2

863 Words
Duar! Suara petir menyambar dengan hebat dilangit yang tiba -tiba saja mulai mengglap sempurna. Bulan mulai tretutup awan hitam dan taburan bintang yang cantik itu seolah tenggelam dan tak nampak lagi. Anin yang terkejut langsung memeluk Mathew yang ada di depannya secara spontan. Aninpaling takut suara petir dan melihat kilat. Rasanya sedang hatinya diiris tipis -tipis. Sangat menyakitkan sekali. Anin pun tak suka dengan hujan. Mathew yang berdiri tegak berhadapan dengan Anin juga kaget saat Anin memeluk tubuhnya dengan erat seolah sedang mencari perlindungan. Mathew melihat Anin begitu serius ketakutan bukan hanya sekedar mencari sensasi saja. Duar! Petir kembali menyambar dengan sangat keras. Terdengar sangat dekat sekali ditelinga Anin. Anin kembali berteriak keras, "Aw ..." Anin mendekatkan kepalanya ke d**a Mathew secara spontan. Jari -jarinya semakin erat meremat pakaian Mathew. Terdengan degup jantung Mathew yang sdikit berdetak lebih keras. Tangan Mathew melayang setengah badan dan akhirnya membalas pelukan Anin untuk memberikan perlindungan. Sebagai lelaki sejati, Mathew tetap memiliki naluri menjaga bukan malah menyakiti seperti apa yang Papanya dulu lakukan kepada sang Mama. Mathew takut terulang kembali masa -masa menyedihkan itu. Ini yang membuat Mathew kurang setuju jika Mamanya kembali memutuskan menikah dengan alasan apapun. Rintik hujan mulai jatuh perlahan dan membasahi ujung kepala Anin dan Mathew. Spontan, Mathew menutup kepala Anin dan menyuruh gadis itu mausk ke dalam. "Ini hujan. Masuklah!" titah Mathew dengan suara dingin dan raut wajahnya begitu datar. Maklum saja, Mathew yang sangat tampan dan berhati dingin ini tidak pernah dekat dengan seorang wanita manapun. Jika didekati seorang teman wanita, dengan tegas ia akan menjauhi teman wanitanya tersebut. Rasa sayangnya Mathew hanya untuk Mamanya seorang. Mathew harus mmebuat Mamanya itu tetap bahagia dan selalu nyaman karena sudah berjuang membesarkan Mathew hingga dewasa. Bagi Mathew apalah arti seorang perempuan untuk hidupnya sebelum ia bisa membahagiakan Mamanya. Tapi, hatinya ulai resah saat ia tahu, sang Mama mulai menjalin hubungan dengan seorang pria seumurannya. Mathew tidak ingin kasih sayang sang Mama yang selama ini hanya untuknya terbagi lagi. Anin mengendurkan kepalanya dan menatap Mathew sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Anin takut, Kak," cicit Anin lirih. Hujan semakin terasa deras jatuh ke pakaian mereka. Rasanya seperti ada yang melempar air dan pakaian itu langsung basah. Mathew segera menarik tangan Anin dan membuka pintu bagian belakang lalu mendorong pelan gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil. Ia pun ikut masuk ke dalam. Sepertinya ia perlu pendekatan juga kepada Anin dan mulai bertanya soal Papa Anin. Anin duduk di belakang sambil menyilakan kedua kakinya di atas jok mobil. Mathew menyalakan mesin mobil dan menyalakan AC dengan volume kecil. Kaca mobil bagina depan dibuka sedikit untuk mmeberikan hawa. Diluar hujan sangat lebat sekali ditambha angin yang sangat kencang melewati mobil Anin seperti gumpalan putih yang siap melebur berbagai sampah kering dan berputar. Mungkin itu yang dinamakan angin puyuh. Suara petir dan guntur saling bersahutan bergantina menampakkan kilat cahaya yang sangat menakutkan sekali. Mathew duduk santai sambil bersandar dijok belakang. Anin pun mendekap bantal mobil. Ani sedikit lebih tenang dan merasa lega. Anin merasa aman dan nyaman bersama Mathew. Bisa dibayangkan bagaimana bahagianya Anin terlep sdari maslaah hujan yang sedang mendera ini. Anin menyukai Mathew sudah lama sejak Anin masuk Kampus. Kebetulan, Mathew salah satu panitia yang terbilang paling santai dan sangat dingin. Siakpnya itulah yang membuat Anin semakin terpesona dan penasaran untuk bisa menaklukan Mathew. Sudah satu jam mereka berada di dalam mobil tanpa ada sepatah kata pun yang terucap. Mathew sendiri malah melipat kedua tangannya di depan d**a sambil memejamkan kedua matanya. Anin melirik sekilas dan berdecak kagum melihat sosok ganteng yang selama ini hanay bisa ia lihat dari kejauhan. Kini, lelaki itu benar -benar ada di dekatnya. Apalagi, Mathew memintanya menjadi kekasihnya. Biarlah cuma dijadikan kekasih kontrak asal bisa dekat dengan Mathew. Batin Anin begitu bahagia. Anin merogoh ponsel dari saku celana jeansnya dan mulai membidik kamera dengan foto selfi yang menunjukkan ia sedangbersama Mathew. Pasti bakal jadi bahan gosip yang viral. Anin dengan penuh percaya diri membidik beberapa pose hingga tubuhnya tanpa sengaja menyentuh tubuh Mathe dan membuat lelaki itu terbangun dan membuka kedua matanya. "Kamu sedang apa?" tanya Mathew yang sempat melihat Anin sedang berpos dengan dirinya walau jaraknya agak berjauhan. "Eh ...." Anin terkejut dan menoleh ke belakang. Rasanya malu seklai ditegur seperti itu. Anin takut Mathew marah karena sudah mengambil gambarnya saat tidur secara diam -diam tanpa ijin. "Hapus!" titah Mathew dengan suara datar. "Enggak mau," jawab Anin lantang. "Hapus gak!" Suara Mathew semakin tegas dan terdengar dingin. Tatapan matanya begitu dalam seperti elang hendak menerkam mangsanya. "Anin gak mau," jawab Anin malah menutup ponselnya dan menyimpan ponsel itu kembali ke saku belakang celananya. "Hapus! Aku hitung sampai tiga, kalau kamu tidak hapus, aku akan berbuat lebih gila dari ini," ancam Mathew pada Anin. "Silahkan. Anin tidak masalah," jawab Anin malah menantang. Apa yang Anin takutkan. Sama sekali tidak ada. Ia berasam dengan orang yang ia cintai dan ia harpakan. Ibarat ingin diapa -apain juga, Anin pasrah saja. "Kamu nantangin aku?!" "Kalau iya kenapa?!" Anin malah semakin membusungkan dadanya yang seperti triplek ke depan. Mathew semakin jengah melihat gadis manja yang ada di depannya ini. Kenapa ia tadi mau membantu gadis ini, sampai mengajaknya menjadi kekasih segala. Ini sebuah kesalahan fatal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD