Selamat Datang Saskia

1974 Words
"Kamu dengan Juan tidak ada hubungan apa-apa, 'kan?" Saskia yang sudah memegang gagang pintu, tersentak dengan pertanyaan yang dilontarkan Julia. Tangannya mengganggam erat gagang pintu sebagai kekuatan atas tuduhan yang benar. Julia mengetahui kebenarannya dan itu mengejutkan Saskia. Posisinya sedang tidak baik-baik saja. Saskia harus kembali berhadapan dengan Julia. Ia memutar tubuhnya, berusaha setenang mungkin, memberikan senyuman cemoohan untuk Julia, yang kini sudah tidak duduk di pangkuan Anggara. Julia berdiri di sisi Anggara dengan satu tangan bertumpu pada sandaran punggung kursi kerja Anggara, dan tangan satunya berkacak pinggang. "Sepertinya kamu sedang putus asa sampai harus membuat kesimpulanmu sendiri." "Juan yang bilang sendiri." Julia menantang Saskia. Ia tak peduli jika nantinya Saskia mengkonfirmasi dengan Juan. Yang penting dirinya bisa melihat ekspresi terkejut Saskia. Pembalasan atas sikap sinis si adik ipar. Sedang dalam hati Saskia, menumpuk makian untuk Juan. Ia tak menduga jika Juan akan jatuh juga dalam tipu daya Julia. Entah apa yang sudah Julia tawarkan, yang jelas Saskia menyesal menjadikan Juan rekan untuk menjatuhkan Julia. "Juan tidak mungkin bilang begitu. Kamulah yang sedang mengarang indah." Saskia harus tegar. Urusannya dengan Juan bisa nanti, yang penting sekarang adalah menjatuhkan Julia dan meyakinkan Anggara yang diam saja sembari menatap Saskia. Hal yang biasa. Aggara tak akan melindungi dirinya, hanya Julia. "Untuk apa saya mengarang. Tidak ada gunanya," jawab Julia. "Tentu untuk tetap memasukkan Onel dalam hidup saya." "Kalau Onel memang terbaik untukmu, kenapa tidak? Sebagai kakak, saya hanya menginginkan yang terbaik saja. Saya tidak ingin kamu dipermainkan lelaki tidak beres di luar sana." "Tidak beres?" Julia berjalan tenang mendekati Saskia. Ia terlihat bagaikan hyena yang sudah tahu bagaimana kelemahan musuh di depannya. Julia sudah berdiri di hadapan Saskia, mengambil sejumput rambut Saskia dan membelainya lembut. "Saskia. Kamu harus selalu ingat kalau kamu bukanlah wanita biasa. Kekayaan dan kekuasaanmu tak terkira. Banyak lelaki yang akan bersikap baik padamu untuk maksud dan tujuan yang sudah jelas, yaitu menikahimu dan menjadi parasit. Kamu harusnya dapat yang sederajat untuk mendampingimu, Sas." "Apa saya perlu membelikanmu cermin selebar lapangan bola?" ucap Saskia Sarkasme. Menyindir telak Julia hingga wanita itu yang tadinya berwajah manis, berubah menjadi galak dengan mata mendelik. "Dan apakah kamu sederajat dengan kami, Julia?" "Saskia! Jaga mulutmu!" bentak Anggara yang langsung berdiri dari kursinya. "Suruh istrimu juga untuk jaga mulutnya. Siapa kekasih saya adalah urusan saya. Berhenti menjodohkan saya dengan Onel!" Saskia mendelik pada Anggara dan memandang Julia dengan mencemooh. Ia kemudian berbalik. Bergegas keluar dari ruangan Anggara. Sedangkan Julia, berdiri kaku sembari menggumam lirih sebelum Anggara mendekat, "Harusnya waktu itu kamu mati juga." *** Saskia dibalut kekesalannya sejak bicara dengan Julia. Berlipat-lipat kesal dengan Juan yang entah sudah bicara apa dengan Julia hingga Julia tahu kalau hubungan dirinya dan Juan hanyalah main-main belaka. Saskia tak habis pikir akan bagaimana Julia melakukan tipu daya hingga seorang Juan yang Saskia pikir adalah seorang yang kuat, ternyata lumpuh juga setelah berhadapan dengan Julia. Julia memang cantik. Sangat cantik bahkan menurut Saskia. Wanita itu memiliki wajah oval yang teduh dengan bentuk mata monolid yang mana kelopak matanya menjulur ke arah alis. Bibir Julia adalah yang paling seksi menggoda. Bibir Julia tak terlalu lebar ke samping, ia penuh dengan lekukan dalam di bagian tengah atas. Benar-benar wajah yang sempurna. Ditunjang juga bentuk tubuh yang berlekuk pas dan selalu ditonjolkan. Julia selalu mengenakan pakaian-pakaian yang bisa menunjukkan lekukkan tubuhnya baik dari atas ke bawah atau hanya menonjolkan salah satunya saja, bagian dadanya saja atau bagian pinggulnya saja. Langkah Julia bahkan terlihat bagaikan seekor kucing. Tak terlalu terburu-burur, berlenggok, serta menggoda. Mengingat sosok Julia, Saskia hanya bisa menghela napas setelah membandingkannya dengan dirinya sendiri.  Sejak pertama kali melihat Julia, Saskia langsung minder secara fisik. Tubuhnya sedikit lebih pendek dari Julia. Warna kulitnya tak secerah warna kulit Julia yang seperti porselen. Ia juga tak memiliki lekuk tubuh yang aduhai. Saskia kemudian bingung sendiri. Ketidaksukaannya pada Julia sejak awal mula kenal apakah karena perbandingan fisik yang menciptakaan perasaan iri serta cemburu ataukah ada sebab lain. Jika yang pertama menjadi alasan, Saskia menjadi sedikit malu pada diri sendiri. Itu menandakan kalau dirinya tak punya kepercayaan diri. Saskia sudah sampai di restoran Juan, tapi ia tak langsung turun. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Saskia merasa untuk perlu memeriksa riasan wajahnya yang amat sangat sederhana. Hanya menebalkan alis, merapikan maskara, menambah polesan lipstiknya, dan terakhir adalah bedakan. Setelahnya, melalui cermin kecil yang terpasang di sun vissor, Saskia mematutkan diri. Tiba-tiba perasaan malu menyelip. Ia hanya akan bertemu Juan untuk melakukan konfrontasi, seharusnya ia tak perlu merapikan riasannya. Seharusnya juga ia tak perlu harus menjadi cantik untuk Juan. Toh laki-laki itu bukanlah orang penting. Dengan gemas pada diri sendiri yang berubah aneh, Saskia mengambil tisu berniat menghapus lipstiknya dan membuatnya agar tak terlalu tebal lagi. Ia juga mengusap serampangan tisu ke wajahnya untuk mengurangi tebalnya residu bedak di wajahnya. Sekali lagi ia bercermin. "Oke, begini cukup. Untuk apa juga saya harus cantik hanya untuk bertemu b******n tengil kayak dia. Yang baru melihat wanita seksi saja langsung klepel-klepek dan kemudian menjadi tidak konsisten. Pantas kamu tidak menyebutkan apa imbalanmu sebenarnya, karena sebenarnya kamu mengincar Julia juga. Kamu ingin menjadi budaknya. Sama dengan pria-pria lain. Sama dengan Onel. Cuih." Saskia menggerundeng sendiri sembari mengikat rambutnya ke atas dengan acak tanpa di sisir. Ada kecemburuan yang tak ia sadari di setiap kalimatnya. Atau mungkin Saskia menyadarinya hingga saat keluar dari mobil, tubuhnya serasa hangat dan butuh dikeluarkan menjadi amarah. Langkah Saskia cepat memasuki restoran. Kepalanya celingukan melihat-lihat kemungkinan adanya Juan. Saskia mendekati meja kasir dan melihat seorang pria manis dengan rambut pendek bergelombang yang tersenyum ramah kepadanya. "Cari juan?" tanya Robi. "Eh, maksud saya, cari Pak Juan?" Robi segera meralat pertanyaannya karena melihat Saskia yang langsung mengernyit. "Di mana dia?" "Di dapur." "Dapur?" Saski keheranan mendengarnya. "Iya. Dia sedang menciptakan menu baru." Robi celingukan dan menganggukkan kepala pada seorang pelayan wanita yang terlihat kosong. Pelayan itu bergegas mendekat. "Ya, Pak?" "Tolong antarkan tamunya Pak Juan ke dapur, ya." Si pelayan tersenyum dan kemudian mempersilakan Saskia mengikutinya. Dengan ragu-ragu, Saskia membuntuti si pelayan. Tak ada pilihan dan lagi ia juga tak ditawari untuk menunggu di bagian restoran. Saskia tercengang saat memasuki dapur restoran milik Juan. Aroma masakan dari asin ke manis, beradu menggoda lidah dan perutnya. Warna putih, silver, dan hitam mendominasi dapur. Beberapa koki, menoleh dan menatap Saskia untuk beberapa detik saja dan kembali fokus pada masakannya. Beberapa saling bicara bukan untuk mengobrol tidak penting, melainkan memastikan bahwa bumbunya atau masakannya sudah pas dan benar. Saskia mengikuti si pelayan dengan kekaguman tak berkesudahan akan kebersihan dapurnya. Akan ada seorang yang sigap membersihkan bercak-bercak sipratan bumbu atau segera mengambil panci yang kotor dan sekiranya tak terpakai untuk dicuci di sisi lain. Karena pandangannya kurang fokus, Saskia yang terus melangkah dengan kepala menoleh ke arah lain, langsung menabrak tubuh Juan. Saskia terkesiap dan tubuhnya menjingkat. Selangkah kakinya reflek mundur ke belakang dengan cara yang aneh, membuat tubuhnya seakan-akan goyah. Dengan kaku Juan mengulurkan tangan ke pinggang Saskia. Tubuh keduanya tak terlalu rapat, tetapi tangan Juan yang menahan pinggang Saskia, membuat posisi gadis itu tak terlalu jauh dengan Juan. Jantung Saskia berdegup keras menatap wajah Juan yang begitu tampan. Mengkui bahwa Juan tampan, sontak Saskia malu. Ia langsung mendorong Juan dengan kasar. Dorongan yang tak memberikan efek apa-apa selain bahwa Juan melepaskan rangkulannya dan berdeham. Perasaan Juan pun tak beda jauh dengan Saskia. Dirinya sendiri juga terkejut dengan reaksinya yang dirasanya berlebihan. Ia selama ini tak peduli dengan wanita, tetapi melihat Saskia terkejut saja, tubuhnya beraksi untuk segera melakukan sesuatu. Menjaga gadis itu. Juan kemudian menyadari bahwa kesenyapan menyerbu dapur. Tak ada kebisingan atau percakapan. Ia segera menoleh pada para juru masak yang menatap ke arahnya dengan ekspresi menggoda. Juan malu dan gemas. Ia menoleh pada pelayannya yang sontak terkejut karena ketahuan tersenyum sendiri. Cepat-cepat si pelayan merubah wajahnya menjadi serius meski tak bisa benar-benar serius. "Kamu bilang sama Nina, semua yang ada di dapur, tidak usah digaji bulan ini." Bukannya pada tersinggung, tawa merebak dengan gumaman sindiran lucu. "Sudahlah, tak usah gajian kita bulan ini. Bos kita butuh uang buat lamaran," ujar seorang juru masak berbadan besar yang langsung memotong ayam dengan tebasan kasar. "Betul. Bosan kita liat dia menganggu dapur sesuka hati," sahut lainnya. "Cepat-cepat sudah menikah. Sudah tua ini." Semuanya diucapkan dengan wajah serius, tetapi terselip senyum menahan tawa. Sedang lainnya yang tak menyahut, hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Apalagi melihat wajah Juan yang salah tingkah sendiri. Guyonanan para karyawan dengan Juan memang terlalu sangat akrab. Selain karena mereka memang sudah lama ikut bersama Juan, mereka juga sudah menganggap masing-masing adalah saudara, termasuk pada Juan. Juan melirik wajah Saskia. Gadis itu pun sama salah tingkahnya dengan Juan. Wajahnya memerah dan kepalanya berulang kali menunduk. Juan mengabaikan lainnya. Ia merangkul pundak Saskia, dan memutar tubuh gadis itu untuk menghadap ke meja saji. Juan melindungi Saskia dengan membuat gadis itu terkurung di balik tubuhnya. Salah satu tangan Juan terentang melewati tubuh Saskia yang mungil dan menumpu pada meja saji. Ini membuat tangan juan berada di sisi kiri tubuh Saskia. Sedangkan tubuh Juan yang besar, merapat di sisi kanan Saskia. Aroma parfum dan masakan, menguar manis dari pakaian Juan. Pakaian ala juru masak, berwarna hitam. Saskia bisa merasakan d**a Juan yang menempel ke punggungnya dan Saskia merasakan panas yang aneh. Ia bingung dan kepalanya tak bereaksi apa-apa. Hanya jantungnya yang terus memberikan ritme cepat. "Saya membuat resep baru," ucap Juan sembari membuat irisan kecil dengan garpunya atas makanan yang sudah ia buat. Suara Juan terdengar sangat jelas dan ngebass di telinga Saskia. Kedua tangan Saskia dengan gelisah, memegangi tepian meja saji seperti seorang gadis kecil. Tatapannya memang terarah pada makanan di piring porselen putih yang dihidangkan dengan cara yang menarik. "Kenari dan Salmon, menu untuk makan siang yang menyehatkan. Setidaknya bisa mengembalikan tenaga yang hilang setelah bekerja untuk empat jaman. A'...." Juan menyorongkan garpu ke berisi potongan ikan salmon dan kenari, ke bibir mungil Saskia. Dengan gagap gadis itu membuka mulutnya dan mengunyahnya perlahan. Rasa gurih dari ikan Salmonnya dikombinasi dengan rasa asam yang tak menyengat dari lemon dan sensasi gemeletuk dari kenarinya, membuat Saskia ingin terus mengunyah. "Enak...?" Suara Juan jauh lebih jelas dari sebelumnya. Bahkan Saskia bisa merasakan embusan hangat mengenai pipinya. Saskia tau jika Juan sedikit membungkuk yang membuat wajah lelaki itu menjadi dekat. Kunyahan Saskia melambat karena jantungnya berontak ingin mencelat keluar. Terasa Saskia jemari Juan menempel di dagunya dan kemudian ibu jari Juan mengusap bagian bawah bibirnya. Hal-hal ganjil bermain di bagian perut Saskia. Seolah semua tubuh Saskia ingin melonjak-lonjak tak karuan. Saskia menatp jemari Juan yang sudah lepas dari wajahnya dan mengikuti pergerakannya yang mengarah ke bibir Juan. Ibu jari Juan seperti memasukkan sesuatu ke bibirnya Juan sendiri dengan cara mengusap. Dan bibir Juan mengunyah perlahan dengan senyum geli. "Kenarinya nempel di bibirmu," ujar Juan menjawab pertanyaan yang tersirat dari tatapan Saskia akan apa yang barusan diuknyahnya. "Gimana? Enak?" S*tan.... Bagaimana bisa ngomong kalau begini. Ayo, Saskia. Ini bukan kamu. Ingat! Ingat! Dia itu tak lebih dari seorang ba*jingan tengil! Ayo, ngomong sesuatu, Sas! Bentak dia. Jangan sampai dia menguasai dirimu. Sekeras apa hati Saskia berteriak agar Saskia membentak, yang keluar justru serupa cicitan burung. Lemah dan gugup. "Nggg.... Ya.... Enak...." Juan tersenyum lebar. Satu tangannya langsung menyambr piring porselen dan tangan satunya langsung menggenggam jemari Saskia. Ia menarik lembut tangan Saskia agar mengikutinya. "Siapkan Strwberry ice yogurt," teriak Juan. "Cokelat cake juga?" tanya lainnya yang juga berteriak karena posisinya di sudut. "Boleh." "And ice cream?" tanya seorang wanita. Juan berhenti tiba-tiba dan sekali lagi Saskia yang sedang menata jantungya, kembali menjingkat terkejut. "Kamu gak sedang diet, 'kan?" Pertanyaan yang tiba-tiba dan membuat Saskia tak berpikir selain menggeleng. "Oke," jawab Juan nyaring. Seorang pria muda dengan senyum ramah, membatu membukakan pintu ganda dapur bagi Juan. Tanpa peduli tatapan Robi dan Nina, Juan terus meluncur ke ruangannya. Robi, dengan sigap membantu Juan membukakan pintu karena kebetulan ruang kerja Juan adalah di dekat meja kasir. "Selamat datang di rumah kedua saya Saskia." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD