“Eyang … “ Wanita tua di hadapanku terlihat menahan tangis. Mata tuanya berkaca-kaca. Kudekati, lalu kupeluk erat tubuh renta perempuan yang sudah melahirkan Papa ke dunia. Sudah lama aku tidak pernah bertemu dengannya. Rasa sakit hatiku pada Papa membuatku menjauh darinya. Padahal Eyang adalah sosok yang sangat menyayangiku. Saat itu aku adalah satu-satunya cucu Eyang, karena Papa anak tunggal. “Maafkan Papa kamu sayang. Maafkan dia.” Tangan Eyang bergerak mengusap punggungku. Kurasakan bahunya yang bergetar. Mataku terasa memanas seketika. Setelah orang tuaku bercerai, Papa memboyong keluarganya pindah ke kota Kembang. Kota kelahiran Papa. Aku tidak mungkin datang ke Bandung bertemu Eyang, tanpa harus menemui Papa. Itu sebabnya aku tidak pernah datang untuk menemuinya. Eyang tentu paham