Bertemu Sosok Tentara Jepang

1055 Words
Tanpa terasa akhirnya kami sampai di atas gunung itu. Aku ber tiga yang terakhir sampai, ngomel ngomel dengan Didi, Cecep dan Peyok. “lajunya diorang nih baa…” kata si Alex. Aku yang terengah-engah ada merasakan sesuatu yang aneh, lalu mencoba tanya dengan mereka, “eh rasanya tadi dari bawah, kita ga lihat kabut lah, ini kenapa kok kayak asap tiba tiba ada, kenapa ya?”. “Ah perasaan kau aja ba, dari tadi memang begini ba” kata si Didi menyahuti. “Ayo sudah kita cari peluru-peluru yang dibilang nenek tadi” si Cecep menimpali. Perlahan-lahan kabut itu mulai berkurang hingga akhirnya lenyap dengan sendirinya.  “Eh kita jangan berpencarlah, takut aku ba” kata si Peyok. “Dasar kau nih ba, penakut betul jadi orang” kata si Yuyung. Pelan-pelan kami melangkah sambil melihati sekeliling. Yang terlihat hanya pohon-pohon kering yang dikelilingi asap. Lumayan lama kami mencari peluru diatas gunung itu. Akhirnya tanpa sengaja kami menemukan sebuah lubang agak besar yang tidak begitu dalam. Nah didalam lubang tersebut ternyata banyak terdapat peluru-peluru yang ditunjukkan nenek tadi. Teman-teman begitu melihat peluru itu langsung berlarian menuju ke lubang itu. Hanya aku dan Alex yang menunggu dari atas. “Lex kau ada cium bau aneh ga? Kok baunya begini, tadi rasanya ga ada” kataku. “Iya aku dari tadi juga dah cium yang ga enak, seperti bau asap dupa dengan bau bangkai” balas Alex. Lalu ku alihkan pandanganku ke bawah tempat teman-teman ambil peluru tadi. Ternyata di lubang itu tidak hanya peluru saja yang ada, bom yang bentuknya seperti pelurupun juga ada. Tapi mungkin ga aktif, makanya teman-teman aman aja. Selesai mereka mengambil peluru, maka naiklah mereka keatas, si Cecep dan Peyok berteriak ke arah kami yang diatas. “Jun apa itu di belakangmu!!!! Lex dibelakangmu!!” aku dan Alex kebingungan lalu menengok kebelakang. Tidak ada apa apa. “Kenapa, cep. Ga ada apa apa” kataku dengan Alex. “Ayo kita lewat sini aja”, kata si Cecep membujuk kami. Segera ku turun dengan Alex. “Apa yang kau lihat tadi Cep” tanyaku. “Ada orang tadi tu ba, dia pakai baju tentara, seperti tentara jepang. Ada pedang dan senjatanya juga eh, tapi tangannya buntung sebelah dan berdarah-darah gitu nah” kata Cecep ketakutan. “Ah perasaan kau aja ba” kata Didi yang tak pernah percaya begituan. “Coba kau lihat tu nah …” kata Cecep ngeyel sambil menunjuk ke atas. Tanpa ba bi bu lagi. Tiba tiba di depan pandangan kami sudah ada sosok yang di sebutkan si Cecep tadi. Lengkap dengan pakaian ala tentara Jepang dan kondisi tubuh yang tidak lengkap.  “Mamakkkkkkkk …” teriak kami semua dan berlari kami keatas, berlari tidak tentu arahnya, sampai ada salah satu dari kami yang terjatuh. Pokoknya kami berlari sejauh mungkin dan entah sampai sejauh mana. Setelah lelah dan merasa aman, kami ber enam berhenti sejenak istirahat, mencoba mengatur nafas kami. “Nah kau lihat sendiri kan, itulah tadi yang ku lihat” kata Cecep sambil ngos-ngosan. “Iya eh Cep, ta kira kau bote ba tadi tu …” kata Yuyung. “Egh ngomong-ngomong dimana kita nih ...?” tanyaku. “Ah terserah dimana lah, yang penting kita jauh dari orang tadi. Eh orang apa bukan tadi?” kata Alex yang terlihat ngos ngosan juga. “Kenapa kita lari sih, aku tadi lihat kamorang lari jadi ikutan lari juga,” si telmi Peyok nambahi.  “Dasar gong gong ba kau nih Pop, tadi ada orang tentara dibelakang Juna dan aku … ” Setelah cukup istirahat kamipun melanjutkan perjalanan menuju pulang. “Lama kita berjalan tapi kok ga nemu kebun nenek tadi ya?” batinku. Sekitar 1 jam an kami berjalan, tidak juga ketemu. Akhirnya kami ber 6 putuskan istirahat dulu. “Kita kok ga sampai sampai ya dari tadi??” tanyaku pada Alex. “Kayaknya kita nih putar putar aja ba, situ situ aja nah.” Kata Alex. Si Peyok yang sedari tadi gelisah mulai menunjukkan ketakutannya. “Mamakkkk aku mau pulang” si Peyok pun mulai menangis ketakutan hingga tanpa sengaja celananya tampak basah oleh sesuatu cairan. “Kau nih Pop begitu aja nangis ba, klo tau gitu ga kami ajak kemaren.” Kata Didi. “Sstttt, coba kamorang lihat kebawah, kayaknya itukan lobang yang kamorang ambil peluru tadi, tapi apa itu putih putih??” teriak Alex. Ya Allah kami ber enam ini sudah kecapekan. Tanpa menunggu aba aba kami lari lagi ketakutan. Ternyata di lobang tadi, banyak tengkorak-tengkorak berhamburan bersamaan dengan peluru-peluru yang kami temukan. Setelah merasa menjauh dari lobang tadi kamipun kembali beristirahat. Dan sekali lagi tempat yang jadi istirahat itu ternyata diatas lobang tadi juga. Kali ini bukan tengkorak lagi. Melainkan para mayat tentara jepang lengkap dengan pakaian tentara yang masih melekat di badan mereka. Mayat mayat itu terlihat seperti masih baru, karena ada darah darah yang mengucur deras dari badan mereka. Tetapi tidak hanya itu saja yang terlihat, ada juga potongan-potongan tubuh di lobang itu. Akhirnya kami semua pasrah dan teriak-teriak minta tolong, sambil menangis. Pasrah dengan kondisi saat itu karena sudah kelelahan yang mendera kami semua. Tidak tahu lagi apa yang harus di lakukan anak anak seusia kami. Sementara di bawah kaki gunung seorang pria yang cukup berumur sedang sibuk menyemprot tanaman di kebunnya. Itu adalah bapak dari Cecep dan Didi. Beliau belum menyadari jika anaknya beserta teman temannya yang lain sedang dalam kesulitan.   Tak lama pelan pelan terdengar suara memanggil nama nama kami. Awalnya pelan lalu berubah semakin keras sepertinya sumber suara itu semakin dekat dengan tempat kami. Ternyata itu suara bapaknya si Didi dan Cecep. “Kalian darimana saja, dari tadi bapak cariin kemana mana, ini sudah jam 5 lewat mau dekat magrib, ayo kita pulang …” kami ber 6 lalu mengikuti arah jalan bapak si Cecep. Sepanjang jalan kami cerita ke bapak, apa yang kami temukan dan kami bertemu dengan siapa saja. Bapak hanya tersenyum, “itu akibat klo anak nakal, kelayapan sana sini, ga mau nurut kata orang tua” kata si bapak. Ketika kami melewati tempat ketemu nenek tadi, ternyata berubah juga. Kebun yang tertata rapi dan banyak buahnya, ternyata hanya pohon dan semak semak belukar. Kami ber enam saling memandang keheranan. Dan sampai di kebun si Didi, kami langsung mengambil makanan yang ada di pondok. Setelah istirahat beberapa menit, kami semua disuruh pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD