1. Istri Kedua Yang Dirahasiakan
Menikah muda bukan impianku, apa lagi menikah dengan pria yang tidak aku cintai. Tapi takdir tidak bisa aku kendalikan sendiri. Sebagai balas budi, aku rela menikahi pria beristri.
"Ini surat perjanjiannya, kita akan bercerai setelah kamu melahirkan." Ya, pria bermulut kejam itu adalah Arsena Adyatma, pria yang beberapa jam lalu sudah sah dimata hukum dan agama menjadi suamiku. Belum satu hari aku menjadi istrinya, kata perceraian sudah keluar dari bibir Arsen.
Bibirku bergetar, menahan tangis. Sungguh, akan sangat memalukan jika aku menangis di hadapan keluarga besar Anderson dan Adyatma. Dua keluarga konglomerat di negeri ini.
"Tunggu apa lagi, Savira. Cepat tanda tangani surat perjanjian itu!" sentak May, wanita yang berbagi suami denganku.
Ingin sekali aku lontarkan umpatan kepada wanita itu, sayangnya aku tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Bagaimana tidak kesal, dia sudah kubantu, tapi tidak ada rasa terimakasihnya kepadaku. Ya, gara-gara dia tidak bisa memberikan keturunan untuk Arsen, aku menjadi korban dalam drama menyedihkan ini.
Dengan tangan sedikit bergetar, aku meraih pena. Ku hela napas dalam sebelum membubuhkan tanda tanganku di atas materai.
Hembusan napas lega terdengar, selaras dengan senyuman mereka yang mengembang, kecuali Arsen. Wajah pria itu sama datarnya denganku. Sepertinya hanya kami berdua yang tidak bahagia atas pernikahan yang terprogram ini.
Satu per satu orang tua Arsen dan May beranjak pergi. Tersisa lah kami bertiga di ruang tengah kediaman Arsen dan May.
"Jangan lupa nanti kamu baca ulang perjanjiannya. Kamu dilarang menyentuh Arsen. Kalian hanya akan berhubungan badan kalau Arsen yang meminta," ujar May dengan nada suaranya yang khas, ketus. Sekalipun wanita itu tidak pernah berbicara ramah kepadaku.
Aku menunduk sekilas tanpa membalas dengan kalimat.
"Ini kunci apartementmu. Kamu boleh pulang dan pindahin baju-baju kamu ke apartement baru," kata Arsen sembari memberikan key card dari unit apartement yang sudah menjadi milikku, salah satu fasilitas yang diberikan oleh keluarga Arsen karena aku sudah mau untuk menjadi istri keduanya.
Selama masa pernikahan masih berlangsung, aku akan tinggal di apartement yang Arsen berikan. Tapi, tentu saja kita tidak akan tinggal satu atap. Arsen akan datang disaat pria itu ingin menanamkan benihnya dirahimku. Dan dengan syarat tidak boleh sampai menginap di apartementku. Artinya, setelah kita melakukan hal itu, Arsen harus segera angkat kaki.
Lalu, setelah aku berhasil hamil anaknya Arsen. Aku dan Arsen dilarang melakukan hubungan badan.
Isi perjanjiannya benar-benar menginjak-injak harga diriku sebagai wanita. Terlahir miskin membuatku tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan harga diri ketika berharapan dengan orang-orang yang kelebihan ekonomi.
Belum cukup sampai disitu, pernikahanku dan Arsen juga disembunyikan. Tidak ada orang luar yang boleh tahu. Arsen dan May adalah orang terpandang, dua pewaris tunggal dari pemilik Perusahaan Internasional. Sementara aku hanya anak panti asuhan yang hidupnya ditanggung oleh keluarga Adyatma sejak kecil. Hidupku tidak berarti apa-apa bagi mereka, makanya mereka memintaku untuk melakukan hal ini dengan dalih berbalas budi.
Tidak apa-apa, aku masih hidup sampai sekarang juga berkat kebaikan keluarganya Arsen. Bahkan biaya pendidikanku dari SD sampai kuliah saja mereka yang menanggung. Sangat tidak tahu diri jika aku menolak permintaan keluarga Adyatma. Ya, setidaknya hidup anakku nanti juga akan terjamin. Dia pasti akan bahagia karena menjadi bagian dari keluarga Konglomerat.
"Tunggu apa lagi, cepat pergi sekarang!" sentak May, lengkap dengan matanya yang melotot tajam. Aku tidak mengerti kenapa pria seperti Arsen bisa jatuh cinta dengan wanita yang satu itu.
Kepribadian Arsen dan May sangat bertolak belakang. Arsen tampan, pintar dan tidak banyak bicara. Pria itu lebih banyak diam dan jarang berekspresi. Berbeda dengan May yang galak dan cerewet. May memang cantik, tapi menurutku dia tidak cocok dengan Arsen. Seharusnya Arsen menikah dengan wanita anggun, penyabar dan bertutur kata lembut.
"Aku pergi," pamitku setelah menerima key card pemberian Arsen.
"Oh iya," suara May terdengar, menahan kakiku untuk melangkah. "Malam ini kamu tidak perlu menunggu suamiku datang. Arsen akan tidur denganku malam ini."
Well, aku tidak peduli.
Tanpa menoleh lagi, aku segera beranjak pergi.
* * *
Tungkaiku melangkah ringan memasuki apartement pemberian Arsen, yang sebenarnya sudah resmi menjadi milikku sejak satu minggu lalu. Apartementnya sangat luas dan elit. Ya, orang sekelas Arsen tidak mungkin membeli apartement sempit dan kumuh.
Selesai memasukan baju-bajuku ke dalam lemari, aku bergegas pergi mandi. Apartement ini sudah rapi dan berfasilitas lengkap, jadi aku tidak perlu repot bersih-bersih. Aku juga pindah hanya membawa bajuku saja, sesuai dengan perintah Ibu Wirna, Mamanya Arsen.
Selagi merendamkan tubuhku di bathtub, pikiranku melayang. Memikirkan bagaimana dengan nasib hidupku ke depannya? Apakah keputusan yang aku ambil ini sudah benar? Atau malah akan menjadi boomerang?
Dengan statusku yang orang-orang tahu masih melajang, tentu saja ini bukan keputusan yang tepat. Tujuanku menikah dengan Arsen adalah untuk hamil dan memberikan dia anak. Itulah mengapa Arsen memintaku untuk berhenti bekerja dan pindah ke tempat tinggal baru. Dia sudah merencanakan semuanya dengan baik dan terorganisir.
Aku menghela napas panjang. Apa aku akan siap dengan semua konsekuensinya? Tapi tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang. Kalau pun aku berubah pikiran, semua sudah terlambat. Aku sudah sah menjadi istri Arsen dan telah membuat perjanjian di atas materai.
DRT
Getaran pada ponselku menyentakku dari lamunan panjang. Aku meraih benda pipih itu dan membaca pesan yang masuk.
Bu Wirna: Sudah di apartement, Ra?
Bibirku membentangkan senyuman. Alasanku tidak menolak permintaan keluarga Adyatma untuk menjadi Istri tersembuyi putra tunggal mereka bukan karena mereka memberikan kompensasi yang besar, tapi karena mereka memperlakukanku dengan baik sejak kecil. Membuatku segan untuk menolak permintaannya.
"Sudah, Bu." Begitu balasan pesanku.
Bu Wirna: Syukurlah. Semoga kamu betah ya. Jangan lupa makan malam, kalau ada waktu Ibu main ke apart kamu ya.
Beliau memang sudah seperti Ibu kandung bagiku. Keluarga Adyatma tidak pernah pandang status sosial seseorang, mereka malah menganggap anak-anak panti Kasih Ibu sebagai keluarganya sendiri.
"Siap, Bu. Aku tunggu!"
Aku kembali meletakan ponselku ke tempat semula. Suasana hatiku yang tadinya suram kini menjadi cerah. Senyum di wajahku bahkan belum luntur meski obrolan virtualku dengan Bu Wirna sudah berakhir.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membuat mataku kontan melotot. Siapa itu?!
"Ra, kamu di dalam?" Itu suara Arsen. Untuk apa pria itu datang ke sini? Bukankah tadi Ayumi bilang kalau suaminya tidak akan datang.
Oh, tapi mulai hari ini Arsen juga sudah menjadi suamiku.
Ya Tuhan.., kenapa pipiku rasanya memanas saat memikirkan kemungkinan tujuan Arsen datang kemari untuk melakukan malam pertama kami?