Ghizey berjalan beriringan bersama mira menuju asrama, matanya berputar kekanan dan kiri, menatap ke langit-langit koridor yang ia lewati. Ia hanya mengekori Mira dengan terkagum-kagum sendiri
"klasik sekali" gumamnya.
"Ghi, kita udah sampai tapi sebelum kita masuk aku mau bilang jika kau berjumpa billie lebih baik kau diamkan saja" sahut Mira dan ia hanya mengangguk.
Ghizey masuk ke dalam asrama mengikuti Mira, ruangannya sangat bagus dengan warna yang lagi-lagi abu-abu, hitam dan merah, tapi tidak menghilangkan kesan klasiknya
"itu tempat tidurmu, aku diatas dan kau bagian bawah"
ghizey melihat tempat tidur tingkat disudut ruangan dan mendekatinya. Mira kembali keluar meninggalkan ghizey sendiri di kamar dengan 3 tempat tidur bertingkat.
Disamping ranjangnya ada lemari kecil dengan bingkai foto diatasnya, foto itu memperlihatka ghizey saat berumur 10 tahun bersama kedua orang dewasa yang ia yakini itu adalah orang tua wanita yang kini ia pegang identitasnya sekarang.
Ghizey merebahkan diri sambil terus memikirkan apa yang terjadi lagi, berusaha mengingat kejadian-kejadian yang mungkin akan menjawab keberadaannya.
"sebelum disini... aku ke gudang kan"
Flash Back On
Tuk.....
Cermin besar dikamar Ghizey bergerak ketika ia sedang menyapu rumah, ia tak sengaja menyenggol cermin besar yang seperti menyatu dengan dinding itu,ketika hendak menggesernya ke posisi semula tak sengaja ia menangkap ada ruang kosong dibalik cermin, rasa penasarannya muncul dan menggeser cermin itu sampai terbuka lebar.
"wow aku kira cermin ini menempel seutuhnya di dinding, sejak kapan cermin ini bisa digeser" gumamnya.
Ia kembali mengamati ruang gelap yang ada didepannya dan rasa takut mulai menguasai pikirannya akhirnya ia memilih menutup kembali ruangan itu.
Sambil berlari kecil Ghizey turun kebawah dan menuju dapur untuk meletakkan sapu yang baru saja ia paka
"bibi, kemana Liana?"
Bibi Mosy mengalihkan pandangannya ke Ghizey lalu kembali dengan kesibukannya yang sedang memasak makan malam. Bibi mosy adalah adik dari orang tuanya yang sudah tiada, bibi mosy menjadi walinya dan ikut tinggal bersama Ghizey dirumah peninggalan orang tuanya. Suami bibi mosy sendiri sering bepergian dalam rangka bisnis kerja dan Liana adalah satu-satunya putri mereka yang hanya beda beberapa bulan dengan Ghizey
"oh... tadi dia pergi keluar sebentar, kenapa?"
"rumah kita sebelum kita tempati punya siapa bi"
"yah papamu yang bangun dong... ini desain papamu sendiri loh"
Ghizey hanya mengangguk mengerti dan kembali kekamar, bibi Mosy hanya menatap punggungnya sampai hilang dari pandangan matanya
"apa sudah saatnya?" gumam bibi Mosy.
Jika rumah ini dari awal ditempati oleh mereka berarti sepenuhnya isi ruang balik cermin itu adalah desain dan rancangan ayahnya. Ghizey menatap kaca itu lamat lamat kemudian mengambil senter untuk menerangi ruangan itu nanti, setelah mengumpulkan keberaniannya ia menggeser cermin besar itu kembali dan melihat ruangan gelap itu.
Ghizey menyinari ruangan itu tapi cahanyaya hanya menunjukkan jalan seperti terowongan yang tidak tahu akan berakhir dimana, ia berjalan masuk dan menutup sedikit cermin itu kembali agar sang bibi tidak mengetahui terowongan ini jika tiba-tiba masuk nanti.
Langit langit terowongan ini kering dan hawa yang ia rasakan sangat hangat, ia terus berjalan sampai ia melihat ada sebuah peti kayu yang sudah sangat usang di ujung terowongan ini, ia meletakkan senternya menghadap keatas agar cahayanya sedikit membias untuk membantunya melihat isi peti kayu yang hanya sebesar pemanggang roti, peti itu bahkan tidak dikunci.
Ceklek
Ghizey membuka peti kayu dan mendapatkan sebuah sisir tua yang terlihat kuno namun indah, setelah ia sinari dengan lampu baru terlihat jelas sisir ini seperti sisir yang biasa dipakai seorang ratu dalam sanggulnya. Sisir ini berwarna emas dan jika rasakan dari beratnya ghizey yakin sisir ini memang terbuat dari emas dengan adanya berlian merah berbentuk bulat besar ditengah sebagai hiasannya dan permata permata kecil disekitar berlian merah itu.
Ghizey meletakkan peti itu kemudian mengusap dan mengamati sisir yang baru ia temukan. Jari-jainya mulai meraba berlian merah yang sudah membuatnya terkagum-kagum. Ia berbalik dengan niat ingin kembali kekamarnya namun berlian merah itu bercahaya dan menyinari seluruh terowongan, seketika terowongan tempat ia berpijak menjadi terang dengan cahaya merah, jalan menuju kembali kekamarnya dapat ia lihat dengan jelas, namun perhatiannya bukanlah pada jalan menuju pulang melainkan pada sebuah cahaya yang membentuk sebuah gerbang pada dinding disampingnya, tanpa berfikir ia masuk kedalam dan menyadari ada jalan lain yang terdapat pada gua ini.
Ghizey tersentak karna seharusnya ia tidak terlalu berani mencoba masuk sejauh ini dan membalikkan badannya untuk kembali namun yang ia lihat hanyalah dinding.
"kemana gerbangnyaa?"
Ghizey panik dan mulai berlari kecil mencari jalan, namun tanah yang ia pijak tiba-tiba terasa ingin roboh dan seketika ia terjatuh dan tidak ingat apa yang terjadi setelah itu
Flashback Off
"Ah sisir itu, dimana sisir itu?"
Ghizey bangkit dan berfikir dimana kira-kira keberadaan sisir itu, jika ia jatuh di terowongan itu seharusnya sisir itu berada disana, namun ia justru terbangun di ruang pengobatan dan dikatakn pingsan dilapangan. Ia langsung menciut mengingat dua jalan cerita yang berbeda dan tidak akan memberikannya jawaban dimana keberadaan sisir itu. padahal benda itu salah satu atau mungkin satu-satunya yang bisa menjadi petunjuk pulang.
"Ghizey, kenapa kamu gak istirahat? Aku kira kamu akan tidur saat aku tinggal"
"Aku tidak bisa tidur dengan beribu pertanyaan diotakku Mira"
Mira datang dan langsung ikut duduk didepan Ghizey, dunia tempatnya berada sekarang ini nyata, meski ia tak yakin apa ia benar-benar hidup disini sekarang, namun lari pun dirinya tak ada tujuan, salah satu pilihan yang mungkin akan ia pilih adalah mencoba menjalani hidup disini sekaligus mencari jalan puang.
"Mira, yang aku tahu sekarang kau adalah temanku, aku tidak mungkin terus-terusan bingung sendiri, tolong bantu aku dari awal dengan mengajariku seperti anak kecil, sulit memang apalagi untukku dan harapanku cuman kau"
"ahahah, Ghi...bukan cuman aku temanmu, ada Astrid, Syabila, Insa, dan Cecil yang akan membantumu, kami akan membantumu mengembalikan ingatanmu"
Ghizey tersenyum kasihan meratapi keadaannya, jika ada ingatan yang bisa dikembalikan mungkin semuanya akan mudah, namun ia adalah orang yang berbeda.
Pandangan mereka berdua kini teralihkan pada pintu yang terdengar terbuka dan menampilkan 4 perempuan yang tidak ia kenal.
"Tepat waktu, Ghi... ayo kita perkenalan kembali, itu Astrid, Syabil, Insa dan Cecil, kita semua sekamar loh"
Mereka mulai berkenalan satu persatu dengan Ghizey, bukan hanya mengenai nama namun juga identitas jati diri mereka, Astrid dan Cecil adalah Vampire itu sangat terlihat dari kulit mereka yang digin saat bersentuhan. Insa adalah seorang Wizard seperti Mira dan Ghizey, sedangkan Syabil adalah werewolf. Banyak pengetahuan dari mereka yang akan membantu Ghizey selama disini, seperti kenyataan bahwa mereka sedang di Vamwetch yang merupakan sekolah para makhluk immortal dan makhluk mistis lainnya.
Sekolah ini didirikan oleh tiga raja yang dulunya memimpin bangsa vampir, werewolf dan wizard sebagai tanda perdamaian dan untuk berbagi pengetahuan sihir dan kekuatan masing-masing. Kelas disekolah ini terbagi tiga yaitu Labetwa dengan simbol Kelelawar, Melwith dengan simbol bulan dan Ingsaolf dengan simbol serigala. Nama-nama kelas itu diambil dari nama raja-raja yang membangun sekolah Vamwetch.
"Ah... Zey, besok akan ada pertandingan duel lagi, kali ini anak kelas Labetwa dengan Ingsaolf" sahut Syabil
"iya, dan dari kelas Labetwa aku dengar si pangeran berdarah dingin itu yang akan turun tangan" lanjut Cecil menerangkan
"Pangeran? Ini masih kerajaan yah?"
Ghizey bertanya dengan mengerutkan alis hitam tebalnya, apakah disini masih dengan sistem kerajaan dengan segala peratutan yang kadang sangat tidak adil.
"Bukan, maksud aku dia merupakan cicitnya cicitnya cicitnya dan cicitnya lagi dari raja vampire yang dulu, dan dia termasuk salah satu murid terkuat disini" jelas Ceci.
Ghizey hanya memangu tanda mengerti, jam yang semakin larut membuat mereka harus kembali pada ranjang mereka masing masing untuk segera beristirahat.
----------------
"Ghizey, ayo cepat ini kelas healer sunny"
"iya iya aku udah siap"
Ghizey dan Mira yang berada pada satu kelas memasuki ruangan yang sudah diisi oleh siswa lainnya, jubah yang dipakai ghizey bergambarkan bulan yang menandakan dia seorang siswa melwith. Syabila dan Astrid merupakan siswa Labetwa, Cecil dan Insa merupakan siswa Ingsaolf.
Didepan kelas ghizey dan Mira memperhatikan healer Sunny dengan seksama, healer merupakan guru yang mengajarkan sihir dan ramuan penyembuhan dan sekaligus tentang racun. Ghizey mulai membuka buku dan tidak mengerti banyak hal yang sudah ia baca, setelah pulang nanti mungkin ia akan segera menuju perpustakaan.
Kringggg
"Ghi, ayok ke lapangan duel, melihat pertandingan, oh iya berdoalah agar kita sedang tidak s**l hari ini"
Ghizey dan Mira berjalan menuju lapangan duel dan duduk di tengah-tengah bagian kursi yang bertingkat seperti lapangan sepak bola ini. Ia mengamati persiapan duel dan penasaran seperti apa pertandingan yang akan segera berjalan ini
"eh, itu siswa kelas ingsaolf namanya Thomas, dia werewolf, dan yang sebelah sana Regaz yang Cecil bilang pangeran berdarah dingin kau pasti sudah tau dia vampire saat aku katakan dia berdarah dinginkan"
"ah... iya, jadi itu orangnya"
Ditengah tengah lapangan sudah terlihat dua laki-laki dari dua kelas berbeda, laki-laki bernama regaz memiliki tubuh atletis yang tinggi dan mata berwarna biru laut dengan rambut hitam dan alis tebal, wibawanya memang terlihat dalam sekali lirikan. Thomas yang menjadi lawan duelnya tak kalah kekarnya, dia memiliki mata coklat dengan rambut berwarna emas gelap.
Pertandingan yang ditunggu-tunggupun di mulai, dengan saling tunduk memberi salam kemudian berbalik menjauh untuk mengambil langkah persiapan untuk bertarung.
Ketika masing-masing mereka sudah berjalan beberapa meter keduanya kembali berbalik dan terlihat Thomas yang dengan cepat langsung melemparkan kekuatan sihirnya kepada lawan. Namun belum sempat mengenai sasaran serangan Regaz dan serangan Thomas bertemu dan menimbulkan ledakan yang akhirnya membuat Regas tepental, meski tak tersungkur regas sedikit memuntahkan darah dari sudu bibirnya akibat ledakan bola sihir itu.
Mata thomas sudah berubah menjadi Abu-abu yang mengkilap dan itu pertanda mungkin dia di sisi wolfnya, yang membuat sorakan para penonton makin bergemuruh.
Regaz pun mulai mengeluarkan sisi Vampirenya dan cakar-cakar tajamnya. Selang beberapa detik setelah perubahan mereka ... nampak lesatan yang begitu cepat dan pertarungan yang begitu sengit, lapangan rumput itu ikut terkoyak oleh cakaran-cakaran mereka yang meleset.
Thomas kini sudah menjadi serigala yang lumayan besar namun tenaga vampire masih bisa membandingi kekuatannya. Selang beberapa menit saling bergulat dan melempar sihir gong tanda pertarungan berhenti berbuyi dan disana sudah terlihat Thomas sudah kembali pada wujud manusianya dan terduduk, padahal penonton tidak menyadari apa yang terjadi dikarenakan cepat dan gesitnya pertarungan mereka. Pemenang duel kali ini dimenangkan oleh Regaz yang disambut riuhnya sorakan penonton.
"Dasar cowok, sok adu kuat kenakan jadinya" omel mira, Ghizey menoleh dengan tatapan bingung
"maksudnya?"
"aku belum menjelaskan yah, pertandingan duel ini biasanya sekali dalam tiga bulan, namun jika ada yang saling menantang maka akan diadakan duel dadakan seperti ini, thomas dan regaz merupakan bagian dan duel dadakan"
"Ooo... astaga cari mati saja"
"memang, dan sialnya setiap duel dilaksanakan akan ada pencabutan lot dua nama siswa untuk bertarung sebagai duel tambahan, jika menang maka kelas mereka akan mendapatkan poin, jika kalah... yah paling ke ruang pengobatan, huftt..... semoga hari ini aku tidak s**l"
"aku juga"
Para profesor dan guru-guru yang ikut menonton kini sudah memperhatikan salah satu dari mereka yang mengeluarkan api dari tangannya, dari api itu keluar sebuah kertas dengan nama siswa.
"Billie!!!"
Sorakan kembali memenuhi lapangan, dan akhirnya kertas kedua yang berisi nama lawan bille keluar, sang guru yang memegang itu terkejut dan menunjukkannya pada profesor dan guru yang lain, ekspresi mereka sama-sama terkejut dan ada yang memberikan ekspresi iba.
"Ghizey!!"
Seketika lapangan hening sebentar kemudian bersorak kembali
"s**l!! Ghizey bagaimana ini, kau sih lupa berdoa astaga.. lawanmu kenapa billie lagi! Baru kemaren kalian bertanding dan kau berakhir di ruang pengobatan"
Ghizey tertegun, "mampus aku" itulah yang dia pikirkan sekarang, bagaimana ia ingin melawan sementara dia tidak tahu memiliki kekuatan atau tidak
"Mira, kenapa aku kemaren kalah"
Mira hanya menatap ghizey sendu dan ingat bahwa ghizey keadaannya lebih buruk daripada pertandingan kemaren. Jika waktu lalu dia masih bisa menggunakan beberapa mantra sihir untuk melawan maka dia sekarang tidak tahu apa-apa selain menerima serangan, semua makhluk didunia mistis ini memiliki kekuatan dasar atau inti masing-masing yang sudah ada sejak lahir, namun Ghizey adalah seorang penyihir tanpa kekuatan, entah apa penyebabnya namun selama disini ia hanya mampu bertahan dengan mantra-mantra sihir yang dipelajarinya. Itu sebabnya Ghizey tidak memiliki banyak teman dikarenakan dirinya yang sering dianggap lemah.
"Ghizey...!"
Namanya kembali terpanggil dan semua orang menatap kearah dirinya, Mira langsug menggenggam tangan ghizey seolah mengisyaratkan semua akan baik-baik saja. Ghizey tersenyum simpul dan gemetar mungkin ini akan menjadikannya pasien suster susan lagi, dan siapa tahu dia akan kembali pulang kan.
"heh lemah..."
"ini bakalan seru... hahaha"
"eh ada calon penghuni ruang pengobatan nih"
Sahut-sahutan ejekan memenuhi telinga Ghizey, "apakah aku selalu diperlakukan seperti itu?" gumamnya.
Ia pun memasuki ruangan yang akan membawanya masuk ke arena duel, disana ada beberapa orang yang menatapnya, Regaz duduk disudut ruangan dan sedang diobati sedangkan thomas ada disudut yang lain.
Ghizey pun mulai memasuki arena duel dan disambut tawa oleh para penonton, disana Billie sudah berdiri dengan senyum iba dan meremehkan sang lawan, memperlihatkan bahwa Ghizey bukanlah lawannya. Mereka mulai maju dan menunduk memberi hormat
"Kenapa lawan ku selalu lemah.... huft... aku juga ingin bertarung tanpa rasa iba, ck"
Itulah kata kata yang didengar Ghizey saat mereka saling memberi hormat tadi, setelahnya mereka berjalan saling menjauh menunggu terompet tanda bolehnya mereka saling menyerang.
"Tetttt"
Ghizey yang tak tahu cara menyerang ia hanya berlari sedikit kesamping mengingat petandingan sebelumnya yang langsung saling menyerang, dan benar saja bongkahan es membeku ditempat ia berdiri tadi, seketika gemuruh tawa dan sorakan terdengar, Ghizey menatap para penonton sampai ia lupa Billie yang kembali menyerangnya dan megenainya, ia tak tahu itu serangan apa yang jelas ia terbanting dan merasakan badannya remuk, pasti dia menggunakan sihir intinya.
Ghizey bingung apa yang harus ia lakukan terlebih dia tak tahu apa kekuatannya dan tak tahu sihir apapun.
"Sampah...!!"
Sringg....sring.....wush....
Tiga kali lemparan bola sihir mengenai Gizey, dua kali ledakan mengenainya dan sekali terpental jauh menabrak dinding kokoh arena duel. Darah sudah mengalir dari bibir dan hidungnya.
"dari kecil... seharusnya kau mati saja"
Sahut Billie yang ingin kembali menyerang menyadari sebentar lagi pertandingan berakhir ketika pemukul gong sudah dipegan
Aaaaarghhhhhhhhh!!!
Ghizey teriak melengking dengan kesal, nafasnya sudah sesak dengan bahu yang naik turun, dibukanya matanya untuk melihat kedepan dikarenakan sunyi yang tiba-tiba saat dia berteriak dengan kesal. Semua orang yang menoton pertandingan terdaiam dan tangan Billie yang tidak jadi menyerang, gong yang hendak dipukulpun menggantung tidak jadi melaksanakan tugasnya.
Ghizey terheran apa yang terjadi, dia melihat tangan dan badannya kini sudah memancarkan energi aura berwarna merah, belum sempat ia berpikir apa yang terjadi Billie kembali menyerangnya, tangan kanan Ghizey spontan mengayun kedepan melindungi dirinya dengan lengan, tapi yang terjadi cahaya merah berbentuk spiral menjadi tamengnya, Ghizey tersenyum, kali ini mugkin dia akan membalas kekesalannya, tangannya diayunkannya berkali-kali dan mengeluarkan bola sihir yang melesat dengan cepat dan menghantap Bille berkali-kali. Ledakan bertubi-tubi mengenai Billie dan kini dirinya sudah tersungkur karena serangan Ghizey yang brutal
Tonggggggg
Ghizey yang ingin mendekat menghentikan langkahnya dan terdiam, apa yang sudah ia lakukan? Sejak kapan dia punya sihir? Sorakan pun kembali mengisi arena duel.
Ghizey berlari untuk keluar dan bisik-bisakan terdengar saat ia sampai diruang persipan duel yang tadi ia lewati.
"sejak kapan dia punya sihir? Bukannya dia tidak punya?"
"aku takut jika itu bulan merah"
Ghizey hanya melirik pelan orang-orang diruangan dan kembali keluar, "aku tidak punya sihir? Bulan merah? Apa yang mereka bicarakan"
--------------------------------
*Uuu... jangan lupa tap ❤️ dan komentar yah....*
Maafkan Typo yang berserakan
Dan kalo ceritanya gaje maaf juga soalnnya masih belajar
Love u all...
❤❤❤