Namun, kenyataan berkehendak lain. Di tengah hutan dengan cahaya yang hampir padam, perjalanan mereka dihentikan dengan kehadiran seekor harimau Sumatera dengan tubuh yang berkali lipat lebih besar dari tubuh ketiganya. Dean sudah menarik pelatuk senjatanya dan membidik langsung di antar dua mata harimau yang menggeram. “Dia sedang apa? Kenapa dia menggeram terus?” tanya Margono panik. “Diam! Kau membuat harimau itu ketakutan!” desis Dean. Matanya mengunci pergerakan harimau agar tak kecolongan. “Aku yang ketakutan bodoh! Dia harimau! Badannya saja lebih besar dari kau! Kenapa kau diam saja? Tembak cepat!” perintah Margono memandang senjata Dean yang hanya mengikuti pergerakan harimau. “Bisa diam tidak? Kalau kau terus bicara, pistol ini bakalan berakhir di tengkorakmu!” Suara Dean ya