Ketika hati mulai tersakiti. . .
Ketika kepercayaan mulai di khianati.
Ketika rasa mulai tak terkendali.
Mencintai dalam benci.
Atau membenci dalam cinta.
Sungguh menyiksa lara.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hari hari Kalina lalui dengan senang karena bos yang ia miliki lumayan bersahabat. Tidak banyak menuntut, sejauh ini Kalina bekerja merasa nyaman ia dengan senang hati melakukan pekerjaannya. Atasannya juga tidak terlalu banyak bicara. Hanya sesekali memerintah saat membutuhkan sesuatu. Kalina merasa senang jika atasannya langsung memerintahkan apa saja padanya. Kalina merasa senang memiliki pekerjaan yang memang ia sukai. Sejauh ini ia tidak mendapatkan kendala apapun menghadapi semua pekerjaannya. Dengan hari- hari yang ia lalui, ia semangkin menemukan teman di setiap aktifitasnya. Dan bersyukur semuanya baik dan welcome terhadap Kalina. Saat sedang di sibukkan dengan pekerjaan kantor suara ketukan sepatu mengalihkan perhatiannya ia mendongakkan wajahnya melihat siapa yang datang. Seorang wanita cantik dengan tinggi semampai itu berjalan santai menuju ruangan CEO Kalina tersadar langsung bangkit mencegah wanita itu masuk keruangan bosnya tanpa janji dan ijin dari atasannya.
"E..eh maaf Mbak ada perlu apa ya, Mbaknya sudah buat janji??" Kalina berdiri dihadapan wanita itu sambil memegang gagang pintu dan menghalangi jalannya wanita dihadapannya ini.
"Kamu siapa??" sambil menaikan alisnya sebelah
"Saya sekertaris Pak Akhtar Mbak, sebelumnya Mbak sudah buat janji??" tanya Kalina.
"Gak perlu, awas saya mau masuk." sambil menggeser tubuh Kalina kuat.
"Ee..eh Mbak gak bisa masuk gitu aja Mbak, Pak Akhtar bisa marah dengan saya, kalau ada tamu tanpa janji masuk gitu aja."
"Aduhhh,, lo baru ya disini, resek banget sih, awas gue mau masuk."
"Tapi Mbak,,_" wanita itu mendorong kuat Kalina mengakibatkan ia ikut masuk bersamaan saat pintu terbuka, Akhtar yang sibuk dengan pekerjaannya memandang kedua wanita itu dengan dahi berkerut.
"Ada apa??" tanya Akhtar
"Maaf Pak, wanita ini memaksa masuk, sudah saya bilang harus ijin dulu tapi dia tetap memaksa." Kalina sambil membungkukkan badannya mengucapkan hal itu kepada Akhtar yang masih memandang mereka dengan tatapan yang tidak bisa Kalina artikan.
"Tidak apa apa, kembali lah bekerja." wanita yang ada disamping Kalina tersenyum sinis lalu berjalan mendekati Akhtar.
"Lain kali jika wanita ini datang lagi biarkan saja, dia istri saya." Akhtar mengucapkan sambil melihat wajah sang istri dengan raut masam. Sedangkan Kalina merasa segan telah memperlakukan istri bosnya dengan sedikit kasar.
"Ohh, maaf Pak Saya tidak tahu."
"Tidak apa apa, kembali lah bekerja."
"Tunggu,," Suara wanita itu menghentikan Kalina yang hendak pergi.
"Buatkan aku teh hangat?"
"Baik Mbak, ada lagi,?"
"Tidak ada,," Kalina berlalu pergi menuju pantry kantor untuk membuatkan permintaan nyonya bosnya.
Akhtar kembali melanjutkan pekerjaannya menghiraukan istrinya yang duduk memandangnya sambil bertopang dagu,
"Sayang!" Giana memanggil Akhtar dengan nada manja.
"Ada apa??" Akhtar menatap istrinya menghentikan aktivitas nya,
"Kamu masih marah??"
"Menurut kamu??"
"Ayolah sayang, maafkan aku, mengertilah aku tidak ingin dipusingkan dengan pertanyaan soal anak anak lagi dengan orang tua mu."
"Kalau kamu tidak ingin pusing dengan hal itu, kenapa tidak ambil saja solusinya."
"Apa??"
"Hamil lah apa lagi, kamu bahkan tidak berpikir aku sudah cukup tua untuk memiliki keturunan."
"Aku belum siap honeyy!"
"Sampai kapan??"
"Aku tidak tau, tapi aku mohon mengertilah aku tidak ingin menghadiri acara makan malam dirumah orang tua mu kau mengerti kan?" Akhtar tampak memijit pelipisnya ia lelah dengan kehidupan rumah tangganya dan menghadapi sifat manja istrinya.
"Keputusannya sudah final, kita tetap akan pergi malam ini."
"Aku tidak mau, Ibumu pasti selalu saja bertanya kapan aku hamil aku tidak mau honey, ayolah jangan memaksaku."
"Lalu aku harus bagaimana, apa aku harus pergi sendiri tanpa mu, mengertilah Giana," ucap Akhtar frustasi, Giana berjalan mendekati Akhtar dan memeluk suaminya dari belakang mengelus pundak suaminya pelan mencoba menenangkan emosi suaminya.
"Aku mohon tidak untuk malam ini, tapi di lain waktu aku akan datang dengan suka rela kau mengerti kan?" ucap Giana sambil mendaratkan kecupan di pipi suaminya, Akhtar mendongakkan kepalanya memandang istri cantiknya, ia mendesah pasrah ia tidak pernah bisa menang melawan Giana selalu berakhir mengikuti keinginan wanita yang ia cintai itu,
"Baiklah, lain kali aku tidak ingin ada penolakkan, karena ini sudah kesekian kalinya Mama menyuruhku singgah hanya sebentar saja sekedar makan malam bersama, tapi kamu tetap tidak mau, aku tidak ingin setelah ini kamu beralasan lagi,"
"Oke, aku janji Sayang." Giana mengecup bibir suaminya melumatnya perlahan disambut Akhtar yang juga melumatnya mereka menikmati hisapan demi hisapan sampai suara pintu terbuka menampilkan Kalina yang membawa nampan berisi teh hangat dan cemilan ia menahan nafasnya melihat penampakan di depan matanya, ciuman Akhtar dan Giana terlepas Akhtar mencoba mengalihkan perhatiannya dengan pekerjaannya sedangkan Giana sudah emosi melihat kelakuan Kalina yang masuk tanpa mengetuk pintu dahulu.
"Ma..maaf,, Pak saya tidak tahu." Sambil menundukkan wajahnya merasa bersalah.
"Sebenarnya apa sih tahu kamu, kamu selalu berkata tidak tahu tidak tahu saja sejak tadi."
"Maaf Mbak, Saya tidak sengaja masuk tanpa mengetuk dahulu,"
"Sudah lah Giana, kamu tidak lihat dia membawa nampan itu, Kalina letakkan saja disitu." ucap Akhtar menengahi menunjuk arah meja sofa yang berada di ruangannya.
"Kalau begitu saya permisi Pak." Akhtar hanya mengangguk kan kepalanya.
"Hem, tidak sopan,,"
"Sudah lah Giana, dia tidak sengaja."
"Ck, Mas sekertaris itu dipekerjakan dengan keterampilannya yang cakap, ulet, dan tanggap kamu yakin dia baik dalam bekerja?" Giana berjalan menuju sofa duduk dan menyambar teh yang Kalina bawa.
"Sejauh ini kinerja nya baik, dia tidak pernah melakukan kesalahan dalam bekerja, meskipun ia melakukan kesalahan itu juga manusiawi tidak ada yang bisa sempurna dalam bekerja."
"Tapi dia dituntut untuk itu." Giana masih tak mau kalah.
"Sudahlah, bukannya kamu suka kalau aku bekerja dengan sekertaris yang tidak cantik melebihi kamu?"
"Ahh, bener juga, sepertinya dia gadis kampung ya, tampangnya juga polos banget, ahh akhirnya berguna juga wajah pas pasan." Akhtar hanya menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan Giana ia tidak mau pusing lagi dengan ucapan Giana yang tidak ada habisnya.
"Kalau begitu aku balik deh." Giana bangkit mengambil tas branded nya mendekati suaminya.
"Kamu mau kemana??"
"Aku mau kumpul sama temen temen."
"Apa teman mu itu lebih penting dari ku?"
"Kamu kok gitu sih ngomngnya?"
"Kenyataannya begitu." ucap Akhtar dengan nada malas.
"Gak begitu honey, kamu tetap nomor satu untuk aku."
"Oh iya, bagaimana kalau kita makan siang dulu?"
"Ehhmm, makan siang ya,,"
"Iya kenapa? gak bisa? kamu bilang aku itu nomor satunya kamu?"
"Tapi aku uda ada janji sama mereka." Akhtar tidak berniat menanggapi lagi ia sudah tau akhirnya pasti istrinya memilih pergi bersama teman teman sosialitanya memuakkan batin Akhtar.
"Gak apa apa kan?" ucap Giana manja sambil mendaratkan kecupan di pipi Akhtar,
"Its oke!" Akhtar tersenyum memandang istrinya mengecup bibir Giana singkat
"Bagaimana kalau makan malam aja, aku janji gak akan pulang telat malam ini, gimana?"
"Bolehh, aku harap kamu tepat waktu,"
"Aku usahakan, janji!" diiringi senyum, Giana mengucapkan janji pada suaminya.
"Hati hati!" ucap Akhtar, Giana pergi berlalu dari ruangan Akhtar menghilang begitu saja.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
***
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Malam hari tiba Akhtar duduk di kursi bar sambil menikmati minuman beralkohol didalam genggamannya yang bisa membuat pikirannya tenang, tidak ada makan malam seperti yang dijanjikan istrinya tercinta Akhtar bahkan sudah mengetahui ini akan terjadi tapi lagi lagi ia tetap berharap istrinya akan berubah dari pergaulannya dengan teman temannya, mencoba menasehati dan memperingati sudah, sudah Akhtar lakukan tapi selalu berujung pertengkaran bila terus seperti ini apakah ia harus menyesal menikahi putri tunggal seorang pengusaha sukses, jika harus memilih ia ingin memutar waktu untuk tidak mengenal istrinya yang selalu bersikap manja, dan tak pernah memikirkan kebutuhan suaminya Akhtar selalu berakhir sendiri kesepian dirumah mewah yang sudah satu tahun terakhir ini ia tempati bersama istri tercinta, sedangkan Giana selalu pulang larut malam terkadang parahnya dalam keadaan mabuk berat. kenapa Akhtar tidak berpikir untuk selingkuh, bukan itu bukan gayanya, ia yakin istrinya akan berubah, ia bahkan menerima dengan lapang d**a mungkin Giana belum puas dengan masa mudanya. Suara dering telpon mengalihkan konsentrasinya saat ia sedang menapaki kehidupan pernikahannya. ia merogoh saku celananya melihat kakak perempuannya menelpon Akhtar menggeser tombol hijau dilayar itu menerima panggilannya.
|"Kau dimana? kenapa belum datang, makan malam sudah mau dimulai."|
|"Aku tidak datang Mbak, kalian mulai saja tanpa aku"|
|"Kenapa? apa istrimu tidak ingin datang,"|
|"Tidak, bukan itu, aku hanya sibuk, banyak pekerjaan."|
|"Benarkah begitu? jangan membohongi Mbak Akhtar, apa kau sudah makan? dimana istrimu?"|
|"Dia ada di kamarnya, aku sedang diruang kerjaku."| ucap Akhtar berbohong.
terdengar helaan nafas dari suara kakaknya di seberang telepon.
|"Mbak tidak tau harus bilang apa, tapi Mama merindukanmu, ia selalu bertanya kabarmu, apa kau baik baik saja?"| tanpa sadar Akhtar meneteskan air matanya ia mengingat betul bahwa orang tuanya tidak begitu menyukai hubungannya dengan Giana, tapi ia tetap menikahi Giana karena atas dasar cinta.
|"Aku baik Mbak, sampaikan salam ku pada Mama, aku akan main kerumah bersama Giana dalam waktu dekat"|
|"Baiklah, kau harus sedikit keras pada istrimu agar ia tidak selalu bersikap manja,"|
|"Baiklah Mbak, aku tutup,"|
|"Oke, jaga kesehatanmu,"| Akhtar menutup teleponnya ia mengusap wajahnya dengan kasar mungkin kah ini karma untuknya tak mendengar ucapan orang tuannya tapi sejauh ini ibunya tidak pernah berkata kasar pada Giana hanya selalu bertanya kenapa belum juga hamil yang membuat Giana enggan jika di ajak kerumah mertuanya.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
jangan lupa tekan love nya