Flash back

1466 Words
Kiss scene di club malam itu benar-benar mengubah Mikhayla yang tenang di depan orang lain menjadi canggung ketika harus bertatap muka dengan Gibran. Jantungnya seolah mau melompat, tubuhnya jadi menegang dan merasakan suatu rasa yang aneh. Menghindari Gibran terus menerus juga tidak bisa dan terasa aneh karena mereka juga satu rumah. Jalan satu-satunya hanya pura-pura bersikap seperti tidak ada apa-apa, tapi sungguh Mikhayla tak bisa menampik bahwa Gibran seorang pencium yang baik. Ya tidak mungkin kan lelaki setampan Gibran tidak punya kekasih. Mungkin saja juga dia seorang playboy, dan bodohnya Mikha kenapa malah menyuruh Gibran menciumnya seperti mencium kekasihnya. Berkali-kali Gibran mengetuk pintu kamar Mikha yang masih tertutup rapat, " Mikha....Mik...bangun,elu nggak lapar apa?" teriak Gibran dari balik pintu. " Bentaran, gue ganti baju dulu." sahut Mikha. Seperti pagi-pagi kemarin mereka sarapan dalam diam, hanya dentingan sendok dan garpu yang memenuhi meja makan. Diam-diam juga mereka saling melirik satu sama lain. Hari ini Gibran masih mengekori Mikha kemanapun Mikha pergi, karna lebih baik dia mengekori Mikha dari pada bosan sendirian di rumah. Mikha turun dari mobil ketika mobil sudah terparkir rapi di parkiran kampus. Ya, hari ini Mikha ke kampus untuk menemui dosen pembimbingnya mengenai urusan magangnya. Sebelum berangkat Gibran dengan kekeuh memaksa Mikha untuk naik mobilnya saja dan menyuruh Mikha untuk duduk manis saja di kursi penumpang, meskipun beberapa kali Mikha menolaknya. Mikha dan Gibran berjalan beriringan menyusuri Selasar dan lorong-lorong kampus yang ramai oleh mahasiswa dan mahasiswi. Sesekali Gibran menoleh pada mahasiswa dan mahasiswi itu yang tengah berbisik sambil memandang ke arahnya dan Mikha. Sedangkan Mikha dengan cueknya berjalan sambil memainkan ponselnya, " Ya, halo? gue baru sampe, ya kalian tunggu bentar, gue Uda mau nyampe kantin nih." tutup Mikha pada seseorang yang menelponnya. " Gib, ntar elu tunggu gue di kantin aja ya sama temen-temen gue." ujar Mikha setelah kebisuan yang melanda mereka sedari berangkat. " Oh ok!" sahut Gibran yang terus mengikuti Mikha. " Hai guys...sori lama. Jalanan macet." sapa Mikha setengah malas. " Heh macet? tumbenan elu kena macet." tanya Marisa, " Bisalah." sahut Mikha dengan nada kesal sambil melirik Gibran yang pura-pura membuang muka. " Gue di paksa naik mobil, jadi ya mau nggak mau kena macet." tambah Mikha sambil merebut es jeruk yang mau di minum Clarissa, " Eh....es gue tuh, sialan nih anak. Kebiasaan banget nyerobot minuman orang." omel Clarissa. " Haus gue Cla...lagian kalian jahat banget gue nggak di pesenin." balas Mikha santai setelah menyeruput es jeruk Clarissa sampai tinggal separuh. " Uda...Uda...kebiasaan kalian kek Tom Jerry, kalo ketemu ribut Mulu." lerai Marisa. " Eh iya gue lupa, nitip Abang gue ya. Gue mau ketemu pak Renald bentar." ujar Mikha sambil menarik lengan Gibran untuk mendekat. Marisa dan Clarissa seketika langsung bengong melihat Gibran, " Woi!!! biasa aja Napa lihatinnya." sembur Mikha membuyarkan khayalan kotor 2 orang temannya. " Kenalin ini Abang gue, Gibran. Anaknya papa Rendra. Gib, ini temen gue, yang ini Marisa dan yang ini Clarissa." Mikha mengenalkan Gibran pada temannya. " Wah gue kira gebetan elu tadi Mik." goda Clarissa yang mendapat pelototan dari Mikha. Clarissa terkekeh " Nggak usah mulai deh Cla!" peringat Marisa. " Yaudah gue ketemu pak Renald duluan ya...." pamit Mikha setelah Gibran duduk dengan Marisa dan Clarissa. Belum jauh Mikha pergi tiba-tiba seseorang mencekal tangan Mikha. " Rey, lepasin!" perintah Mikha dengan sorot marah. Gibran yang belum melepaskan pandangannya ketika Mikha pergi kaget melihat adegan itu. " Bukannya itu cowok yang kemarin kerumah ya!?" gumam Gibran yang masih bisa di dengar oleh Marisa dan Clarissa. Seketika Marisa dan Clarissa langsung menoleh ke arah pandang Gibran dan mendapati Mikha dan Rey yang bersitegang. " Duh, itu orang nggak ada kapok-kapoknya." Marisa menggeleng tak habis pikir. " Emang kenapa sama cowok itu?" tanya Gibran penasaran." Itu mantannya Mikha pas jaman SMA." sahut Clarissa yang dengan cepat memberi kode pada Marisa untuk menengahi Rey dan Mikha yang bersitegang. " Mikha pernah punya pacar? beneran?" kali ini Gibran bertanya serius. " It's true....Napa? elu kira Mikha nggak suka cowok gitu? hello....kalo Mikha mau jadi cewek berengsek Uda lama cowok-cowok di kampus ini menyandang title mantan Mikha." buka Clarissa sambil membetulkan poninya. " Secara seorang Mikha yang pesonanya mematikan itu nggak minat. Why? karena luka dan trauma yang di torehkan sama Rey terlalu menyakitkan. Berawal dari Mikha yang saat itu terpukul karena papanya kritis dan koma karena sakit. Mikha mau nggak mau bantu ngurusin usaha papanya, dan waktunya banyak tersita untuk hal itu. Dan gue sama Marisa waktu itu nggak sengaja mergokin si Rey sedang pelukan sama anak kelas sebelah di bioskop. Waktu itu kita Uda kasih tau ke Mikha, tapi Mikha nggak mau dengerin kita. Ya kita biarin lah dari pada kita musuhan. Eh pas papanya Mikha meninggal si Rey ini nggak datang sama sekali ke pemakaman. Mikha drop dong, di saat dia terpuruk karena kehilangan papanya dan butuh sosok yang bisa nguatin dia eh si Rey malah jalan-jalan sama selingkuhannya. Parahnya setelah 3 hari Rey ngilang nggak ada kabar Mikha Dateng tuh ke apartemen Rey, yang bukain si selingkuhannya dan dalam kondisi acak-acakan, Mikha sempet ngelihat bekas ungu di d**a itu cewek. Kebetulan pas ke apartemen gue sama Marisa nemenin." jeda Clarissa setelah melihat Marisa berhasil memisahkan Mikha dan Rey. " Trus si Rey kan Dateng tuh ke depan pintu dan dia kaget lihat kita ber 3, dia nyuruh si selingkuhannya masuk ke dalam dan minta maaf sama Mikha, Mikha yang Uda emosi dan capek akhirnya mutusin si Rey. Sejak saat itu Mikha jadi dingin banget sama cowok. Dan elo tau nggak parahnya setelah mereka putus malah si selingkuhannya ngelabrak Mikha, ngata-ngatain Mikha pokoknya ewh banget deh. Jadi dulu di kelas 3 awal Mikha tuh sering banget di labrak dan di bully gitu sama si selingkuhannya. Cuma Mikha diem aja dan bodo amat. Masuk semester akhir baru deh si Mikha bales, huh rasanya seneng banget Mikha bales kelakuannya di nenek lampir itu." Clarissa mengakhiri ceritanya. Gibran tak menyangka bila kehidupan Mikha penuh dengan kesakitan seperti itu. Mungkin ini alasan dari Mikha bersikap cuek dan bodo amat. Mikha berjalan ke arah parkiran setelah sesi konsultasi dengan dosennya berakhir 3 menit tadi. Gibran mengirim pesan bahwa dia menunggu di mobil, karena Clarissa dan Marisa ada urusan duluan tadi. Dari jauh Gibran kembali melihat Rey mengikuti Mikha yang berjalan santai. " Mikha tunggu dulu. Bisa nggak sih kita bicara bentar." pinta Rey ketika berhasil meraih tangan Mikha. " Apalagi sih, gue rasa Uda nggak ada yang perlu kita bicarain! elu and gue it's over! end!" sentak Mikha marah. " Mikha, please...gue sadar gue salah. Gue minta maaf Uda bikin elu harus mengalami hal-hal pahit dan nyakitin." mohon Rey dengan tulus. " Gue Uda maafin elu. Jadi lepasin gue!" sentak Mikha yang berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rey. " Kalo gitu kita bisa memulai dari awal lagi kan?" tanya Rey dengan nada memohon. " Sorry, kalo itu nggak bisa, jadi sekarang lepasin gue! gue jijik tau lihat muka Lo!" bentak Mikha. Tapi Rey tetap tidak melepaskan cengkeraman tangannya dari Mikha, hingga seseorang datang dan dengan sedikit memaksa melepaskan cengkeraman tangan Rey hingga Mikha terbebas. " Ayo Mik pulang." ujar Gibran santai sambil tersenyum yang membuat Mikha terpesona sepersekian detik. " Hei! tunggu! gue belum selese!" teriak Rey tidak terima. Gibran berbalik dan berjalan mendekati Rey dengan senyum menakutkan, lalu tiba-tiba Gibran mendaratkan tinjunya di wajah manis Rey dengan santai.Mikha yang melihat tindakan Gibran berjingkat kaget dan hanya bisa menutup mulutnya dengan tangannya " Harusnya elo nggak kasar sama cewek! dan gue harap setelah ini elo jangan ganggu-ganggu adek gue lagi. Kalo sampai masih ganggu, gue nggak segan-segan bikin elo nginep di rumah sakit." ancam Gibran. Rey hanya bisa melihat Gibran memeluk pundak Mikha pergi dari hadapannya dengan kesal, " Ish....sialan." decih Rey kesakitan. Mikha menatap Gibran yang menyetir dengan santai sambil sesekali bernyanyi seolah tidak terjadi apa-apa. " Napa elu lihatin gue kek gitu?" tanya Gibran tiba-tiba karena tak tahan di perhatikan terus. " Nggak....gue cuma mau bilang makasih aja." ujar Mikha pada akhirnya dan kembali melihat jalan raya. " Lain kali kalo elo ketemu dia atau orang macem Rey itu langsung gampar atau tonjok aja. Kalo nggak di gituin ngelunjak orang macem itu." lanjut Gibran sambil mengacak rambut Mikha yang halus dan lembut itu. " Ih, ya nggak usah berantakan rambut juga kali!" omel Mikha risih. " Ha ha ha....lain kali elu boleh kok cerita apa aja sama gue. Nggak usah sungkan, kan gue Abang elu." tambah Gibran yang mencoba mendekatkan diri pada adiknya ini. " Hhhhmmmm...apa berlaku juga ke cewek-cewek yang nyebelin?" goda Mikha sambil melirik nakal ke Gibran, Gibran tersenyum gemas melihat tingkah Mikha yang mulai terbuka padanya tapi juga memperlihatkan sisi lain diri Mikha. " Boleh lah...kalo nggak bisa di kasih tau sama mulut ya jalan satu-satunya kasih tau lewat tindakan langsung." jelas Gibran dengan nada nakal yang kemudian di Sahuti tawa oleh mereka berdua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD