Chapter 1

1999 Words
Bab 1 Pertemuan Nayaka mengembuskan napas berat, sejak awal menikahi Nirmala ia sama sekali tak tertarik pada wanita itu, wanita yang disodorkan Bapaknya adalah wanita turunan ningrat yang juga sama dengan dirinya, tapi entah mengapa ia tak tertarik pada tubuh mulus wanita itu. Kalau pun ia melakukan kewajibannya sebagai suami pasti dalam pikirannya hanya kepuasan dan hasrat untuk menyakiti. Sering ia merasa puas saat istrinya berteriak kesakitan dan baru berhenti setelah bayang wajah Lyora berkelebat, Lyora kekasihnya yang kini berada di belahan dunia lain. Yang tak akan pernah berhenti ia cintai. Sekali lagi Nayaka mengembuskan napas lalu kembali memejamkan matanya, menyandarkan kepala pada kursi. Kembali bayang wajah Lyora berkelebat. *** Jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Nayaka hendak meninggalkan gerainya. Ia ke luar dari ruang kerjanya dan menutup pintunya. Namun gerakannya terhenti saat ia mendengar suara aneh dari arah dapur. Ia melangkah pelan siapa yang masih di sana saat jam sudah larut? Saat semakin dekat ia semakin jelas mendengar suara air mengalir dan benda yang saling beradu. Nayaka kaget saat melihat tubuh kecil nan ringkih yang sedang membersihkan dapur dan beberapa alat masak yang tersisa. "Mengapa jam segini masih bekerja? Bukankah harusnya semua karyawan sudah pulang?" Suara Nayaka mengagetkan gadis kecil itu, ia terlonjak dan berbalik lalu menunduk. "Maaf Pak terpaksa saya lakukan, biar besok saya datang agak siang, saya ... saya merawat ibu saya yang sakit." Nayaka menghela napas, bagaimana ia tak tahu apa yang terjadi pada karyawannya. Baru kali ini Nayaka merasa dirinya buruk karena memiliki beberapa gerai makanan tapi melalaikan tanggung jawabnya sebagai pemilik gerai makanan terkenal. "Kamu Nastiti kan? Kamu masih sangat muda, aku menerimamu bekerja karena saran dari karyawan di sini, kau butuh uang, tapi aku tak tahu jika kau semuda ini, di foto surat lamaran pekerjaanmu kau tak terlihat semuda dan sekurus ini, mulai besok aku mau bilang pada penanggung jawab di sini agar kau jangan lagi kerja sampai malam." "Jangan Pak, jangaaan, semua karyawan di sini baik pada saya, makanya saya kerja malam agar semuanya beres dan saya bisa datang agak siang setelah memandikan dan menyuapi ibu, saya mohon ijinkan saya melakukannya malam hari." "Tapi kamu tidak aman kan pulang sendirian malam-malam," ujar Nayaka dan Nastiti masih menunduk. "Nggak papa Pak, satpam di sini baik-baik, kan ada tiga yang jaga kalo malam, salah satunya ngantar saya ke rumah kalo saya pulang," sahut Nastiti pelan. "Syukurlah, tapi aku tetap tak suka kau kerja sampai jauh malam, perhatikan kesehatanmu, ibumu sakit apa? Siapa yang menjaga jika kau kerja sampai malam begini?" tanya Nayaka lagi. "Stroke Pak, kalau malam begini malah aman, ibu sudah tidur, lalu pas saya kerja siang ya saya titipin tetangga, suru sesekali nengok, dan bantu nyuapin juga." "Baiklah, aku pulang dulu, jika selesai pulanglah." "Baik Pak, terima kasih." Nastiti mengangkat wajahnya, keduanya saling menatap sesaat, meski akhirnya Nastiti yang memilih segera menunduk. Sekali lagi Nayaka kaget karena wajah Nastiti yang lebih mirip anak SMP juga tubuh kecilnya menunjang penampilannya yang terlihat masih sangat belia. Nayaka melangkah ragu, berbalik namun segera menoleh lagi ia melihat Nastiti yang masih berdiri di tempatnya. "Masih banyak pekerjaanmu?" tanya Nayaka. "Sudah selesai Pak, hanya membereskan yang kecil-kecil saja." "Aku tunggu di depan." Nayaka melangkah meninggalkan Nastiti yang hendak membuka mulut tapi urung karena Nayaka telah menjauh, tak sopan rasanya jika ia berteriak memanggil bosnya. *** Mobil Nayaka berhenti di depan sebuah gang kecil. Nastiti turun dan mengucapkan terima kasih, namun Nayaka segera turun juga dan mengikuti langkah Nastiti. Nastiti menoleh menatap wajah bosnya yang tak begitu jelas karena penerangan lampu di gang sempit itu agak temaram. "Bapak pulang saja, itu rumah saya sudah terlihat," ujar Nastiti. "Jalan aja, ini sudah malam, aku juga mau pulang," sahut Nayaka. Nastiti berbalik dan melangkah dalam diam, Nayaka berada di belakang Nastiti mengikuti langkah-langkah Nastiti yang seolah enggan menapaki tanah karena lelah teramat sangat. Hingga akhirnya sampai di depan rumah yang sangat sederhana dan sempit. Nastiti berhenti dan mengucap terima kasih berulang. "Masuklah, aku akan pulang jika kau masuk," ujar Nayaka dan Nastiti hanya mengangguk lalu melangkah ke dalam rumah sempit yang warna dindingnya tak jelas apa warnanya. Nayaka melangkah meninggalkan rumah Nastiti, baru beberapa langkah ia mendengar jerit histeris Nastiti. "IBUUUUUUU .... JANGAN TINGGALKAN TITI, IBUUUU ...." Nayaka segera berbalik dan masuk ke rumah sempit itu, melihat Nastiti yang meraung di samping tubuh kurus yang telah terbujur kaku. "Jangan menangis, aku bantu mengurus jenazah ibumu." Nastiti hanya bisa mengangguk sambil berurai air mata ia tak tahu apa yang akan ia lakukan, yang ia tahu kedepannya ia tak akan punya siapa-siapa lagi. Nayaka menepuk bahu Nastiti sekali lagi. "Nggak usah mikir macam-macam, kamu di sini dulu, biar aku bertanya pada bapak-bapak di pos ronda itu di mana rumah ketua RT sini aku akan melaporkan dan mengurus semuanya." *** Seminggu setelah kepergian ibunya, Nastiti semakin bingung, ia tak tahu lagi untuk apa bertahan hidup. Ia tak punya siapa pun di yang harus ia perjuangkan. Saat kecil ia punya keluarga bahagia, Bapaknya yang punya toko besar sering mengajaknya menikmati hari Minggu bersama, meski hanya sekadar makan bertiga dengan ibunya juga. Hingga entah mengapa suatu saat perubahan besar terjadi. Nastiti kecil tak pernah tahu apa yang terjadi saat itu. Bapaknya yang mulai jarang pulang. Pertengkaran yang ia dengar antara kedua orang tuanya. Hingga puncaknya ia diusir oleh Bapaknya dan entah siapa wanita yang ikut mengusir mereka. Sejak saat itu hidup dirinya dan ibunya terlunta-lunta. Berusaha bertahan hidup dari berjualan kue dijajakan oleh ibunya dari rumah ke rumah. Hingga Nastiti menggantikan tugas ibunya saat ia mulai besar. Sekolah? Hanya sampai SMP yang sempat Nastiti rasakan, ketidakadaan biaya jadi alasan. Hingga suatu saat, malam hari menjelang ia tidur, ada ketukan pintu berulang di pintu rumahnya. Nastiti bergegas bangun ia yakin pasti pemilik kontrakan yang akan mengusirnya karena hari ini sudah jatuh tempo. Saat ia buka pintu alangkah terkejutnya ia menemukan wajah bosnya di depan pintu. Menatapnya tanpa eskpresi dan menerobos masuk. "Cepat kemasi barangmu, bajumu saja, kita tak punya waktu banyak." "Tapi Pak ..." "Cepatlah, jangan dikira aku tidak tahu jika kau diusir oleh pemilik kontrakan, kau tahu aku punya banyak mata dan telinga, cepatlah." Nayaka memperhatikan tubuh ringkih itu bergerak cepat. Mengambil beberapa baju dan sebuah kotak entah apa isinya, memasukkannya ke dalam tas lusuh dan segera berdiri di depan Nayaka. "Ayo, kita segera ke luar dari sini dan kau ikut aku." "Mau ke mana Pak?" tanya Nastiti. "Ke suatu tempat agar kau tidur dengan nyaman." Nastiti tak tahu harus bagaimana, ia hanya mengekor saat Nayaka berjalan cepat dan masuk ke dalam mobil saat Nayaka menyuruhnya masuk. Lalu membelah kelam malam tanpa bersuara hingga sampai di sebuah apartemen. Nastiti mengikuti langkah Nayaka, dan matanya membulat saat melihat isi apartemen yang rasanya baru kali ini ia lihat kemewahannya. Nayaka menarik lengan Nastiti masuk , ia menatap wajah mungil nan tirus di depannya. "Tinggallah di sini, bersihkan dengan rutin, masaklah jika aku akan ke sini, kau tak perlu lagi bekerja di rumah makanku, itu kamarmu yang paling ujung aku tak punya banyak waktu karena akan menuntaskan semua masalahku satu per satu, dan akan pulang ke sini untuk melepas penat, kerjakan semua perintahku, kau jangan pernah ke luar dari sini, besok pagi aku akan kembali, masaklah, semua lengkap di kulkas, bahkan ada beberapa baju juga untukmu, aku pergi." Nastiti hanya tertegun saat pintu tertutup, ia tak tahu takdirnya akan seperti apa. Ia hanya punya Nayaka yang saat ini ia anggap sebagai malaikat pelindungnya. Bab 2 Masalah Tak Kunjung Usai Nayaka meremas rambutnya dengan kasar, mengingat perjalan hidup dan cintanya yang tak beruntung. Ia merasa telah menjadi laki-laki baik, memperlakukan Lyora pacarnya sebagaimana mestinya, bukan laki-laki b******k yang asal sentuh lalu berakhir di ranjang bukan, ia bukan laki-laki seperti itu tapi mengapa malah ia menjadi korban, saat orang tua Lyora meminta tolong padanya agar mau dinikahkan meski hanya pura-pura dengan Lyona, kakak Lyora yang terlanjur hamil. Ia mau hanya karena kasihan dan setelah bayi itu lahir ia akan kembali pada Lyora, yang saat itu sedang menempuh pendidikan di Singapura. Tapi kebaikannya itu menjadi awal kehancuran hubungannya dengan Lyora. Saat sahabat Lyora, Anya memberi tahu Lyora jika Nayaka dan Lyona menikah. Lyora yang merasa dikhianati seolah menghilang. Yang Nayaka sesalkan dirinya dan orang tua Lyora tak menceritakan kondisi sebenarnya bahwa semua hanya untuk menutupi aib keluarga. Dan Lyora terlanjur menghilang. Kegeramannya ia tumpahkan pada Anya yang lancang memberi tahu Lyora dan dari sana pula ia tahu jika Anya seolah sengaja membuat dirinya berpisah dengan Lyora, karena ternyata Anya diam-diam menyukainya. Kesal, geram, putus asa membuat Nayaka melarikan diri untuk pertama kalinya pada minum-minuman keras dan kembali kesialan menimpanya saat ia tumpahkan kemarahannya dengan mendatangi rumah Anya yang ia tahu jika Anya sendiri di rumah besarnya. Terjadilah hal yang tak seharusnya terjadi, hingga akibatnya Anya hamil, kehamilan yang tak ia kehendaki begitu pula orang tuanya yang tak ingin bermenantukan Anya yang berasal dari keluarga tak jelas, mama Anya berada di rumah sakit jiwa karena depresi, depresi karena papa Anya lebih memilih kembali pada istri sahnya, istri pertamanya. Akhirnya Anya - Nayaka dinikahkan secara siri, dan Anya ditempatkan di kamar belakang dekat dengan kamar para pembantu. Nayaka tak ambil peduli karena sejak awal ia sama sekali tak tertarik pada wanita itu hingga apapun yang terjadi pada Anya ia biarkan saja. Hingga suatu saat bapaknya mengatur perjodohannya dengan wanita yang dianggap sepadan dengan Nayaka yaitu Nirmala, wanita cantik yang ternyata tetap tak membuat Nayaka tertarik tapi pernikahan mewah tetap dilaksanakan. Nirmala yang sejak awal tertarik pada Nayaka mati-matian berusaha mendapatkan hati Nayaka namun yang ia peroleh justru penyiksaan saat ia mengajak Nayaka melakukan hubungan layaknya suami istri. Nayaka yang telah lama tahu siapa Nirmala sebenarnya tak ingin menyentuh istrinya sama sekali, ia tahu jika Nirmala terbiasa hidup bebas dengan banyak laki-laki, namun kegeraman Nayaka ditumpahkan dengan perlakuan kasar di ranjang hingga terkadang Nirmala menjerit kesakitan karena perlakuan tak wajar Nayaka yang bagai kesetanan. Sekali lagi Nayaka meremas rambutnya dengan kasar bayang wajah Lyora yang lembut dan sabar kembali melintas, dan kilasan mata Nastiti juga ada di depannya, sejak pertama melihat Nastiti entah mengapa ia seolah melihat wajah Lyora di sana. Sejenak hati Nayaka merasa damai, satu keinginan Nayaka, segera menceraikan Anya yang ia titipkan pada tukang kebunnya sejak beberapa waktu lalu, dan menceraikan Nirmala karena ia tahu jika Nirmala kembali berhubungan dengan banyak laki-laki. Nayaka sadar jika akhir-akhir ini Bapaknya seolah banyak pikiran, ia pernah melihat bapaknya di ruang kerjanya dengan puntung rokok yang cukup banyak. Diam tak bergerak hanya asap yang keluar dari hidung dan mulut bapaknya. Nayaka tahu bapaknya berpikir tentang hidupnya yang seolah tak ada ujung. Tak lama ponselnya berbunyi, ia lirik ada nama ibunya di sana, berkali-kali berbunyi hingga akhirnya ia angkat tapi tak ada jawaban hanya suara riuh yang terdengar. Nayaka segera melajukan mobilnya, sejak tadi ponselnya berbunyi tapi tak ia hiraukan sedikit banyak membuatnya merasa bersalah pada ibunya, ia terlalu lelah dengan semuanya, Anya, Nirmala dan bapaknya, Nayaka ingin pergi dari kelelahan hidupnya, entah mengapa mata teduh Nastiti seolah menjanjikan telaga damai bagi dirinya. Akhirnya Nayaka sampai di rumahnya, ia tertegun karena riuh dan ramai, ada apa? Pikirnya. Ia menerobos masuk, dan menemukan sosok tubuh yang telah ditutup rapat menggunakan kain dan alunan pembacaan Surah Yasin yang menggema, serta jeritan ibunya saat melihat sosok Nayaka. "Bapakmu leeee Bapakmu." Raungan ibunya dan pelukan erat wanita yang mengabdikan hidupnya demi bapak dan keluarga besarnya baru menyadarkan Nayaka bahwa Bapaknya telah tiada. "Bapakmu seda leee ia jatuh di kamar mandi, dokter memeriksa tadi di rumah sakit dan mengatakan jika bapakmu sudah meninggal, serangan jantung leeee serangan jantung, ia hanya mikir kamu dan Nirmala." Tangisan ibunya semakin memilukan hingga tak lama detak Stiletto Nirmala memecah tangisan ibunya. Hanya sedetik Nirmala menoleh, ia berlalu ke dalam kamarnya, dan kembali dengan sebuah travel bag besar. "Aku kembali ke rumah orang tuaku, selesai sudah kan, aku bertahan di sini karena orang tua yang sudah meninggal itu selalu menerorku dengan hutang keluargaku, ceraikan aku, dan kita bebas melanjutkan hidup." "Pergilah! Aku juga tak menginginkanmu sejak awal, toh kau sudah bahagia dengan banyak laki-laki? Akan segera aku urus perceraian kita, segera setelah tujuh hari meninggalnya bapak." Nirmala bergegas menuju pintu keluar tak ia pedulikan tatapan aneh kerabat Nayaka, juga bisik-bisik para pelayat yang merasa tindakan Nirmala adalah tindakan tak pantas, yang ada dalam pikiran Nirmala ia segera keluar dari rumah besar yang membuatnya seolah berada di neraka. Ibunda Nayaka semakin jadi menangis, seolah meratapi kejadian-kejadian menyesakkan yang beberapa bulan terjadi dalam keluarganya. Nayaka memeluk ibunya berusaha menenangkan wanita sabar yang baru kali ini terlihat lelah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD