Aku berjalan agak cepat keluar kantin. sebenarnya aku tidak berniat untuk pergi ke perpustakaan. Sebenarnya hanya ingin menghindari Chris. Sejak ciuman tadi pagi aku merasa semakin canggung jika dia berada didekatku. Apalagi sejak tadi dia hanya memerhatikanku saja.
“hei, tunggu!” teriak seseorang yang berlari kecil kearahku. Oh, maygad! Kenapa dia malah ngikutin aku! Tanpa sadar aku ikut berlari kecil menjauh dari Chris. Tapi kakinya yang panjang lebih dulu menyusulku.
“giselle..” ucapnya sambil menarik lenganku.
“..ya?” jawabku sedikit gugup. Semoga dia tidak sadar dengan kegugupanku.
“mau kemana?”
“perpus..” jawabku singkat. Chris tersenyum miring. Senyuman favoritku.
“apa kamu sengaja menghindariku”
“engga. Aku memang mau ke perpus kok..” sanggahku menghindari tatapan Chris.
“apa tempatnya udah pindah?” dia menunjuk arah depanku dengan dagunya. Kulihat arah yang dia tunjuk kemudain aku sadar ini bukan arah yang benar. Aku benar-benar merasa malu sekarang.
“a aku ccuma mau muterin jalan..” ucapku sedikit tergagap. Sial, kenapa aku malah gugup begini sih. Bikin malu aja.
“ayo” Chris menarik tanganku sebelum aku sempat berbalik arah. Dia menuntunku ke pepustakaan dengan arah yang benar.
Kami berrjalan dengan pelan dan tak ada satupun dari kami yang memulai pembicaraan lebih dulu. Berjalan bersisian seperti ini membuatku merasa kalau kami berdua adalah pasangan. Ditambah lagi dia menggenggam erat tanganku. Aku berusaha mati-matian untuk tidak tersenyum. Tidak dihadapan Chris.
“kamu gugup? Tanganmu keringetan” ucapnya sambil mengangkat tangannya yang memegang tanganku.
“hah?! Tanganku memang selalu berkeringkat kok!” elakku lagi sambil menarik tanganku dari Chris. Untungnya dia melepas tanganku.
“jadi kamu sudah memutuskan untuk ikut..”
“Anna terus memaksaku. Ia tidak akan berhenti sebelum aku ikut” aku merasa kesal sendiri dengan tingkah Anna yang satu ini.
“baguslah dia berhasil memaksamu” gumam Chris pelan. “apa boleh aku menjemputmu nanti?”
“gak perlu. Kamu tuan di pestamu sendiri”
“jadi Kevin yang menjemputmu?” tanyanya sedikit tak suka.
“aku akan pergi dengan Anna..”
Aku sudah sampai di perpustakaan. Dengan cepat aku temui penjaga disitu untuk memberi laporan untuk mengembalikan buku. Setelah itu kusimpan kembali buku tersebut di rak. Chris menunggu diluar perpustakaan.
“apa kamu sekarang berpacaran dengan Chris?” seseorang bertanya dari belakangku. Lelaki bertubuh sedikit gemuk menatapku sambil tersenyum.
“ah.. Aku dan dia tidak berpacaran”
“ begitu. Baguslah” ucapnya lagi sambil memperhatikan tubuhku dari atas ke bawah. Membuatku sangat tidak nyaman diperhatikan seperti itu. Terlebih lagi dia menatap dadaku beberapa kali. Kututupi bagian depan tubuhku dengan tasku.
“lalu apa hubunganmu dengannya?” tanyanya lagi sambil menatapku tajam.
“kami.... berteman?” jawabku ragu. Aku juga bingung apa aku sudah jadi temannya? aku merasa kami masih seperti orang asing.
“apa teman saling berciuman?” dia berjalan mendekatiku, aku mundur menjauh. Apa-apaan dia? siapa sih orang ini.
“kenapa kamu tidak jawab? Aku melihatmu berciuman dengan Chris..” cecarnya padaku.
“itu... aku..” aku tidak tahu harus menjawab apa. Itu juga pertanyaan untuk diriku sendiri kenapa aku bisa berciuman dengan Chris.
“aku tidak menyangka ternyata kamu orang yang seperti itu. Penampilan polosmu selama ini menipu. Kamu sama murahannya dengan perempuan-perempuan yang bersama Chris” ucapnya memojokkanku diantara rak buku dan dinding. Aku terdiam begitu dia bilang aku perempuan murahan. Aku bukan perempuan murahan! Aku ingin meneriakkan itu tepat ke wajahnya. Tapi aku tak punya keberanian. Aku takut untuk melawan.
“siapa yang kamu sebut murahan?” ucap suara tajam dibelakang lelaki itu menggema. Matanya menyorot tajam seolah mengunci pada mangsanya. Chris rupanya mendengar perkataan lelaki itu padaku.
“siapa yang kamu sebut murahan, b******k?” ulangnya lagi. Lelaki yang tidak kuketahui namanya itu malah tersenyum menyeringai.
“apa kau gak lihat aku berbicara dengan siapa?”
BUG! Tubuh orang itu terpental mengenai rak buku disampingku. Chris meninju orang itu dengan sekuat tenaga. Sudut bibir orang yang dia tonjok terlihat sobek dan berdarah. Dia berdiri kemudian mengelap sudut bibirnya.
BUG!BUG! dia balas memukuli Chris dua kali.
Chris tampak akan membalas pukulan orang itu tadi, namun dengan cepat aku segera melerai mereka. Ku pegang tangan Chris yang akan memukul lelaki itu. Hampir saja dia menonjok wajahku jika dia tidak menahan kekuatannya. Untungnya aku hanya terdorong jatuh.
“Giselle...” Chris segera membantuku berdiri kemudian mengecek kondisiku.
“ga ada yang sakit kan?” tanyanya lagi melihat tubuhku dari atas kebawah. Memastikan tidak ada bagian tubuhku yang luka.
“cih, ternyata kamu begitu spesial sampai-sampai dia memperhatikanmu seperti itu” dia tertawa meremehkanku dan Chris.
“kamu belum puas kupukuli hah?!” Chris akan memukulinya lagi, namun segera kupegangi tangannya dan berdiri di depannya.
“Chris, kita di tempat umum. Jangan buat keributan disini” ucapku pelan memperingati Chris agar tidak berulah. Chris masih menatap garang kearah lelaki yang tidak kukenal itu.
“kamu.. pergilah. Jangan buat keributan disini” lagi-lagi dia memberiku senyuman mengejek.
“sepertinya kamu melupakanmu. Baiklah, untuk sekarang aku pergi. Sampai ketemu lagi, love..” dia menyentuh rambutku lalu menciumnya kemudian pergi.
“siapa dia?” tanya Chris masih menatap tajam kearah orang itu pergi.
“aku gak tau..” ucapku sambil beranjak keluar dari perpustakaan. Tidak ada orang yang merasa terganggu dengan kejadian barusan. Chris masih mengikutiku dari belakang.
“jangan berpura-pura. Siapa dia?jawab aku Giselle..” dia menarik tanganku. Menuntut jawaban dariku.
“aku udah bilang aku gak tau Chris” ucapku sambil menyentak tanganku.
“terus kenapa dia memanggilmu dengan sebutan love? Apa dia mantan pacarmu?” aku memutar kedua bola mataku. Apa dia berniat menghinaku.
“serius Chris, kamu benar-benar..”
“jawab aku. Ya atau gak?” Chris memotongku. Dia terus memaksaku untuk menjawab jawaban yang sudah pasti. Bagaimana lelaki tadi jadi mantan pacarku padahal aku tidak mengenalnya.
“kalau iya memangnya kenapa? Kamu mau apa?” tanyaku balik.
“jadi.. kamu pernah punya pacar sebelumnya? Kamu bohong?” tanyanya padaku dengan tidak percaya.
“ya aku berbohong” Chris melotot menatapku. Aku hanya memejamkan mataku kemudian menunduk. Tak habis pikir lelaki playboy di depanku ini percaya padaku.
“dasar pembohong. Kau ternyata pura-pura polos”
“ya aku berbohong padamu. Aku berbohong kalau aku pernah memiliki pacar. kenapa kamu percaya itu?! Dan kenapa orang itu jadi mantan pacarku kalau aku aja gak tau siapa namanya?! Apa kamu pernah pacaran dengan orang yang tidak kamu tau namanya?! Aku bahkan belum pernah pacaran seumur hidupku?!”
Kekesalan yang kupendam dari tadi akhirnya kutumpahkan pada Chris. Dia mengataiku sebagai garis yang sok polos tapi dia sendiri juga bodoh. Gimana bisa dia berpikir seperti itu padahal kami tidak saling kenal.
“jadi... enggak?” tanyanya lagi memastikan dirinya sendiri.
“terserah kamu aja..” kesalku sambil pergi menjauh dari Chris.
“hei tunggu.. Aku hanya memastikan aja. Jadi jawabannya bukan kan? Aku akan jadi yang pertama untukmu kan?” ucapnya sambil mengikutiku di belakang.
“apa maksudmu jadi yang pertama? Jangan begitu, orang lain yang mendengar bisa salah paham,”
“biarkan saja orang lain, tak usah pedulikan mereka. Kamu mau kemana? Kenapa terburu-buru sekali” Chris berhasil menyamakan langkahnya denganku. Sekarang kami berjalan bersisian.
“aku ada janji dengan kak Arthur” aku melihat jam tanganku. 25 menit lagi sebelum kelasku yang berikutnya. Semoga saja sempat.
“siapa Arthur?”