hari s**l dua

1548 Words
Mending keras kepala tapi punya pendirian, dari pada ngalah tapi di injak-injak! Niki --- "Siapa kak?" Dimas yang baru saja akan menutup pintu terdiam ketika agung tiba-tiba saja keluar dengan handuk yang membelit dan menutup bagian bawahnya saja. "Bukan siapa-siapa, langsung salin gih!" "Baru juga selesai mandi." "Ya makanya buruan pake baju, masuk angin kakak kerokin nanti!" "Eh!" Mendengar ancaman Dimas, agung langsung berlari ke arah kamarnya, anak itu memang paling takut jika harus di kerikin, yang menurut kepercayaan Jawa hal itu mampu membuat gejala masuk angin sembuh. Memang uni, caranya saja sudah menyakitkan, dan prosesnya benar-benar menyiksa. Dimas sendiri tidak pernah suka jika harus dikerok seperti itu. "Adek Lo?" Dimas menoleh, menatap gadis yang berdiri di hadapannya kini. Dia hampir lupa jika masih ada Niki di depan pintu rumahnya. Dasar, padahal dia sudah mengusirnya sejak tadi, tapi sepertinya gadis itu begitu gigih untuk bertahan. "Bukan urusan Lo! Buru balik gih!" Dimas mendongak dagunya angkuh, mengusir Niki dengan cara yang tidak sopan. Dan hal itu bukan malah membuat Niki pergi, dia malah dengan santainya berjalan mendekat lalu dengan santainya dia berdiri di hadapan Dimas dengan wajah angkuh. "Jangan harap gue pulang sebelum gue bisa masuk ke dalam rumah Lo!" "Ck! Mau ngapain? Nggak penting juga!" Dimas mengangkat tangannya, lalu dengan santai dia mendorong kening Niki. "Bodo amat gue mau masuk!" Niki masih bersikeras untuk menerobos masuk, tapi dengan mudahnya Dimas bisa menahan tubuh gadis itu hingga tertahan di depan pintu. "Nggak ada! Gue masih sibuk sekarang. Mending Lo pergi!" "Ogah!" "Balik!" "Nggak!" "Balik atau gue teriak maling!" "Teriak aja gue nggak takut!" Balas Niki dengan tatapan menantang di sana. Keduanya saling beradu tatap dan bersitegang di sana, hingga kegiatan keduanya harus terhenti saat ketika agung keluar dari dalam rumah dan membuka pintu lebar-lebar. "Kak, kata mamak kalo ada tamu tuh di suruh masuk. Jangan dianggurin di depan pintu, nggak baik." "Nah itu! Adek lo aja tau sopan santun, nah lu kakaknya masa kalah sama adek sendiri!" "Diem!" Sentak Dimas seketika membuat Niki dan juga agung terdiam seketika. "Dan kamu, mending masuk gih, kerjain pr kamu. Abis itu bantuin kakak masak!" "Ck, aku juga yang kena." Balas sembari mengerucutkan bibirnya, dia kesal dengan perlakuan sang kakak yang terkadang memang sering memerintah. "Udah buru masuk sana." "Iya iya, bawel amat!" "Heh! Di bilangin juga!" "Iya, kak iya!" Agung berlari masuk setelah mendapat tatapan tajam dari Dimas, tapi di saat itu juga dirinya lengah dan Niki bisa masuk dengan leluasa, dia berjalan tanpa rasa bersalah dan duduk di kursi ruang tamu sembari meletakkan paper bag berukuran cukup besar ke atas meja. "Astaga ni orang! Yang nyuruh Lo masuk siapa elah! Asal selonong boy aja Lo!" "Apaan sih? Jelas-jelas adek lo yang nyuruh gue masuk tadi!" "Adek gue mana ngerti urusan gue, udah balik Sono! Males gue!" Dimas segera menyusul Niki, lalu dengan sedikit kasar dia berusaha meraih tangan gadis itu dan memaksanya untuk berdiri, tapi sayangnya Niki lebih cerdas dari perkiraannya, dia malah menggunakan anak kursi untuk pegangan dirinya agar tidak lepas, dan hal itu juga yang membuat Dimas mendengkus dan menyerah. "Terserah!" Berurusan dengan Niki benang tidak akan pernah ada habisnya, dia selalu saja memiliki segala cara untuk bertahan dan membuat dirinya mati kutu tanpa bisa bertindak, wanita itu sangatlah cerdas karena di satu sisi dia selalu memiliki banyak cara untuk membuat Dimas merasa kesal. Mengabaikan Niki, Dimas memilih berlalu dan mengambil kembali sapunya, karena dia masih memiliki tugas untuk diselesaikan, jika biasanya ada mamak yang akan mengurus semuanya, tapi sekarang, Dimas harus bisa menanganinya seorang diri. Dan untuk urusan beres berberes bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. "Tumben, beres-beres sendiri, mamak.kemana?" Tanya Niki sembari mengedarkan pandangannya untuk melihat sekeliling rumah, dalam diam dia cukup terpukau akan kerapihan dari rumah ini. Di sisi lain Dimas enggan untuk menjawab, dia memilih untuk diam dan mulai membersihkan ramah karena hari sudah mulai sore, dan sebentar lagi malam tiba, sedangkan dirinya belum memasak untuk makan malam nanti. Merasa diabaikan, Niki memilih beranjak dari tempatnya dengan menenteng paper bag yang dia bawa tadi. Untuk orang yang sering berada di rumah ini kala dirinya masih SD, Niki masih sangat mengingat betul lokasi tiap sudut dari rumah yang sejak dulu tidak pernah berubah sedikitpun, mungkin hanya sentuhan kecil yang membuat suasananya sedikit berubah, contohnya saja tambahan alat elektronik yang terdapat di rumah itu, seperti tv dan juga lemarin pending. "Nggak berubah." Gumamnya pelan, sembari menyusuri lokasi rumah ini dengan seksama, lalu ketika melewati kamar Dimas jaman masih SD, dia tanpa sengaja melihat sosok anak yang tadi sempat berdebat dengan Dimas. Dia agung, adik Dimas yang kala itu masih bayi, dan lihatlah sekarang, setelah sekian lama dia tidak bertemu. Agung sudah tumbuh menjadi anak yang sangat besar. Diam-diam dia melangkah masuk, memiliki kamar yang kini memiliki dekorasi yang berbeda seperti saat menjadi kamar Dimas dulu. "Lagi ngapain, Gung?" "Eh, kakak. Ini lagi nyerahin pr." Balas Agung tanpa rasa curiga sedikitpun dengan keberadaan Niki. Karena bagi agung, siapapun yang menjadi teman kakaknya, maka dia adalah temannya juga. "Pr apaan? Serius banget?" "Ini ada or perkalian, aku malah bingung?" "Hem. Perkalian berapa?" Niki melongok ke arah buku Agung, tepat pada soal matematika yang ada di sana yang mana soal itu masih kosong tanpa ada isi di sana. "Lah kok masih kosong?" "Hehehe, bingung, namanya aku belum tau jawabannya." "Mana coba sini kakak liat." Niki menarik buku Agung, lalu Setelahnya dia tersenyum kecil saat melihat soal yang sangat mudah di sana, Sola itu hanyalah berisi perkalian sederhana yang sangat mudah. Hanya dengan sekali lihat, Niki langsung bisa mengetahui jawabannya, lalu sedetik itu juga dia menarik buku Corat-coret milik Agung dan menuliskan jawabannya di sana. "Tuh isinya," ucapnya sembari mendorong isi jawaban itu ke Agung. "Wahh, seriusan ini kak?" "Hem...." Agung yang masih semangat langsung menyalin isi jawaban yang diberikan oleh Niki ke dalam bukunya. Sedangkan Niki hanya bisa diam sembari melihat bagaimana raut bahagia dari anak SD yang sangat senang dengan bawahan gratis yang dia berikan itu. Perlahan dia mengingat kenangan saat dirinya masih menginjak bangku putih merah bersama dengan Dimas dulu. Kenangan yang sangat sulit untuk dilupakan, bahkan dengan kebersamaan yang ada. Niki merasa menjadi orang paling beruntung saat di mana dia bisa mendapatkan perhatian lebih dari Dimas, bahkan dia menjadi orang yang begitu di perhatikan oleh anak laki-laki itu. Hingga saat ayahnya dipindah tugaskan, Niki harus terpaksa terpisah oleh jarak dan komunikasi, bahkan Niki yang pergi secara mendadak itu terkesan menghilang begitu saja dari hadapan Dimas, mungkin hal itu juga yang membuat Dimas merasa jika Niki sudah melupakannya. "Kak?!" "Eh ...! Ya?" Niki yang asik dalam lamunan harus di paksa kembali saat suara Agung menyentak dirinya dan membuatnya tersadar dari lamunannya. "Kok bengong?" "Eh ... Emmm ... Enggak kok. Lagi mikir aja. Kayaknya kakak juga ada pr deh." "Wah, beneran? Kali ada pr cepet di selesaikan dong. Biar nggak di marah guru nanti." Niki menahan tawanya saat melihat tingkah menggemaskan dari Agung yang terlihat masih sangat polos dan taat akan aturan. "He'em, gampang pr kakak mah. Kamu aja selesaiin duluan." "Ini juga masih dikerjain kak." "Ya udah selesaiin dulu!" Niki masih mengawasi pergerakan dan tingkah laku dari Agung, yang mana terlihat sangat santai ketika menulis angka yang diberikan oleh Niki tadi. "Oh ya, rumah sepi, pada kemana emang?" Agung menghentikan kegiatannya sejenak. Lalu menoleh ke arah Niki sebelum menjawab. "Mamak sama bapak pergi ke rumah embah, jadi di rumah cuma aku sama kakak." "Loh iya? Dari kapan?" "Dari kemaren sore sih." "Lah terus kamu cuma sama kakak kamu aja di rumah?" "He'em." Jawab agung dengan anggukan pelan di sana. "Terus yang masak?" "Kakak." Niki terdiam sejenak. Pantas saja Dimas terlihat asik dan sibuk sendiri dengan pekerjaan rumah yang tengah dia lakukan, jadi karena mamak dan juga bapak tidak ada di rumah, maka dia menggantikan peran kedua orang tuanya sekarang. Sejenak Niki terdiam tanpa suara, hal sekecil itu memang selalu Dimas lakukan sejak dulu, maka tidak heran ketika Niki selalu terpaku akan setiap hal yang dilaksanakan oleh pria itu. "Terus sekarang kakak udah masak?" Tanya Niki tiba-tiba, dua hanya penasaran apakah Dimas sudah masak hari ini, karena seingatnya Dimas baru saja pulang beberapa jam yang lalu, itupun karena si king mogok, dan sekarang. Apakah Dimas sudah menyiapkan makan malam untuk mereka? "Kayaknya sih belum, kakak juga baru pulang." Tepat sekali seperti dugaan Niki. Melihat apa yang dilakukan Dimas sekarang. Maka Niki bisa menebaknya jika Dimas belum masak. Apalagi bersih-bersih rumah adalah kegiatan yang lumayan memakan waktu. "Terus kamu udah makan?" "Hem, aku sih udah makan di rumah pak RT tadi." "Jadi kamu pulang ke rumah pak RT tadi?" "He'em. Aku nggak berani di rumah sendirian." "Ya nggak papa sih. Iru lebih bagus dari pada di rumah sendirian." Karena di jaman sekarang kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika membiarkan anak seusia Agung sendirian di rumah. Niki terdiam sejenak. Tatapannya tertuju pada paper bag yang dia bawa tadi sebelum akhirnya dia meraih paper bag itu dan membawanya keluar kamar. "Kakak ke dapur dulu deh ya." "Eh! Mau ngapain kak?" "Kau buatin kalian makanan, kamu mau makan apa hari ini?" "Em apa aja sih...." "Oke!" Yah, melihat Dimas yang sudah berjuang membuat Niki berpikir jika dirinya akan membuatkan makanan spesial untuk anak itu. Walau entah itu akan enak atau tidak, tapi setidaknya itu bisa menjadi ucapan maaf bagi Niki dan ucapan pertemanan yang akan dia jalin hari ini dan seterusnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD