#
"Aku memaksamu mengandung anakku. Apa kau membenciku?" ulang Mahesa.
Allana mengerjapkan matanya untuk sesaat.
"Benci. Aku sangat membencimu. Aku tidak tahu kenapa kau melakukan ini kepadaku. Tapi aku juga tidak bisa memungkiri kalau bukan karenamu, aku tidak tahu bagaimana nasib kakakku yang tengah dipenjara, atau adikku yang membutuhkan pengobatan dan transplantasi segera. Kau adalah monster sekaligus penyelamat bagiku. Jadi....aku tidak tahu apakah aku membencimu atau sangat membencimu," jawab Allana jujur.
Mahesa tersenyum.
"Kau bebas membenciku Nona Windardi. Itu tidak masalah selama anakku lahir dengan selamat," ucap Mahesa. Ia kembali merengkuh Allana kedalam pelukannya. Sedikit memaksa saat Allana mencoba melepaskan diri.
Allana akhirnya hanya bisa berdiam diri. Sekali lagi ia disadarkan oleh kenyataan, yang di inginkan Mahesa hanya anak dalam kandungannya. Semua kekejaman yang dilakukan pria itu kepadanya hanya demi anak yang kini tumbuh dalam kandungannya.
Mobil melaju ke arah yang Allana kenali sebagai arah menuju rumah, sudah ia duga karena ia pingsan tadi makanya Mahesa tidak jadi membawanya menemui kakaknya di penjara.
Allana tampak sendu, meski begitu ia tidak berani protes dengan keputusan Mahesa.
Namun Mahesa mengetahui apa yang saat ini terlihat mengganggu pikiran Allana.
"Kita akan menemui kakakmu lain kali," ucap Mahesa.
"Iya," jawab Allana pelan.
Mobil berhenti tepat di depan rumah dan Allana keluar dari mobil mengikuti Mahesa yang telah lebih dulu melangkah meninggalkannya.
Tapi langkah Allana terhenti saat melihat Mahesa berdiri mematung dihadapan seorang wanita tua yang duduk di ruang tamu.
"Untuk apa Nenek kemari?" ucap Mahesa. Nada suaranya terdengar gelisah.
Allana terhenyak mendengar kalimat yang baru terlontar dari mulut Mahesa.
Neneknya Mahesa....
Neneknya Mahesa menoleh ke arah Allana yang berdiri kikuk beberapa langkah di belakang Mahesa.
"Se...selamat malam Nyonya," ucap Allana gugup. Ia berencana untuk segera berlari ke kamarnya di atas tapi kakinya sulit sekali diajak berkompromi.
Wanita tua itu mengannguk pelan kemudian tatapannya kembali beralih ke arah cucu lelakinya.
"Jadi ini yang kau sembunyikan dari nenek? Kau menyekap puteri keluarga Windardi di rumah ini?"
Sekali lagi nenek Mahesa menatap Allana dengan pandangan menyelidik.
"Aku tidak menyekapnya, aku menyelamatkannya dari sindikat yang hampir melelangnya di pasar gelap sebagai p*****r," tolak Mahesa. Ia sama sekali tidak terima disebut telah menyekap Allana. Lebih tepatnya ia memaksa Allana untuk tinggal.
"Lepaskan dia. Biarkan dia kembali ke keluarganya dan hidup dengan bebas. Sekalipun kau menyelamatkannya, kau tidak berhak atas hidupnya, Mahesa."
Nenek mencoba membujuk Mahesa.
Allana mengangkat wajahnya menatap nenek. Ia sama sekali tidak menyangka kalau wanita tua itu akan berdiri di pihaknya. Untuk sesaat, ia seakan kembali melihat harapan untuk bisa lepas dari Mahesa.
"Dia tidak akan bisa bertahan hidup di luar sana. Dia sudah menjadi milikku," ucap Mahesa tegas. Jelas terlihat kalau ucapan Neneknya sekalipun tidak akan bisa menggohyahkan pendiriannya saat ini.
Allana terdiam mendengar kalimat Mahesa. Pria itu mengklaim dirinya seakan dirinya adalah barang. Ia mengepalkan tangannya perlahan. Ini salah, bagaimana mungkin beberapa kali ia bisa berpikir kalau Mahesa bisa melepaskannya hanya karena neneknya meminta? Bagaimana mungkin ia berpikir kalau Mahesa adalah seorang penyelamat bagi dirinya dan keluarganya?
"Mahesa! Sebentar lagi kau akan menikah dengan Erika! Bagaimana kau menjelaskan semuanya pada Erika dan keluarganya?"
Nenek tampak marah besar. Kali ini ia menatap cucunya dengan sorot mata yang jelas-jelas menunjukkan kemarahan.
Allana tersentak mendengar kalimat nenek Mahesa. Ia tahu sejak awal kalau Mahesa tidak mencintainya, kalau hubungan dan percintaan mereka didasarkan oleh dendam dan pembalasan entah karena apa yang selalu di ucapkan Mahesa. Akan tetapi ia sama sekali tidak menyangka kalau Mahesa akan menikah dengan wanita lain? Maksudnya, ia sama sekali tidak perduli dengan siapa pria itu akan menikah, akan tetapi kalau memang demikian, kenapa pria itu harus memaksanya mengandung seorang anak yang kelak hanya akan menjadi anak di luar nikah! Anak haram yang sudah jelas hanya akan menuai kebencian dari istri sah Mahesa nantinya.
"Menikah?" ucap Allana gemetar. Matanya tampak berkaca-kaca. Sekarang dirinya tidak hanya menjadi wanita simpanan, dia adalah calon orang ketiga dalam rumah tangga orang lain di masa depan! Bahkan seharipun, ia tidak pernah memimpikan akan mengalami hal seperti ini dalam hidupnya.
Jika benar Mahesa akan menikah dengan orang lain, untuk apa ia mengharapkan anak dari wanita yang lain? Bukannya ia akan punya istri untuk melahirkan anak baginya? Lalu bagaimana dengan anaknya? Bagaimana dengan dirinya? Pikiran-pikiran ini mulai mengganggunya.
Ia tidak pernah lupa dengan isi perjanjian itu. Mahesa tidak akan pernah menikahinya. Pria itu akan membuangnya saat anaknya lahir. Lalu bagaimana dengan anak yang dilahirkannya nanti? Dimana anak itu akan ditempatkan?
"Erika akan menerima syaratku kalau dia memang mencintaiku. Lagipula pernikahan kami akan berdampak positif bagi perusahaan ayahnya dan aku bisa mendapatkan dukungan yang kubutuhkan dalam pemerintahan. Tidak ada kaitannya dengan hubunganku dan Allana!" Mahesa bersikeras.
"Tidak ada wanita yang tahan di duakan, baik itu Erika ataupun gadis ini. Apapun yang kau lakukan berhentilah sekarang sebelum kau menyesal," ucap Nenek bijak.
"Tidak! Allana sedang mengandung anakku, penerus keluarga kita," ucap Mahesa.
Nenek tampak tersentak mendengar hal itu.
Dua bulir air mata jatuh di pipi Allana. Penerus keluarga? Itukah rencananya? Bukannya lega, ia merasa muak dengan semua pemikiran Mahesa yang ia anggap tidak masuk akal.
"Tolong….gugurkan saja anak ini," ucap Allana dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Naik ke kamarmu sekarang Allana!" titah Mahesa ke arah Allana.
Air mata terus mengalir di pipi Allana.
Mahesa meraih pergelangan tangan Allana dan separuh menyeretnya menuju tangga.
"Apa aku terlalu baik kepadamu tadi sampai kau berani membangkang sekarang?" ucap Mahesa.
Allana menepis tangan Mahesa.
"Aku tidak pernah ingin melahirkan anak ini! Kenapa kau memaksaku?" keluhnya dengan putus asa.
"Allana!" hardik Mahesa.
"Kenapa? Aku tidak boleh melawan sedikitpun karena keluargaku? Atau karena kau menginginkan anak ini? Anak haram ini? Tapi kenapa? Kenapa harus aku?" ucap Allana dengan penekanan pada akhir kalimatnya.
Nenek tampak terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Allana. Wanita tua itu hanya mampu menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau cucunya mampu berbuat sejauh ini hanya demi membalas semua perbuatan keluarga Windardi di masa lalu. Terlebih yang menjadi target justru seorang gadis muda yang sepertinya tidak paham dengan apa yang sudah terjadi di masa lalu.
"Jaga mulutmu Allana. Nenekku ada disini," ucap Mahesa geram.
Allana mengalihkan pandangannya ke arah nenek Mahesa.
"Maafkan aku Nyonya, aku memang sedang mengandung anak Mahesa. Aku tidak tahu Mahesa akan menikah dengan wanita lain. Tapi aku bahkan tidak menginginkan ini," ucap Allana sambil menghapus air matanya.
Sekali lagi nenek hanya bisa mengangguk pelan ke arah Allana. Ia seakan bisa merasakan betapa terlukanya gadis itu karena cucunya. Apa yang telah dilakukan cucunya pada gadis muda ini bukan sesuatu yang baik, tapi jika memang benar gadis ini tengah mengandung cicitnya, maka semua ini sudah terlalu terlambat untuk dihentikan dengan hanya memaksa Mahesa melepaskan Allana. Tidak ada lagi darah Erlangga yang boleh terlahir di luar dan hidup dengan terlunta-lunta.
Allana menatap tajam ke arah Mahesa sebelum ia kembali ke kamarnya dan menguncinya dengan cepat.
Mahesa menarik napas panjang dan melangkah mendekati neneknya.
"Putuskan Erika dan nikahi gadis itu. Dia ibu dari calon anakmu, dia sudah sangat terluka. Jangan melukainya lebih dari ini, kau yang akan menyesal nantinya," ucap Nenek.
"Aku punya rencana sendiri Nek. Tolong jangan ikut campur. Ayo, aku akan mengantar Nenek pulang," potong Mahesa.
"Kau membuat nenek sangat....sangat kecewa Mahesa," ucap Nenek kesal. Dendam telah mengubah Mahesa menjadi seperti sekarang.
"Nenek berlebihan. Ayo, aku antar pulang," ajak Mahesa lagi.
Nenek menggeleng.
"Nenek bisa pulang sendiri," tolak Nenek sambil melangkah pergi.
Mahesa menarik napas panjang. Wanita adalah mahluk Tuhan yang paling merepotkan di muka bumi ini. Bahkan sekalipun sudah berumur seperti neneknya, wanita tetap merepotkan di mata Mahesa
Setelah memastikan neneknya pergi, Mahesa menaiki tangga menuju ke kamar Allana dan mengetuk.
"Buka pintunya!" bentaknya.
Ketukkannya bertambah keras ketika tidak ada respon sedikitpun dari dalam.
"Kubilang buka Allana! Atau aku bersumpah kau akan menyesal!" teriak Mahesa kesal.
Terdengar bunyi gagang pintu yang diputar dari dalam.
Pintu itu akhirnya terbuka dan Allana berdiri dengan wajah sembab.
Mahesa masuk dan kembali mengunci pintu di belakangnya.
Allana mundur beberapa langkah ke belakang. Ia menggenggam erat pisau roti di belakangnya.
"Kau mengatakan hal-hal yang tidak patut dihadapan Nenekku tadi. Apa kau sakit hati saat tahu aku akan menikah? Apa kau lupa dengan isi perjanjian yang kau tanda tangani?" Mahesa menyeringai kejam.
Allana kembali mundur saat Mahesa melangkah maju.
"Aku sudah mengandung anakmu. Jangan sentuh aku lagi....kumohon," ucap Allana.
Mahesa memicingkan matanya.
"Kau tidak ingin kusentuh lagi? Kau yakin? Kau terlihat menikmatinya kemarin. Apa kau takut padaku? Kemana Allana yang beberapa saat lalu berani bersuara di hadapan Nenekku? Apa kau tiba-tiba menjadi pengecut saat tahu nenekku sudah pulang?" tanya Mahesa.
Allana menatap Mahesa, sorot kebencian terlihat jelas dimatanya.
Mahesa bisa melihat dengan jelas pisau roti yang disembunyikan Allana dari pantulan cermin di belakang Allana.
"Kalau aku kesal, kalau kau melawan dan melukai diriku atau dirimu sendiri serta anak di dalam kandunganmu, akan kupastikan kakak dan adikmu menderita hingga mati," ancam Mahesa.
Allana terpaku.
Ia hanya bisa terdiam saat Mahesa meraih pisau di tangannya.
Ia juga membiarkan ketika Mahesa membawanya ke tempat tidur dan mencumbunya perlahan.
Kakak…..kumohon….tolong aku….Kak Dimas…..
Allana membatin. Ia merasa muak dengan dirinya sendiri yang justru merasa nyaman dalam pelukan Mahesa.
"Aku akan bersikap lembut karena kau sedang mengandung. Jangan khawatir," bisik Mahesa.
Perlahan ia meraih bibir ranum Allana yang tak pernah puas ia reguk dan menyatukan tubuh mereka.
Wanita ini adalah candu baginya. Satu-satunya wanita yang mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan hanya dengan memikirkannya. Sayangnya Allana tidak akan pernah tahu itu.
Allana tidak perlu tahu betapa ia berusaha menyangkal kalau ia mungkin telah tergila-gila pada wanita yang akan melahirkan anak pertamanya ini.
Bersambung....