Prolog
Nana mengetuk pintu apart bernomor 657 ia menundukan pandangannya sambil memeluk berkas di d**a ia menghirup udara dalam- dalam tak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok lelaki jangkung berbadan tinggi. Lelaki itu habis mandi hanya terlilit handuk putih dan handuk kecil yang sedang mengusapnya di rambut.
“Masuklah.” Katanya sambil tersenyum, tidak ada raut atau wajah ingin melakukan tindakan negatif. Nana menggeleng ia menyerahkan berkas yang dipegang namun bos suaminya itu tidak menerima hanya melirik berkas itu.
“Sopankah kamu memberikannya seperti itu? Aku menyuruhmu masuk menungguku memakai baju dan aku akan menerima itu. Ujarnya lagi. Nana mau tak mau masuk membuat pria itu tersenyum. Nana dengan langkah ragu menuju kursi untuk duduk namun belum setengah jalan ia sudah dipeluk oleh boss suaminya.
“Akhirnya yang kutunggu.” Katanya sambil membuang handuk di tangannya, handuk kecil. Jari-jari besarnya mengusap pipi Nana dari belakang.
“Please, saya Cuma mau bantu suami saya.”
“Ayolah, suamimu gak tau. Buat apa sama pria berbadan kecil apa kamu puas selama ini hm?” Katanya menyombong. Nana meronta ia berbalik matanya menyarak ingin marah namun semua itu tiba- tiba saja padam saat mata wanita itu menatap mata bosnya yang mempesona. Bila di lihat, senyumnya ramah, matanya bersih dan bewarna cokelat, hidungnya mancung, dan rambutnya tipe Nana sekali. Bosnya mengangkat tangan dan menggedikan bahu.
“Sa- saya permisi...” Nana menyelak melewati bosnya namun lelaki itu justru menangkap pinggang Nana dan membawanya ke kamar. Dikamar ia menghempaskan pelan Nana diatas kasur tanpa ragu ia membuka handukya dan Nana dibuat takjub dalam hati...
“Aku bisa lihat hasrat yang terpendam didalam dirimu, hasrat yang suamimu tidak bisa memuaskanmu.” Kata lelaki itu diatas Nana.