Chapter 7

1381 Words
“Kalau bukan karena gaji yang kuterima sebagi pegawai Doujav Corp menggiurkan dan pamor baik di mata orang-orang sudah kupastikan aku keluar dari dulu.” “Sabar, And. Namanya juga kita masyarakat awam yang membutuhkan. Meski sering dipermainkan apa boleh buat kalau memang sedang butuh,” sahutku sembari menyeruput es teh. Usai rapat dengan para dewan direksi dan dipimpin langsung oleh Mr. Jazz selaku CEO-nya, kami memutuskan untuk merefresh pikiran sembari mendinginkan hati dengan minum es teh di cafe depan kantor. Tepatnya, Andrew yang menyeretku secara paksa agar cepat keluar dari gedung pencakar langit ini. Katanya, “Hidupku sudah di ambang kewarasan, Al. Bisa-bisa aku mati sambil memikirkan konsep the next AI.” Maka, berakhirlah kami di sini dengan segala pemikiran dan persoalan yang sama. Lalu, opsien kedua yang juga sangat mengesalkan adalah manusia bernama Benzie. Senior berprestasi nan angkuh yang menjengkelkan. “Ck, si Bensin itu juga mentang-mentang genius jadi congkak. Padahal dirinya sendiri hanya dimanfaatkan oleh orang-orang tak berperikemanusiaan itu.” Dan sejak keluar dari dalam gedung beberapa saat lalu, Andrew terus saja mengoceh menyampaikan keluh kesahnya. Well, rapat memang berjalan lancar bahkan cukup baik sebab kali ini aku berhasil memangkas perkataan si Bensin sialann itu dengan terobosan ide baruku mengenai rancangan sebuah robot dengan tenaga nuklir. Sejujurnya aku sendiri pun bahkan tidak yakin dengan ide konyol tersebut. Robot tenaga nuklir? Oh astaga, apa-apaan itu? “Ngomong-ngomong, Al. Kau yakin dengan ide barumu itu?” Aku meringis sesaat, kembali menyeruput es teh tanpa minat. “Kau ragu ya? Sepertinya aku pun begitu, And,” cicitku pelan. Baiklah, aku sudah kalah muka. Usulan robot tenaga nuklir itu hanya iseng dan hal ngawur, dengan otak dangkal pas-pasan ini mana mungkin aku bisa merancang robot yang lebih baik dari Benzie kan? Astaga, bahkan lawanku saja sudah diakui dunia. Alan-Alan, aku jadi merasa prihatin dengan diri sendiri. “Ck, kenapa kau jadi payah begini sih, Al. Tidak professional!” hardik Andrew. “Apanya?” “Kau harus tetap semangat, belum apa-apa sudah pesimis duluan bagaimana bisa menang. Kau kan lebih cerdas dariku, Al. Walaupun memang tidak setara dengan si Bensin itu sih tapi, tenang saja kau pasti bbisa. Aku akan selalu mendukungmu kawan.” Alan yang mendapati kalimat tersebut keluar dari bibir Andrew pun mendelik horror. Sejak kapan sahabat semprulnya ini bermulut manis. “Santai, Bro. Sebegok-begoknya dirimu, masih ada aku yang agak sedikit di bawahmu,” sahut Andrew lagi. Alan berdecak sarkas, “Itu pujian atau hinaan sih, And?!” Sebentar menyanjung tapi setelah itu dijatuhkan sampai terjun bebas tanpa kendali. Sebenarnya dia itu niat tidak memihakku? “Anggap saja sesukamu,” jawab Andrew acuh. Lantas melanjutkan menyantap makanannya hingga habis tak bersisa. “Oh iya, Al. Ngomong-ngomong mengenai lintasan violet di langit sore kemarin apa kau menyadari sesuatu?” Ganti topik? Tiba-tiba saja! Ahh ... alien yang sedang hangat diberitakan di mana-mana itu. “Memangnya ada apa?” Aku bertanya. “Seperti yang diprediksi Scientist Jerman itu, benda luar angkasa benar-benar jatuh ke bumi tidak lama usai ungkapannya. Lalu, yang semakin mengcengangkan bahwasannya diduga sebuah makhluk luar angkasa juga jatuh bersamaan dengan meteor pada saat itu.” “Makhluk luar angkasa kau bilang?” Andrew menganggukkinya dengan semangat. “Itu kan baru prediksi dan masih perkiraan para peneliti, And. Mereka belum bisa menemukan objek yang sebenarnya jadi, kau juga tidak perlu sefanatik inilah.” Memangnya, makluk luar angkasa itu benerana adakah? Well, aku memang menyukai geografi dan segalanya yang berhubungan dengan alam semesta. Apalagi menyangkut meteor dan luar angkasa tapi, kalau mempercayai adanya penghuni lain selain manusia di sana, hmm ... “Sepertinya mustahil, And,” kataku. “Kenapa mustahil sih, Al. Padahal kemarin itu kau yang paling bersemangat membicarakan makhluk luar angkasa dan perintintilannya sedetail mungkin. Kenapa sekarang-” “Setelah kupikir-pikir, sepuluh dari 100% mungkin mereka memang nyata ada. Tapi ...” Ntahlah, pikiranku langsung melayang pada sosok gadis itu. Manusia aneh yang mengaku bisa berbahasa ratusan lebih bahkan mengatakan hidupnya bergantung pada daya baterai yang perlu dicharge. Ya ampun, memang dia pikir dia itu apa? Robot? Ufo? Seketika aku merinding, dasar gadis kebanyakkan halu. Apa sebegitu sukanya ia padaku sampai nyaris gilaa?! “Sepuluh dari seratus ya? Hmm ... padahal aku berpikir mungkin saja 50-80%.” “Seyakin itu?” Andrew mengangguk, lagi. “Lintasan violet berbentuk lingkaran itu, apa kau tidak merasa ada yang aneh?” Tidak! Benda-benda luar angkasa yang jatuh pasti akan melewati atmosfer dan terbakar di sana karena panasnya matahari yang luar biasa. Lalu, meninggalkan bekas seperti lingkaran ataupun yang lainnya. Dan itu, sudah tidak asing lagi bukan? “Aku berpikir, mungkin saja itu alat transportasi mereka? Karena berita yang mengejutkan baru-baru ini dirilis TVEM.” Andrew mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan menunjukkannya padaku. Siaran berita live, yang dibawakan oeh pewawancara dengan judul utama berita adalah, “Ufo pertama yang datang ke Indonesia,” bacaku sesuai dengan yang tertera pada layar ponsel Andrew. Kurebut benda pipih tersebut dari genggaman empunya menjadi ke genggamanku sepenuhnya. Lalu, menonton berita lebih lengkapnya. “Baik pemirsa, kali ini saya sudah bersama langsung dengan Prof. Felix dari Universitas Merah Putih dan Prof. Nellam dari perusahaan IT raksasa se-Indonesia. Halo, selamat siang para Professor.” Suara pembawa acara terdengar. Tapi, aku dan Andrew justru salah fokus dengan salah satu tamu di sana. Kami pun saling berpandangan untuk sesaat. “Prof. Nellam?” “Prof. Nellam?” Tanyaku dan Andrew bersamaan. “Bukannya Prof. Nellam di Amsterdam ya selama ini?” “Melakukan penelitian di pusat Ibu Kota itu kan?” Andrew pun bertanya. Aku lantas mengendikkan bahu asal. “Sudah pulang berarti, Al. Kita ketinggalan beritanya kalau begitu.” Aku mengangguk sekenanya. Kemudian kami fokus kembali mendengarkan isi berita yang disiarkan secara langsung tersebut. “Mengenai insiden yang baru-baru ini terjadi dan sangat menggemparkan tanah air, bagaimana tanggapan Anda-Anda ini sebagai peneliti senior dan pengamat letak tata surya?” “Ya, saya melihat ini bukanlah suatu kejadian yang biasa. Meski bukan yang pertama kalinya tapi, untuk insiden detailnya ini merupakan yang pertama bagi kita. Gambar serupa lintasan yang membekas jelas di langit sore Jakarta.” Suara Prof. Felix. “Sejauh ini bagaimana hasil dari penelitian yang diduga jatuhnya meteor tersebut, Prof?” “Banyak peneliti dan Professor besar lainnya yang sudah turun ke lokasi. Di duga tempatnya di dekat aliran sungai Hwin menuju ke muara laut lepas. Namun, sampai saat ini tidak satu pun benda yang tim kami temukan di sana,” lanjut Prof. Felix. “Betul, dengan lintasan yang terlihat sangat jelas tersebut namun tidak satu pun yang ditemukan. Tentu ini bukanlah hal biasa yang merupakan jatuhnya benda langit saja.” “Baik, bisa tolong dijelaskan bagaimana itu maksudnya, Prof. Nellam?” “Menurut para ahli di laboratorium, dan sesuai yang Prof. Felix ucapkan dalam siarannya beberapa waktu lalu. Kemungkinan bahwa lintasan tersebut terjadi karena hadirnya makluk lain dari luar angkasa. Jenis lintasan yang besar dan dapat kita lihat dengan mata telanjangg, juga warna violet yang memperjelas. Saya rasa dugaan seperti itu cukup masuk akal.” “Prof. Felix?” “Ya, warna violet yang cerah seolah dengan warna tersebut ia menunjukkan bukti kehadirannya. Walau bisa saja mungkin karena gradasi antara langit biru yang cerah dengan asap yang ditimbulkan dari atmosfer. Secara biologi ini masuk akal, namun menurut saya pribadi warna violet itu menunjukkan ciri khusus makhluk luar angkasa ini hadir. Seperti, gender ataupun rupanya,” jelas Prof. Felix. Oh, tunggu dulu. Aku menyadari sesuatu. “Namun menurut saya pribadi warna violet itu menunjukkan ciri khusus makhluk luar angkasa ini hadir. Seperti, gender ataupun rupanya,” Bukankah warna mata yang gadis aneh itu pancarkan malam itu adalah biru keungu-unguan? Kilatan yang bersinar terang sesekali atau mengabur dan memperlihatkan warna nila yang jelas. Ya, benar! “Lilac, warna mauve tua berpadu lavender!” “Ha? Gimana,Al?” “Alan George Ferdian, 22 tahun. Mahasiswa IT Universitas Ekadanta, Jakarta. Seorang pegawai Doujav Corp sejak tahun 2020. Memiliki tinggi badan 177cm, dan berat badan 68kg. Putra pertama dari pasangan Kevin De Shou dan Stefani Wijaya.” “Aku ini the future, kau manusia.” “Aku bukan manusia, George. Aku dan kau, kita berbeda. Aku ini the future yang datang dari masa depan.” Kalimat-kalimat itu, kata-katanya yang membuatku bingung. Oh, astaga! Brak! “HEI-HEI, AL. KAU MAU KE MANA?!” “OI, BAYAR DULU MAKANANMU!!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD