BAB 7

1007 Words
Isi pesan grup wa keluarga istriku (7) "Ratna, keluar, aku sengaja datang pagi-pagi buta seperti ini untuk bertemu denganmu karena kalau tidak kamu pasti akan mencoba kabur lagi!" Suara wanita paruh baya diluar sana semakin keras. "Mah," panggil Maya pelan. "Ssuttt .... Jangan keras-keras nanti kedengaran." Ibu memberikan isyarat untuk diam mengatupkan jari telunjuknya dibelahan bibir. "Aku hitung sampai tiga kalau kamu tidak keluar juga Ratna maka jangan salahkan kami akan mendobrak pintu kamu ini!" Suara para ibu-ibu semakin memanas. "Satu!" "Dua!" "Tiga!" "Berhenti!" Kataku setelah sesaat aku membukakan pintu utama secara secepat. Manik-manik mataku menatap ke-tiga orang ibu-ibu yang sepertinya sebaya berdiri tepat didepan pintu utama. "Akhirnya ada yang keluar juga," "Siapa kamu, eett tunggu-tunggu, kamu Haris kan menantu kebanggaan ibu Ranta. Yang katanya seorang pengusaha hebat bisa membeli negeri ini dengan uangnya!" kata salah satu dari mereka menatap diriku dari bawah hingga atas, tek berselang lama wajah mereka langsung menatap sinis kepadaku. "Ratna mertuamu, suruh dia keluar jangan bersembunyi didalam cangkang terus seperti keong. Dia harus membayar arisan sekarang juga," timpal ibu yang memakaikan baju biru. "Iya, suruh dia keluar. Seenaknya saja main kabur begitu saja tanpa membayar arisannya, kalau dia sekiranya tidak sanggup membayar kenapa ikut coba. Membuang buang waktu kami menagih kepadanya." Kata ibu satunya lagi. "Iya, benar tuh!" Secara bersama mereka menuding. "Ibu-ibu tenang dulu ya, tenangkan diri kalian dulu. Ya, sama Haris menantu dari ibu Ranta. Saya mohon sekali, bisakah kita membicarakan ini secara kekeluargaan tanpa melibatkan apapun lagi," ucapku bernegosiasi. Mereka saling melempar pandangan. "Tidak perlu repot-repot, aku yang akan membayar semuanya!" Suara seorang yang laki-laki yang tiba-tiba saja berbicara. Aku menengadah menatap kearah sumberdaya suara itu, sosok pria yang aku lihat waktu itu. "Burhan!" "Jadi bagaimana Ibu-ibu sekalian, apa sudah cukup, saya kira masalahnya sudah selesai bukan," ucap Burhan. Dia baru saja mengeluarkan sebuah amplop berisi uang tunai dan menyerahkannya kepada salah satu Ibu itu. "Tentu, ini sudah lebih dari apapun. Gini dong kan enak, jadinya kami tidak perlu mengaung seperti harimau kek tadi. ya gak Ibu-ibu!" sahut Ibu itu tersenyum penuh senang menerima uang dari Burhan. Serasa urat nadiku ingin putus melihatnya, emosiku tiba-tiba saja naik ke ubun-ubun. Sungguh kalau saja aku tidak bisa menahan emosiku mungkin aku sudah, --- "Benar, tapi ngomong-ngomong kamu siapanya Bu Ratna, perasaan kami tidak pernah melihatmu ataupun mendengar tentangmu sebelumnya. Apa kamu calon menantu ibu Ranta juga. Kamu pacar Sindi ya?" Tanya ibu yang memakai baju baru, wajahnya langsung antusias kepo. "Hmm, ibu berdoa saja semoga itu terjadi!" Sahut laki-laki itu dengan sikap lugunya. "Wah hebat dong. Bu Ranta keren, satu menantunya bangkrut karena hartanya sudah habis dikuras dan sekarang malah datang menantu baru. Bu Ranta benar-benar pintar mencari menantu, ya gak Ibu-ibu!" "Benar banget!" "Pantas sikapnya setinggi langit teryata suka porotin harta menantu. Hup, aku lupa kalau ada Haris disini. Hehehe Haris maafkan kami ya, maklum emak-emak suka keceplosan. Tapi apa yang kami bicarakan tadi gak kok, gak salah! Up aku keceplosan lagi, ini mulut ya kalau ngomong suka benar, hehehe kami pamit dulu ya anak muda, Haris." Pamit mereka para ibu-ibu berlalu pergi. "Pergi kalian, pergi jauh-jauh jangan pernah datang ke sini lagi!" Suara ibu kini sudah keluar. "Hah, nak Burhan. Kamu penyelamat Ibu. Terimakasih banyak ya sudah menolong ibu. Kalau tidak ada kamu ibu tidak tau apa yang harus ibu lakukan selanjutnya. Ibu benar-benar takut kalau sampai mereka membawa ibu sampai kejalur hukum!" Sambung ibu dengan senyuman penuh arti dilayangkan, sama seperti kepadaku dulu. "Sama-sama, kalau ibu punya masalah atau apapun jangan sungkan-sungkan bercerita sama Burhan. Insya Allah Burhan akan membantu ibu sebisa Burhan, kalau begitu Burhan pamit dulu ya Bu, soalnya Burhan mau ke kantor ini sudah terlambat." Pamit Burhan dengan pedenya dia menyalami ibu mertuaku. "Ah iya, iya silahkan nak, kamu jangan sampai terlambat ke kantor. Sekali lagi ibu ucapkan terimakasih banyak!" "Iya Bu, sama-sama, Burhan pamit!" "Hati-hati di jalan!" *** "Mah, katakan kepada Haris sekarang juga siapa Burhan. Ada hubungan apa kalian dengannya, kalian menyembunyikan sesuai kepadaku!" Kataku, aku masih berusaha menahan amarah yang meluap. Maya yang awalnya berdiri tak jauh dari sampingku secepat kilat wanita itu menghampiri ibunya. "Nanti juga kamu akan tau sendiri siapa Burhan, Mama rasa Mama tidak perlu menjelaskannya kepadamu. Seharusnya kamu introspeksi diri! Kenapa sampai sekarang Maya belum hamil juga. Apa jangan-jangan kamu mandul, ah sudahlah. Bukankah lebih baik kamu mandul, kalau tidak kehidupan cucu dan anakku pasti akan menderita bersamamu!" Seru ibu mertuaku yang spontan membuat aku terkesiap bukan main mendengarnya. "Sejak kamu melanggar perintah Mama tadi untuk tidak membukakan pintu, maka sejak saat itu aku tidak lagi menganggap kamu sebagai menantu, bisa-bisa kamu mempermalukan mertuamu sendiri didepan teman-teman arisanku. Agar apa hah, agar semua orang tau kalau aku sudah jatuh miskin sekarang. Kamu sengaja kan ingin Mama terhina lebih dari itu, untung ada Burhan yang datang tepat waktu kalau tidak, mungkin aku akan diseret oleh mereka. Dasar menantu tidak punyaku pikiran!" maki ibu mertuaku dengan suaranya yang lantang. *** Kantor. "Bangs** agrrr ..." Aku memukul meja dengan keras meja didepan kursi kebesaranku menjadi amukan ku sekarang, aku benar-benar meluapkan semua kekesalan yang sadari tadi aku tahan kan. Kevin, pria itu hanya bisa diam diri melihat diriku mengamuk. "Bagaimana, apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang Burhan?" tanyaku ekor matanku begitu berapi, seakan-akan siap menelan Kevin hidup-hidup. Pria itu dengan tubuh kikuk, mengangguk sebagai jawaban. Lalu menyerahkan sebuah map hitam yang sadari tadi terus ia pengang. Dengan cepat aku mengambilnya, membaca setiap tulisan yang tertulis disana secara intens. Hingga tak berapa lama kemudian senyuman licik tersungging indah disudut bibirku. "Wau, ini benar-benar menakjubkan. Jadi Burhan salah satu manager di perusahaan cabang yang aku kelola. Dan apa ini, dia sudah menikah memiliki dua orang anak!" Aku bergumam senyumanku semakin lebar setelah membacanya. "Dan ada satu info lagi bos, katanya pak Burhan terlibat kasus narkoba. Namun aku belum bisa memastikannya, karena itu kemungkinan kecil." Kata Kevin. "Kemukinan kecil juga akan menjadi besar Kevin, jadi pria yang dibanggakan ibu tadi adalah seorang anak buahku. Dia bahkan seperti debu di sepatuku yang kapanpun aku bisa membersihkan. Kevin!" Panggilku. "Iya bos," sahut Kevin cepat. Bersambung .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD