Nessa menyenderkan kepala pada sisi dinding dan menatap wajah laki-laki berusia seperti pamannya tengah asyik berbincang dalam sambungan nirkabel. Ia tak berani mengganggu bahkan malas menampakkan diri. Sembari meneliti arlojinya, Nessa meraba-raba buah d**a serta organ intimnya. Nyeri dan panas hingga beberapa jam yang lalu tak dapat beranjak bahkan berjalan, 'monster itu bener-bener keterlaluan! Dia memperkosa istrinya sendiri, laki-laki itu gila dan nggak tau malu' Nessa memukul ringan tembok yang menjadi dasar menahan tubuhnya. Kembali mengintai dibalik celah yang memperlihatkan kilatan biru saphir itu begitu indah. Kedipan mata dengan bulu lentik hitam pekat, dan rahang itu... Hell! Nessa menampar pipinya pelan,
"Tentu saja aku akan kembali ke London! Ya, dengan istri baruku yang sangat cantik dan menggemaskan." Nessa menarik sisi bibirnya, mengungkapkan rasa kesal pada perbincangan Gerald.
"Mungkin lusa aku akan pulang, siapkan saja apartemen yang telah aku beli khusus untuk istri baruku." Lagi, Nessa menggeleng singkat mendengar ungkapan baru. Inilah awal pengetahuan status Gerald, Nessa menutup mulutnya dan berusaha keras mencari cara untuk melarikan diri. Langkah pelan yang berat, Nessa berjingkat dengan sejuta rasa serta penglihatan yang telah buta. Ia berhasil membuka pintu kamar dan keluar. Dengan larian kecil tanpa alas Nessa menuju lantai dasar, meski tak tahu arah ia menetapkan jalan yang tuhan berikan. Rumah.
Selang kemauan kembali dan menjauhkan diri dari rengkuhan pria monster itu telah Nessa lakukan, langkah gontai dengan kaki memerah Nessa mendatangi letak kedua wajah kakak kandungnya. Menangis dan ia meraih kedua tangan saudara laki-lakinya,
"Hidup kamu itu udah bahagia Nessa, apa yang kamu butuhkan lagi dari kita?" Nessa mengusap kasar air matanya, tak mempermasalahkan sesakit kata yang terlontar dari mulut Nicky Robin.
"Aku bisa kerja, aku janji nggak akan minta lanjut kuliah kak, tapi aku mohon bebaskan aku dari laki-laki itu?" Nessa berlutut, untuk kesekian kali, menjatuhkan tubuh yang tak berdaya dan kotor.
Secara bergantian dua gelengan singkat membuat Nessa berputus asa, namun tidak! Ya, ia tahu kegagalan membentuk keberhasilan,
"Berikan kesempatan sekali lagi kak, aku tidak akan melanjutkan pendidikan ku. Aku akan bekerja untuk kalian berdua, asal kita bisa bersama-sama dan..."
Nessa terkejut ketika beberapa aparat penegak hukum menjerat kedua kakaknya, memborgol serta membuat saudaranya bertekuk lutut tak berdaya.
"Ini tersangka yang anda maksud tuan Ford?"
Tak menyangka, di balik suara polisi itu mengangguk singkat pada pria dibelakang Nessa. Ia menggeleng cepat dan memundurkan langkah ketika Gerald berjalan cepat menuju tempatnya, wajah tampan itu begitu menyeramkan di mata Nessa.
Tak hanya tangan kakaknya, Nessa meringis kesakitan ketika Gerald meraih tangan serta tubuhnya, "lepaskan!" Nessa hanya berani menatap sekilas mata itu, warna biru indah namun menyesatkan.
"Yakin hanya ingin melepaskan diri? Bagaimana dengan kedua kakakmu hm?" Gerald mendekatkan wajahnya pada manik mata Nessa.
Terdengar penolakan keras dari saudara kandungnya, Nessa terbelalak ketika jeratan hukum itu hendak meringkus kedua kakaknya menuju mobil tahanan, "hanya ada satu cara yang bisa membebaskan mereka," Gerald tersenyum kecil melihat Nessa menatapnya, "tubuhmu, my Honey."
Air di pelupuk mata Nessa seakan mengering, ia mengerjap tak berdaya. Merelakan lidah Gerald merasai garis lingkar lehernya, menyicip bahkan mengeluarkan suara tawa menghina.
Pukulan ringan itu tak berarti dengan rasa tanpa salahnya, Gerald membiarkan kecantikan Nessa melampiaskan seluruh amarah. Mengepalkan tangan mengenai wajah dan dadanya, menolak pelukan dan Nessa beringsut serta menengadah menatap wajah Gerald,
"Bangun!" Gerald mengulurkan kepedulian pada telapak tangan untuk di raih istri kecilnya.
Teriakan keras kedua kakaknya enggan menerima perlakuan kuasa hukum Gerald membuat Nessa membeku tak dapat menghindari ikatan monster didepannya. Ia hanya memukuli d**a menyimpan jantung yang hampir tak berdetak,
"Bebaskan kedua kakakku!" Nessa memohon ketika Gerald meraih kedua bahunya, menetapkan sujud itu berubah menegak.
"Itu artinya kau menerima tawaranku?" Gerald mendekap tubuh Nessa, menjadikan bibir mungil manis itu tepat di depan mata.
Tanya yang akan menghasilkan jawaban menjijikkan! Lebih rendah dari p*****r nakal sekalipun. Lebih hina dan kotor layaknya sampah dalam pembuangan. Nessa memaksa anggukan kecil kepalanya, bersiap meratap kepada Gerald,
"Bukan gerakan seperti itu sayang, aku butuh bibir ini berbicara dengan semestinya." Seringai Gerald benar-benar tengah menertawakan kekalahan Nessa.
"Ya, a...ku akan memenuhi semua keinginan mu." Hembusan angin dari nafas beraroma harum memabukkan pikiran Gerald.
"Termasuk?" Nessa ingin berteriak untuk memberi tahu pada dunia bahwa inilah saatnya ia menjadi simpanan pria kaya raya.
"Termasuk..," Kilatan biru itu menawarkan kesesatan dalam lubang tak berdasar dan menenggelamkan pada kegelapan, "termasuk tu...buhku, t... Tuan!" Nessa menyesali tiap lidah mengurai kecapan kalimat menegaskan kerendahan.
Hantaman meteor seakan telah mencairkan seluruh tulang berisikan jaringan lunak mengandung pembuluh dan kapiler darah, Nessa membiarkan bibir Gerald mencakup semua isi mulutnya. Juluran lidah yang menjijikkan terbiarkan melata di dalamnya, menyusuri deretan gigi kecil Nessa beserta liurnya.
Hanya dengan peraduan jemari saling bertemu dan membunyikan kode, beberapa orang itu melepaskan kedua kakak kandung Nessa. Berlalu begitu mudah dan cepat meninggalkan rumah Nessa di kawasan pusat kota Jakarta.
Genangan air pada pelupuk mata Nessa mengalir deras, bersorak pada kepasrahan dan semua rengkuhan tangan Gerald meraih keterikatan pada pangkal pahanya. Meremas-remas bentuk tubuh condong ke depan dan tetap bertahan dalam persaingan menciptakan kebisuan di sela mulut Nessa,
Gerald berpuas diri, tersenyum culas memperjelas warna merah bibir istrinya yang telah ia cicipi beberapa kali, "hukuman ini akan sangat berat jika kau melanggarnya. Bukan hanya penjara paling menyiksa, tapi aku akan membuatmu menangis darah Honey." Wajah menerapkan pola pikir yang tak membunuh nafsu Gerald hanya bisa memejamkan mata.
Sapuan langkah Gerald menerjang keindahan jejak Nessa yang mengikuti, ia tak mencabut tatapan pada kedua kakak kandungnya yang tertunduk enggan melihat kesengsaraan dan Nessa menuruti semua jeratan tangan besar Gerald menuju pintu mobil. Membuatnya terkurung serta kembali dalam sangkar kemewahan milik suami yang tak ia cintai.
[...]
Lidah yang enggan bangkit untuk melerai pertikaian dalam mencumbui dirinya hanya Nessa biarkan, ia memasrahkan segala bentuk kelemahan ketika tengah bercinta tak memiliki kemampuan untuk memahami artinya. Suara kotor yang menyambut keganasan Gerald hanya Nessa dengarkan, tanpa tangisan, pertahanan berbagai rasa yang sulit terjangkau pikiran, serta Nessa menyesali tiap desah memanas menerjemahkan kenikmatan.
Ketika usai menikam batin dan tubuh Nessa, bentuk kekar itu terbangun dari ranjang pertikaian. Mengambil kamera digital dan Gerald meraih bentuk gambaran memuaskan dari wujud keseksian istrinya,
"Lain kali kau harus berpose lebih menggairahkan, Honey! Aku sudah mempersiapkan gaun malam yang indah untuk tubuhmu." Nessa hanya menatap kilatan cahaya kamera yang menyoroti bentuk tubuh tak terlindung serat kain sedikitpun.
"Kenapa kau melakukan ini padaku?" Tangis itu begitu malas mendampingi kesakitan Nessa, air matanya mengering dari asalnya. Percuma.
Gerald melirik bentuk seksi yang tak beranjak dan menatapnya sayu, "karena kau pantas mendapatkannya." Senyuman Gerald menyiratkan penindasan, makhluk lemah yang tak berarti apapun.
"Maaf atas kesalahan yang kakakku lakukan, lakukan apa yang kau mau tuan dan aku berharap kau membunuhku!" Gerald tertawa lepas, menggeleng kagum atas ucapan Nessa.
Ia meletakkan fungsi mengabadikan momen di atas meja kabin jet pribadinya. Menghampiri Nessa dan Gerald meraih tubuh kecil yang telah ia nikmati,
"Apa manfaatnya jika aku membunuhmu hm?" Bentuk kelemahan itu hanya berpasrah, mengikuti rengkuhan tangan Gerald.
"Mungkin anda bisa lebih leluasa menginjak-injak ku." Nessa menatap langit-langit kabin, membiarkan kecupan merata pada lehernya.
"Aku tidak sedang menginjak harga dirimu, seharusnya kau bersyukur karena aku menikahi mu, bukan menjadikan kau p*****r murahan Vanessa." Sungguh, bertikai dengan kelicikan monster itu takkan menemukan titik kemenangan untuk Nessa. Ia terdiam menitikkan air mata tanpa rasa sakitnya.
Sejuta kecapan kata tak mampu lagi menampung kesengsaraan hidup Nessa, warna, secercah harapan, dan cita-citanya pudar begitu mudah. Lebih mudah ketika Gerald membalikkan telapak tangan.