3

893 Words
Galih pov  " Jadi kapan nikah sama Nata?" tanya mamah yang bikin gue cepet-cepet nelen makanan di mulut gue dan menatapnya dengan agak bingung sementara David masih cuek aja.  " Kenapa aku yang ditanyain? David gak ditanyain," ucap gue dengan nada sedikit manja. Ya wajar lah udah cukup lama pisah sama nyokap bikin gue ngerasa harus banget manja-manjaan sama mamah. Kapan lagi coba? " Sorry ya akhir bulan ini gue mau tunangan sama Karin," ucap David dengan tenang sembari mengunyah makanannya. " Telen dulu David baru ngomong," omel mamah, David hanya mengangguk. Dia emang tipikal anak yang penurut, gak kayak gue. " Tuh dengerin!  Kasian Nata kalo nunggu lama." " Nata gak pernah ngomongin kok lagian. Paling dia masih sibuk ngurusin kerjaannya juga mah." Gue menerucutkan bibir berharap obrolan ini bisa berakhir. " Lo emang tau apa yang Nata pikirin?" David menaikan sebelah alisnya seolah dia yang paling tau soal cewek gue." Gue kenal Nata jauh lebih dulu sebelum elo." Gue menghela napas kasar dan melotot ke David. Oke dia emang kenal sama Nata dari jaman SMA dan mungkin kebersamaan Nata dan David jauh lebih banyak dibanding Nata dengan gue. Tapi bukan berarti David bisa sok tau dengan apa yang Nata pikirin kan." Mending pikirin aja buat tunangan lo nanti. Gak usah ngurusin gue." Akhirnya gue pun menyudahi makan malam dan beranjak ke kamar. Gue denger suara mamih menghela napas. ..... Nata pov Gue baru aja selesai nanda tanganin beberapa laporan pengeluaran obat narkotika hari ini dan langsung bersender di kursi setelah semuanya selesai. Gue perhatikan beberapa asisten apoteker yang mulai sibuk menyiapkan obat untu pasien-pasien yang mulai mengantri siang ini.  Weekend seperti ini memang apotek di RS jadi cukup ramai ditambah beberapa pasien anak kecil yang sepertinya kena sakit musiman. Tapi tetep aja walaupun penyakitnya sepele seperti batuk pilek, kalo udah yang kena balita apalagi bayi harus diberikan resep dengan tepat. Karena jelas dosis dan cara pemakaiannya berbeda dengan orang dewasa.  Gue pun beranjak untuk menyerahkan beberapa obat yang sudah siap ke pasien sekaligus memberikan arahan tentang cara pakai obatnya. Pasien yang menggendong bayi itu pun hanya mengangguk tanda mengerti kemudian pergi setelah bilang terimakasih. Gue hanya tersenyum melihat bayi perempuan yang terlihat sangat lemah itu.  " Kak. Ada yang nyariin kakak tuh diluar," ucap Rita, salah satu asisten apoteker disini. Gue emang gak mau dipanggil ibu karena kesannya tua banget padahal umur gue gak beda jauh dari mereka.  " Siapa?"  " Gak tau. Cowok pokoknya. Ganteng." Rita mengacungkan jempolnya sambil tersenyum jahil." Tapi masih gantengan kak Galih kok." Ia terkekeh geli. Gue memutar bola mata dengan malas kemudian tertawa dan pergi keluar dari bagian apotek. Gue liat sosok cowok duduk di ruang tunggu sambil memegang sebuah undangan." David?"  David menoleh kearah gue dan tersenyum kemudian menghampiri gue." Udah lama ih gak ketemu lo." Ia mengusap puncak kepala gue. " Apaan sih." Gue mengerucutkan bibir. Iya sih gue sering kerumah Galih untuk sekedar ketemu mamahnya juga tapi David jarang dirumah karena sibuk dengan proyek-proyek diluar kotanya. " Ngapain lo nyariin gue? Gak tau gue sibuk apa." " Belagu lo ah. Gue cuma mau nganter ini." David menunjukan undangan berwarna silver itu ke depan wajah gue. Gue emang tau David udah punya pacar tapi gak nyangka kalo mereka mau tunangan secepet ini. Padahal setau gue mereka baru beberapa bulan pacaran ya walaupun kenalnya udah lama sih.  " Gila! Ngebet banget lo kayaknya." Gue terkekeh geli. Wwalau sebenarnya hati gue merasa miris. " Terus lo kapan sama Galih ngasih undangan begini?" David menaik-naikkan alisnya dengan tatapan menggoda.  " Gak lah gue mah gak pake tunangan segala. Mending nikah langsung." Gue tertawa yang sepertinya terdengar aneh karena hati gue sendiri rasanya agak kecewa. Iya kecewa karena hubungan gue dan Galih cuma gini-gini aja. Gue iri sama David yang bisa bawa ceweknya ke hubungan yang lebih serius. David membelalakkan matanya kemudian tertawa." Bagus deh. Gue pikir lo sama Galih bakal gini-gini aja." " Ya engga lah." Gue tersenyum miris.  " Dia ... Gak pernah ngomongin kearah sana?" David menyadari perubahan di wajah gue.  " Ah ... Itu ... Mungkin masih terlalu cepet." Gue mengusap tengkuk gue dengan gugup. Gue gak mau sampe David mengira saudaranya itu hanya main-main sama gue. Ya walaupun makin kesini gue juga makin ragu apakah Galih beneran serius sama gue apa engga. " Lo harus tegas ke Galih, Nat. Lo udah terlalu lama nunggu. Jangan mau nunggu lagi," ucap David sambil tersenyum mengerti.  " Wih! Cowok baru, Nat?" Tiba-tiba Zaky datang sambil menenteng jas putihnya di tangan kiri dan kresek hitam berisi gorengan di tangan kanannya.  Gue memutar bola mata dengan malas. Hampir aja lupa kalo setiap weekend tuh dokter s***p emang dinas sampe malem malah. " Mau ngapain lo ke apotek? Numpang makan lagi? Gak gak! Apotek gue bau gorengan ntar." Gue merentangkan tangan menghalangi jalannya Zaky. Zaky terkekeh geli." Yaelah gue makannya juga di tempat istirahatnya kan bukan diapoteknya. Tenang aja gue gak bakal gangguin asisten unyu-unyu lo kok," ucapnya seraya berjalan melewati gue." Betewe kalo udah gak sama Galih, gue siap ngegantiin kok. Gak usah sama dia." Ia melirikkan matanya dengan jelas kearah David. Lalu masuk kedalam apotek. David tergelak gak percaya mendengar yang dokter muda itu katakan." Galih tau soal tuh dokter?" Gue mengangguk pelan. " Gue rasa Galih harus bener-bener ngelamar elo cepet. Kalo engga gue gak tanggung tuh dokter yang ngelamar lo duluan."  " Apaan sih lo! Dia mah stress mana mau gue." Gue menggeleng cepat menghilangkan bayangan kalo Zaky bakal ngelamar gue. Ya kaliiii." lagian dia cuma bercanda kok ngomong gitu." " Justru yang awalnya bercanda gitu bisa jadi yang paling serius."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD