Andrea mengenakan gaun karya disainer ternama pemberian Jane, rajutan halus dan warna gelap sangat pas dengan tubuhnya.
"sudah" Andrea menurunkan rambutnya yang ia biarkan tergurai setelah Arthur memasangkan sebuah kalung berliontin berlian yang indah dilehernya.
"Dad, terima kasih" Andrea memeluk tubuh Arthur, pria itu mengelus rambutnya dengan lembut.
"sangat mirip" gumamnya.
"apa?" Andrea mengernyitkan kening langsung menatap iris kecoklatan milik Ayahnya.
"dengan ibumu..."
"oh!" bibir Andrea membentuk huruf O lalu mengangguk.
"cepatlah pergi! Kau tidak ingin dia menunggu terlalu lama" Arthur mengecup dahi Andrea, yang dimaksud dia oleh Ayahnya adalah sepupunya yang mungkin sedang merajuk atas keterlambatannya ini.
Andrea meninggalkan Arthur dengan senyum mengembang, ia terhenti diambang pintu sebelum berbalik melihat pria itu.
"I love you, Dad"
"I love you too, honey" balas Arthur melihat kepergian putrinya yang malam ini terlihat begitu cantik. Dan entah mengapa malam ini perasaannya sedang tidak bagus, seperti sesuatu akan terjadi. Ia buru-buru mendatangi putrinya setelah mengalami mimpi buruk semalam, Andrea terus saja menggerutu ketika Arthur berkunjung, gadis itu berkata bahwa ia bukan anak kecil lagi yang harus dikunjungi setiap saat.
"jangan lupa kunci pintu jika ingin keluar! Kau tahu password nya bukan?" teriakan Andrea dari seberang ruangan membuatnya kembali kealam nyata.
"ya, baiklah!" jawabnya, tak lama ia mendengar suara pintu tertutup.
...
Ethan jengah, tentu saja. Gadis itu tidak ubahnya gadis remaja, yang terus berbicara tanpa mengerti titik atau koma.
"pesan apa saja yang ingin kau makan!" bentak Ethan, pelayan disampingnya begitu terkejut, ditempat romantis seperti ini masih ada pria yang memarahi kekasihnya.
"aku bukan kekasihnya asal kau tahu" desis Ethan pada pelayan pria yang nampak berkeringat menunggu pesanan Jane.
"maafkan aku, tapi aku tidak mengetahui makanan favorit Andrea" ucap Jane pelan.
Ethan mengernyit, nama yang seharusnya tidak akan pernah ia dengar itu kembali mengganggu pendengarannya. Menggelitik hati dan pikirannya seolah girang ketika nama itu kembali disebutkan.
"akhirnya dia datang" ucap Jane senang.
Ethan tidak berani menoleh, bahkan semua mata diruangan tersebut tertuju pada gadis jelita bagai putri, tak terkecuali para pelayan dan Jane yang nampak terpukau. Suara ketukan heels yang terdengar membuat jantung Ethan berdegub lebih kencang, berharap semoga bukan kekasih hati yang telah lama ia pendam.
Jane berdiri menyambut Andrea, merangkul tubuh padat berisi tersebut dan terus memujinya. Sementara pria itu hanya duduk disana, diseberang kursi yang diduduki oleh Jane.
Ethan berusaha menulikan pendengarannya, yang nyatanya ia tidak dapat menyangkal suara merdu yang pernah mengisi setiap sisi ranjangnya, setiap sudut rumahnya dengan desahan yang membuat Ethan begitu menginginkannya.
Ethan tidak sadar, bahwa sepasang mata indah dengan bulu mata lentik dan polesan minimalis itu menatapnya. Andrea memegangi dadanya yang serasa sakit, entah mengapa pria itu membuang pandangannya.
Segala ocehan Jane tidak ia dengarkan, masih diposisi berdiri Andrea dapat melihat dengan jelas dibalik setelan jas mahal tersebut terdapat tubuh kekar yang selalu ia rindukan.
Tetapi segala khayalannya hilang begitu saja setelah menyadari keberadaan Jane.
Andrea melirik Jane, bulir bening hampir membasahi wajah tirusnya. Jane yang bingung dengan sikap Andrea hanya bisa terdiam. Begitupun dengan Ethan, pria itu hanya duduk diam berpaling muka tanpa bergerak sedikitpun. Seperti patung dewa yunani yang siap untuk dijadikan objek lukisan tubuhnya yang begitu sempurna.
Jane dan Ethan...
Ethan berdiri dari duduknya setelah Andrea berlari, perasaan khawatir melukai gadis yang nyatanya pernah mengisi hatinya itu. Ia menunduk lemah, tak menghiraukan berbagai pandangan dari sekeliling orang yang mungkin menyangka dirinya telah berselingkuh.
"kau memang b******n" desis Jane sebelum ia menyusul Andrea, Ethan menyeringai lemah. Sayangnya Jane benar! Ia memang b******n, dan sikap seperti itulah yang membuat Andrea melarikan diri dari hidupnya, yang kacau hanya karena ia memiliki penyakit kejiwaan terhadap s*x.
Andrea membuang heels nya kesembarang tempat, tak perduli jika riasan selama berjam-jam diwajahnya akan luntur. Ia berjalan setengah berlari memegangi ujung dressnya dijalan padat kota London tanpa memperdulikan klakson dan makian para pengguna jalan.
Andrea tak menghiraukan jalan becek dan beberapa kerikil yang menyakiti telapak kakinya, baginya... Ia harus terus berjalan, berlari meninggalkan pria itu sejauh yang ia bisa.
Andrea tidak dapat menghubungi Arthur, takut jika Ayahnya akan murka mendengar kabar Ethan yang muncul secara tiba-tiba dihadapan Andrea, terlebih semenjak Arthur memutuskan hubungan persahabatan dengan pria itu.
Andrea masih dapat mendengar teriakan Jane, gadis itu mungkin sama dengan dirinya, tidak mengetahui jika pria yang mereka ceritakan adalah pria yang sama.
Ia bersembunyi dibalik gedung tinggi, menghindari Jane dengan segala pertanyaan yang akan menohok dirinya.
"Dad, help me! Mengapa bisa sesakit ini?" gumam Andrea parau, suhu dingin membuat tubuhnya menggigil namun hatinya terus memanas mengingat kejadian dimana ia sangat membenci pria itu.
Pria yang selalu berhasil membuat deretan wanita menggilai dirinya, yang tidak pernah kekurangan wanita manapun disetiap malam diranjangnya. Kini kembali hadir dihidupnya dengan membawa serta sepupu yang sangat dikasihinya itu kedalamnya.
Ia memeluk lengannya sendiri, merosot jatuh kebawah tanah yang membuat gaunnya kotor dan kusut. Meringkuk memeluk tubuhnya yang mulai dingin dan bibirnya yang mulai pucat.
Kepalanya terbentur tanah, pandangannya mulai buram dan tak sadarkan diri. Sebelumnya ia sempat menggumamkan nama Ayahnya dengan suara parau dan menutup mata.
...
"jauhi pria itu Jane!" titah Arthur, rahangnya mengeras melihat kondisi Andrea yang sedang tak sadarkan diri dengan selang infus dijemari mungilnya.
Jane begitu terpukul, mendengar kisah Andrea yang ternyata lebih menyakitkan dari dirinya.
"pergilah Jane! Uncle akan menitipkan salam untuk Andrea" penerbangan Jane hari ini tidak dapat ia tunda, proyek besar menunggunya diWashington.
"jaga dia untukku Uncle!" Arthur mengangguk lesu, Jane mengelus bahu dan lengan Arthur guna menenangkan pria itu.
"Uncle akan menyusul, kau boleh tinggal dirumah jika kau mau"
"baiklah" Jane ingin memeluk tubuh Arthur, namun sepertinya pria itu sangat rapuh dan Jane tidak ingin menganggunya.
Jane meninggalkan rumah sakit, menjauh dari Arthur yang terlihat duduk termenung diruang tunggu.
Maafkan aku Andrea...
Jika ia tidak terus membuntuti Ethan, kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Jane sungguh kecewa dengan lelaki itu, ia pikir hanya dirinya yang mendapat penolakan. Tapi juga Andrea, dan yang lebih parah pria itu mengamcam Uncle Arthur dengan berniat menikahi Andrea.
Jane tertawa sumbang, seorang Ethan Keys menikah... Istrinya pasti hanya menjadi b***k seks dan objek kegilaan darinya. Dan Jane akan berusaha agar Andrea tidak akan menjadi daftar calon istri pria itu.
Sementara disisi lain kota London, ruangan seorang pria dihiasi dengan berbagai botol Vodka kosong. Ia menegak langsung minuman berakohol tinggi tersebut hingga tandas. Termenung sejenak, kegilaan telah membawanya sejauh dan sekacau ini. Ia mengira kegilaan akan membuat hidupnya lebih berwarna, mungkin benar jika ia tidak pernah bertemu dengan Andrea.
Gadis itu bagai magnet hidupnya, gadis yang ia kira hanya menjadi One Night Stand pada waktu itu. Malah menjadi bagian dari hatinya yang selalu ingin ia sentuh dan ia jamah.