Aku tak menyangka, jika kebahagiaan ku itu hanya akan bertahan seumur jagung. Semakin lama ku pikirkan, semakin aku bertambah stress sendiri. Akhirnya tepat setelah empat puluh hari setelah kepergiaan Mas Putra, aku tekadkan diriku untuk bangkit. Kalau saja aku yang duluan pergi, aku yakin Mas Putra akan lebih tegar, karena dia lelaki yang sangat hebat. Tetapi takdir sudah menggariskan, bahwa aku harus berpisah dengan suamiku disaat kami baru saja menikmati manisnya madu pernikahan.
Ibu mertuaku juga selalu menasehatiku untuk segera bangkit dari keterpurukan ini. Beliau mengatakan Mas Putra tak akan suka jika melihatku terus menerus seperti ini. Akhirnya dengan segenap niatku yang sudah susah payah ku kumpulkan, aku pun mulai menata kembali hidup ku.
Aku tetap memutuskan menempati rumah ini. Beruntung sekali, Ibu mertuaku dan keluarganya sangatlah baik. Mereka tak meminta sepeser pun harta peninggalan dari Mas Putra. Padahal usia pernikahan ku dengan Mas putra baru seumur jagung, ditambah lagi tak ada keturunan diantara kami. Tapi mereka sebegitu baiknya. Aku merasa sangat beruntung. Beribu kali ku ucapkan syukur karena mempunyai keluarga baru yang sudah menganggap ku bagian dari keluarga mereka. Bahkan sampai kini, saat sudah tak ada Mas Putra di dunia ini.
Aku pun mulai melirik lowongan pekerjaan yang masih berada dekat dengan kawasan tempat aku tinggal. Aku tak mau jika bekerja terlalu jauh dari rumah, selain karena aku tinggal sendiri, aku juga tak mau pandangan negatif orang kepadaku. Bagaimana pun status ku sekarang adalah seorang janda muda, tanpa anak pula.
Sebetulnya tabungan peninggalan Mas Putra ditambah asuransi yang sudah berhasil diklaim, jumlahnya sangat sangat cukup untuk biaya kehidupan ku sendiri. Mungkin tak kan habis hingga lima tahun kedepan jika aku bisa berhemat. Tapi aku tak mau berpangku tangan saja. Aku harus cari kesibukan agar tak selalu meratapi kesedihan ku ini. Juga kalau bisa, aku tak mau menggunakan uang Mas Putra itu. Aku akan simpan semua dibank. Biarkan saja, kalau kalau nanti ada keluarga Mas Putra yang membutuhkan nya. Mungkin suatu saat nanti aku bisa memberikannya.
Bahkan saat aku diberi peninggalan rumah dan kendaraan pun, rasanya itu sudah terlalu banyak bagiku.
Sudah seminggu lamanya, aku berusaha melamar pekerjaan. Aku mengapply lamaran diperusahaan yang berada di dekat rumahku. Yang kebetulan saat ini sedang membuka lowongan pekerjaan. Aku senang sekali, lantaran tadi sore ada email masuk yang mengabarkan bahwa ada panggilan interview di hari senin nanti. Aku sangat lega sekali, akhirnya ada perusahaan yang memberi peluang kerja kepadaku. Aku merasa tak sabar ingin segera hadir saat interview nanti.
Karena email itu masuk dihari jumat, dan panggilan interview masih hari senin, maka dari itu aku masih punya waktu dua hari untuk santai dirumah. Aku mau berkunjung ke rumah mertuaku, sekalian mengunjungi makan suamiku. Mungkin nanti saat aku sudah mulai bekerja, waktu ku berkunjung tak begitu banyak lagi.
Aku berganti pakaian, hanya mengganti dengan kemeja dan celana bahan sederhana saja. Kupoleskan bedak tipis serta lipstik warna nude dibibirku. Kemudian aku menyambar tas tangan kecil berwarna hitam, yang berada disamping meja rias. Lantas aku menuju ke rumah mertua ku.
Sebelum sampai disana, ku sempatkan juga membeli buah yang dijajakan dipinggir jalan, sekedar untuk oleh oleh atau buah tangan untuk mereka. Aku tau mama mertuaku sangat menyukai buah pisang dan buah jeruk, maka aku membelikanya satu sisir pisang sunpride dan juga dua kilo buah jeruk pontianak yang berukuran besar.
Setelah selesai, lantas ku kemudikan kembali mobil sedan hitam ku. Aku kembali berada dijalanan setelah tadi mampir untuk membeli buah. Tak berapa lama aku pun sampai.
Memang jarak antara rumah Mas Putra yang kini aku tempati dengan rumah mama nya hanya sekitar lima belas menitan saja. Jika ditempuh dengan mobil, jika ditempuh menggunakan motor bisa jadi hanya lima atau sepuluh menitan saja. Mama menyambut ku dengan antusias, beliau begitu senang. Karena akhirnya aku mau keluar juga dari rumah. Beliau memelukku hangat. Aku pun balas menyambut pelukannya dengan hangat pula.
Aku dan mama mengobrol diruang tamu. Selama ini mama lah yang selalu menyempatkan diri berkunjung kerumah ku. Selama aku dalam keadaan terpuruk, support dari beliau lah yang menguatkan ku, juga Ibuku sendiri juga tentunya.
Mama mertuaku menyuruhku untuk makan, karena aku ingin menghormatinya maka kuikuti juga langkahnya menuju dapur. Walau pun mama tadi sama sekali tak tau kalau aku akan datang mengunjunginya, tapi terlihat banyak sekali hidangan yang tersaji dimeja makan. Mama membuka tudung saji diatas meja makan itu. Ada beraneka makanan disana. Beliau memang senang memasak, mungkin mama suka menyalurkan hobinya, itu pikirku.
Tapi tak beberapa lama kemudian, ternyata ada tamu lain yang datang. Tamu itu tak lain adalah kakak Iparku yang datang bersama istri dan anaknya. Mereka juga terlihat senang dengan kehadiranku.
Mama bilang, kebetulan aku datang, sehingga kami bisa kumpul bersama kakak iparku dan keluarga kecilnya yang memang selalu berkunjung kesini setiap hari minggu.
Seusai makan, aku berbicara berdua dengan mama, aku ungkapkan keinginanku untuk bekerja agar aku tidak terus larut dalam kesedihanku. Aku memohon doa dari mama agar lolos saat interview besok senin. Mama tampak terharu, mata beliau berkaca kaca saat menatapku. Dia belai rambutku pelan, mama berkata " mama selalu mendukung yang terbaik untukmu nak, selalu " ucapnya.
Setelah azan ashar, aku pun pamit pulang. Aku bilang ke mama hendak mampir mengunjungi makam mas putra. Mama mertuaku mengantarkan aku sampai ke halaman rumah
" Maaf ya Ayu, mama tak bisa ikut berziarah ke makam Putra hari ini. Ada Mas mu sama istri dan anaknya, gak enak kalau mama tinggal. Nanti saja ya, kapan kapan kita ziarah bareng " ucap mama.
" Iya maa, gak apa apa kok. Ayu pergi dulu ya, assalammualaikum ma..." kataku.
" Waalaikum salam, hati hati berkendara yu, sering seringlah kunjungi mama disini. jangan anggap mama seperti orang lain..." ucap mama mertuaku.
" iya maaa tentu " aku lantas mencium punggung tangan mertuaku itu, saat aku sudah mulai menjalankan mobil pun, kulihat dari kaca spion, mama masih saja menatapku dari jauh. Aku pun bergumam dalam hati.
Terimaksih ya Allah, karena engkau telah kirimkan orang orang baik kepadaku, sehatkanlah mereka semua. Mas putra... terimakasih telah membawaku berada ditengah keluargamu yang hangat dan amat baik ini.
....
Kalau mengingat mendiang suaminya itu, Ayu masih saja merasa sedih. Ayu merasa putra selalu hadir mengikuti langkahnya. Mungkin inilah yang namanya cinta, meski tak bersama pun sepertinya ayu masih tetap bisa merasakan kasih sayang dari suaminya itu.
....
Hanya sebentar saja, Ayu mengunjungi makam suaminya, dia mengirimkan doa doa saat dimakam, menaburkan bunga dan air. Dia kemudian berlalu, dia tak kuasa membendung air mata yang sedari tadi dia tahan. Ayu berusaha tak menitikkan air mata saat dia memanjatkan doa diatas pusara suaminya itu. Namun kemudian dia tumpahkan air matanya saat telah berada dimobil sedan hitam yang merupakan peninggalan suaminya itu.
Mas... kamu begitu sempurna sebagai suami. Aku bahkan belum sempat berbakti kepadamu mas, bahkan kamu juga belum sempat menikmati maduku. Kenapa engkau pergi begitu cepat mas.
Ayu menangis sambil bergumam dengan suara lirih, hingga kalau saat ini ada yang mendengar mungkin akan merasakan pilu, sama seperti yang kini tengah dia rasakan.
Ayu menangkan dirinya sejenak. Dia sudah berjanji pada dirinya, pada ayah dan ibunya, pada mertuanya dan terutama dia pun sudah berjanji pada mendiang suaminya, bahwa dia akan selalu tegar. Bangkit, dan tak lagi rapuh. Masih terngiang dibenaknya, kata kata mertuanya bahwa putra adalah lelaki yang tegar dan tak pantang menyerah. Tentu dia akan sangat sedih dan tidak tenang jika melihat ayu terus terusan bergumul dengan kesedihan yang berlarut larut seperti ini.
Andaikan saja dia bisa menghadirkan keturunan buat suaminya itu, alangkah bahagianya ayu. Walaupun putra pergi untuk selamanya, tapi setidaknya dia masih bisa melihat darah daging keturunan putra. Namun itu semua tak mungkin terjadi karena ayu dan putra bahkan belum pernah melakukan hubungan itu selama mereka menikah. Rencana manis itu telah sirna, sekarang tiba saatnya bagi ayu untuk menata kembali hidupnya.
Setelah deru nafas dan suasana hati ayu tenang, maka dia segera melajukan kembali mobilnya dengan pelan. Sekarang ini tujuan ayu adalah pulang ke rumah. Besok dia akan bergantian mengunjungi ayah dan ibu nya sendiri. Karena besok masih hari minggu. Tentu ayah dan ibu ayu akan senang mendengar kabar kalau dirinya memutuskan untuk bekerja.