... Gue benci Lo!" Dimas tidak yakin dengan perkataan gadis itu. Karena pada dasarnya mereka sudah mengakhiri hubungan mereka di malam itu, dan tindakan Listy sekarang, semata-mata hanyalah untuk mempermalukan dirinya, tidak lebih. Diam Dimas memperhatikan hadis itu berlari, dia masuk ke dalam mobil dan setelahnya berlalu setelah membuat keributan yang Dimas sendiri tidak bisa membalasnya. "Wah wah wah! Ada drama sore-sore nih. Mantep bet!" Suara itu tidak lain adalah suara Niki yang kini sudah berdiri di sebelah Dimas. Sepasang matanya memperhatikan kepergian gadis itu hingga mobil yang dia Kendari benar-benar menghilang dari sana. "Cewek Lo?" "Bukan urusan Lo!" Dimas mendengkus, lalu setelahnya dia langsung membayar ongkos servis di king, berhubung ketika kejadian itu terjadi. Si king sudah selesai di perbaiki. Setelahnya dia langsung memundurkan si king, menstarter motornya dan berlalu pergi, tak lupa dia mengucapkan terima kasih sebelumnya. Dia benar-benar malu hari ini. Siapa yang menyangka jika Listy akan datang dan menuduhkan dengan hal yang tidak-tidak. Itu adalah tindakan konyol yang Dimas dapatkan selama hidupnya. Dia menggerakkan tangannya, menyentuh pipi yang masih terasa panas bekas tamparan itu. Untuk kali pertamanya, dia mendapat sebuah tamparan, dan dia tidak tahu apa salahnya, padahal sudah jelas jika Listy lah yang membuat masalah sebelumnya, lalu kenapa harus dia yang mendapat perlakuan seperti itu. Benar-benar tidak habis pikir dengan tindakan yang di lakukan gadis itu. "Heh! Nggak usah ngelamun kalo lagi bawa motor. Jatuh mampus Lo!" Suara teriakan itu hampir saja membuat Dimas terjungkal jatuh, dia menoleh cepat dan mendapati Niki yang mengendarai motor di sebelahnya. Dimas mencabik pelan lalu mengabaikan lagi gadis, bahkan Dimas menambah kecepatannya dengan harapan agar gadis itu tertinggal di belakang. Dan benar saja Dimas benar-benar meninggalkan gadis itu di belakang. --- "Ck! siapa sih siang-siang gini sibuk sama bel!" Dimas yang masih sibuk menyapu ruang keluarga mendengkus kasar saat mendengar suara bel pintu yang tak kunjung berhenti, bahkan semakin lama terdengar seperti dipermainkan, padahal dia tidak ada niatan untuk menerimanya tamu hari ini, tapi sepertinya orang itu tidak bisa menunggu. Dengan perasaan kesal akhirnya Dimas beranjak dari sana. Membawa sapu ijuk di tangannya dia segera berjalan ke halaman ruang tamu membuka pintu utama. "Lama amat sih bukain pintunya, Lo ngapain? Ngocok di dalem?" Dimas tak berkata-kata ia hanya berdiri dengan tatapan heran dan tak percaya, bahkan tanpa sadar dia mengangkat gagang sapunya dan memukul lengan sosok yang ada di hadapannya. "Tong! Sakit oy! Lo apa-apaan dah! Temen dateng bukan di sambut malah di hajar! Parah amat!" "Eh!" Dimas segera sadar, lalu setelahnya dia membuang sapu itu jauh-jauh. "Lo lagi! Ngapain lagi sih Lo ke sini? Nggak bosen tah Lo?" "Bose?" Tanya gadis itu pelan. "Ya nggaklah, sejak kapan gue bosen ngerusuh Lo!" Dimas memutar bola mata malas saat mendengar ucapan gadis di hadapannya, siapa lagi kalau bukan Niki, pantas saja dia begitu reseh mengganggu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD