Bab 3. Nikah Kontrak?

1498 Words
Beberapa hari telah berlalu. Kini, Sasha duduk di samping ranjang Hendra, sambil menatap wajah ayahnya yang terbaring lemah dengan berbagai alat bantu di badan Hendra. Ya, Gala memang telah membayar lunas utang Hendra setelah kejadian malam itu. Bahkan biaya rumah sakit, juga sudah ditanggung Gala. Hanya saja, Sasha kecewa dengan pernyataan Gala malam itu. Bagaimana tidak, ketika hanya berdua di rumah sakit, Gala berkata kepada Sasha, “Jelasin ke Mbak Nadia tentang semua kebohonganmu. Batalin juga rencana pernikahan sialan itu. Kalau tidak, aku gak akan bayar utang bapak kamu. Mengerti!” Ancaman Gala, memang langsung memupuskan harapan Sasha untuk bisa bersama dengan sang pujaan. Hanya saja, ia tidak punya pilihan lain karena nyawa bapaknya lebih penting. Sasha menghela napas panjang, saat mengingat ucapan Gala malam itu. Dia lantas kembali menatap wajah Hendra. “Pak … bangun, Pak. Sasha kangen Bapak,” ucap Sasha lirih sambil memegangi tangan renta Hendra meski tahu Hendra tidak akan meresponnya. “Maafin Sasha, Pak,” imbuhnya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Sasha menghadapi situasi sulit seperti saat ini. Hendra sudah sering keluar-masuk rumah sakit karena penyakitnya. Hanya saja, kali ini ia merasa sangat bersalah karena merasa penyakit Hendra kambuh gara-gara dirinya yang mengejutkannya malam itu, saat dirinya datang bersama Nadia dan Gala. Ditambah lagi kedatangan Tono yang semakin memperparah keadaan. “Maafin Sasha, Pak. Sasha gak bermaksud buat Bapak kayak gini. Kalau Bapak sadar, Sasha bakal jelasin semuanya,” sesal Sasha sambil menatap Hendra. Tak berselang lama, ponsel Sasha berbunyi. Nama yang muncul di layar ponselnya membuat Sasha terdiam sejenak. “Om Gala?” Sasha terhenyak. Pikiran pertama yang terlintas dalam benak Sasha adalah tentang uang. Sasha yakin, Gala meneleponnya kali ini pasti akan membicarakan tentang uang karena gadis itu belum juga menjelaskan kejadian sebenarnya kepada Nadia. “Duh, gimana, nih? Pasti Om Gala mau bicarain soal uang.” Sasha mendadak gelisah karena takut Gala akan memakinya. Tapi, jelas ia tidak bisa menghindar. Akhirnya, meski ragu, Sasha mengangkat telepon dari Gala. “Halo, Om?” “Sha, bisa kita ketemu sekarang di Urban Cafe?” tanggap Gala tanpa basa-basi dari seberang sana. “Bertemu?” Sasha seketika menelan ludah dengan susah payah. “Iya,” jawab Gala datar. “Sekarang, ya! Gak pake lama. Aku tunggu! Nanti ongkos kamu akan aku ganti.” “Tapi Om—“ Panggilannya tiba-tiba mati secara sepihak sebelum Sasha bisa menolak. “Apaan sih Om Gala? Seenaknya aja nyuruh-nyuruh aku kayak gitu,” ucap Sasha sambil berdecak kesal. Sasha seketika merasa cemas. Ia terlalu takut bertemu langsung dengan Gala. Apalagi, Nadia terus saja memintanya untuk segera menikah dengan Gala melalui pesan singkat yang dikirimnya setiap hari. “Ini pasti gara-gara aku belum jelasin semuanya ke Tante Nadia. Atau, Om Gala minta uangnya dibalikin sekarang?” Kepala Sasha mendadak menjadi berat jika memikirkan hal tersebut. Namun, mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin menolak perintah Gala karena merasa punya hutang budi kepadanya. Akhirnya, mau tidak mau , Sasha bergegas pergi ke Urban Café, sesuai permintaan Gala. *** Sesampainya di Urban Café, Sasha langsung menangkap sosok Gala dari kejauhan. Dia segera berjalan mendekat ke arah Gala. Namun, langkahnya mendadak berhenti saat jaraknya hampir mendekati keberadaan Gala, karena dia melihat Gala sedang bersama wanita cantik yang turut berada di sana. Samar-samar, Sasha mendengar percakapan antara Gala dengan wanita itu. “Ayolah, Gala. Aku tahu kamu pasti merindukanku, kan? Kamu pasti juga merindukan Erlang,” ucap Karin-mantan istri Gala dengan nada manja. Ia bahkan berusaha meraih tangan Gala dari tempat duduknya. “Lepasin, Karin! Banyak orang di sini!” Gala melepas dengan kasar tangan Karin darinya. “Aku sudah bilang kalau aku tidak akan mau tahu lagi tentang Erlang sejak tahu kalau dia bukan anakku!” “Lalu aku? Apa kamu masih ingin tahu tentangku?” “Enggak! Aku juga sudah enggak peduli lagi denganmu!” jawab Gala ketus. “Aku enggak percaya, Gala. Aku tahu kamu belum bisa move on dari aku, Gala. Buktinya kamu masih melajang kan sampai sekarang?” “Kata siapa? Aku sudah punya pasangan! Jadi, sekarang aku mohon kamu pergi dari sini!” Karin spontan menertawan Gala. Katanya, “Mana pacar kamu, hah?” “Dia … sebentar lagi akan datang.” Gala hampir saja cemas karena Sasha belum juga datang. Ya, ternyata permintaan Gala untuk bertemu dengan Sasha, adalah untuk pembuktian kepada mantan istrinya. Beruntungnya, Sasha datang di saat yang tepat. Gala yang menyadari kedatangan Sasha, segera menghampirinya dan menggenggam erat tangan Sasha tanpa ragu. “Perkenalkan, ini Sasha, calon istriku,” ucapnya pada Karin. Hal itu tentu mengejutkan Karin. Ia spontan mengamati gadis yang bersama Gala tersebut. Bukan hanya Karin. Sasha juga seketika mendelik kaget. “Apa maksudnya ini?” batin Sasha. Pernyataan Gala barusan jelas di luar dugaannya. Apalagi jika ia mengingat ucapan Gala malam itu yang memintanya untuk membatalkan rencana pernikahan, membuat Sasha semakin merasa bingung. Namun, genggaman tangan Gala terasa nyata dan itu membuatnya sangat gugup. “Calon istri? Serius?” Karin kembali tertawa mengejek. “Enggak mungkin. Kamu pasti bercanda, kan? Kalau mau bohong itu, yang masuk akal dong, Gala. Masa iya kamu mau nikah sama bocah ingusan kayak gini?” ucap Karin masih dengan tawa mengesalkannya. “Siapa yang bocah ingusan, Tante?” Sasha ikutan kesal dengan sikap Karin. Ia tidak terima karena disebut bocah ingusan oleh Karin. “Tante pasti insecure kan sama aku karena aku jauh lebih muda dan lebih cantik dari Tante?” Sudut bibir Karin seketika naik ke atas. “Insecure? Mana mungkin? Gala gak mungkin suka sama bocah kayak kamu? Kamu pasti cuma jadi pelariannya dariku, mengerti?” “Cukup, Karin!” Gala lebih dulu memotong ucapan Karin. “Kamu salah kalau mikir Sasha cuma jadi pelarianku. Aku beneran suka sama Sasha dan kita akan segera menikah,” ucap Gala tegas. Namun, pernyataan Gala masih belum membuat Karin percaya. “Menikah? Sama bocah ini? Kamu bercanda?” “Apa masalahnya kalau aku akan menikah dengan gadis yang masih muda? Yang jelas, kamu jangan pernah hubungi aku lagi ataupun datang ke kantorku karena aku harus menjaga perasaan Sasha. Mengerti?” Raut Karin langsung berubah menjadi pucat pasi. Mendengar Gala menyebutkan hal itu, membuatnya merasa murka. Ia menolak kekalahan itu. “Kamu bohong, kan? Ini hanya pura-pura. Aku tahu kamu tidak akan menikah dengan siapun selain aku, Gala!” “Kata siapa?” Gala semakin mempererat genggamannya pada tangan Sasha dan mengangkat ke udara seolah tunjukkan kepada Karin jika hubungannya dengan Sasha memang serius. “Seminggu lagi aku dan Sasha akan menikah. Aku pastikan kamu akan menerima undangan dariku secepatnya.” Gemuruh dalam d**a Karin seketika bergejolak. “b******k kamu, Gala! Secepat itu kamu lupakan aku?!” Karin sudah tidak bisa menahan umpatan yang sejak tadi ditahannya. “Kenapa enggak? Kamu aja juga bisa selingkuh dariku, kan? Bukannya perasaan manusia itu memang gampang berubah, ya? Seperti sekarang. Aku hanya suka sama Sasha. Perasaanku ke kamu sudah mati, Karin. Jadi, sekali lagi aku tegasin ke kamu. Jangan pernah hubungi aku lagi atau datang ke kantorku. Mengerti!” Karin mengeratkan rahangnya, menahan gejolak di hatinya. Ia merasa kalah sekaligus dipermalukan di depan bocah seperi Sasha. Akhirnya, ia pergi dengan menghentakkan kakinya kuat-kuat. Sementara Gala, hanya bisa melihat punggung Karin yang berjalan menjauhinya dengan tatapan penuh kekecewaan tapi juga penuh pengertian. “Sorry,” ucap Gala yang spontan melepas genggaman tangannya dari Sasha. Laki-laki itu langsung terduduk lemas sambil memijat pelipisnya. Sasha yang awalnya bingung, mulai memahami situasinya. Ia juga paham jika Gala masih mencintai mantan istrinya dari sorot yang ditampilaknnya. Namun, bukan itu fokusnya. Ia sedikit lega karena ternyata Gala memintanya datang bukan untuk masalah uang. Ia lantas memberanikan diri duduk di depan Gala. “Om? Jadi, maksud Om Gala nyuruh aku datang ke sini buat ini?” Gala perlahan mengangkat wajahnya. Ia mengangguk saat berkata, “Iya. Tapi, masih ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan ke kamu, Sha.” “Apa itu, Om?” “Kamu masih belum jelasin kebohonganmu ke Mbak Nadia, kan?” Sasha seketika menelan ludah dengan susah payah. Perasaan leganya langsung berubah menjadi kekhawatiran. Dugaannya di awal ternyata benar. Ia buru-buru menjelaskan, “Maafin Sasha, Om. Sasha bakal jelasin semuanya ke Tante Nadia—“ “Apa Bapak kamu masih punya utang di tempat lain, selain Pak Tono?” potong Gala tiba-tiba. Alis Sasha langsung menyerngit heran. Ia jadi bingung dengan arah pembicaraan yang Gala maksud. “Kenapa Om Gala tiba-tiba nanyain utang Bapak?” “Udah jawab aja! Ada lagi gak?” Gala masih saja bersikap cuek. Sasha menggeleng pelan, mencoba menangkap maksud Gala. “Enggak ada, Om,” jawabnya. Gala mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke. Kalau gitu aku jelasin tujuanku manggil kamu ke sini.” Gala menghirup udara dalam-dalam sebelum kembali mengatakan, “Akan kuanggap lunas semua uang yang aku keluarin untuk Bapakmu, termasuk biaya rumah sakit. Kamu juga gak perlu jelasin tentang kebohonganmu itu ke Mbak Nadia. Tapi … ada syaratnya.” Sungguh tawaran yang menggiurkan. Namun, Sasha perlu tahu dengan syarat yang diajukan Gala. “Apa syaratnya, Om?” “Kita akan nikah kontrak.” “Hah? Apa?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD