bc

DUO KEMBAR CENTIL

book_age18+
10
FOLLOW
1K
READ
HE
mafia
heir/heiress
detective
addiction
like
intro-logo
Blurb

Sudah baca novel saya yang “Panca Indera”?

Atau “Para Pangeran Lele”?

Atau … “Hai Pak Tua, Ayo Nikah”?

Belum?

Ahhh … Masak????

Nggak nyesel nih belum baca ketiga-tiganya?

Seru banget lho!

Menegangkan juga. Hihihi …

Yang belum baca, yuk baca ketiga cerita saya.

Selain seru, saya menyarankan seperti itu, karena cerita si kembar ini adalah cerita lanjutan dan gabungan dari ketiga cerita di atas. Alias sequel dari cerita-cerita sebelumnya. Jadi, tentu saja cerita ini juga bakalan seru dan banyak kejutan-kejutannya. Seperti tiga cerita bapak emaknya si kembar. Yang baperin, panas dan menggairahkan. Wkwkwkwk.

Oke, Selamat menikmati lanjutan cerita saya. Semoga semua cerita saya bisa menghibur seluruh para pembaca.

Dan juga, jangan lupa tap love dan follow ya.

Love you all?

chap-preview
Free preview
Prolog
“SIAL … SIAL … SIAL …!” Seorang pria mengamuk, marah. Tangannya membanting benda apa pun yang ada didekatnya. “ARRGGGHHH …!” Tak cukup dengan melempar benda, pria itu pun menjerit dan meninju udara saking emosinya.  Tapi, ternyata tak sampai di situ saja level kemarahan pria itu.  Tubuhnya seakan masih merasakan panas, api seakan menjalar di seluruh sel sarafnya. Dia butuh pelampiasan. Amarahnya perlu disalurkan. Kalau tidak, pria itu merasa tubuhnya akan meledak gara-gara emosi yang tidak bisa dikendalikannya. Al hasil, ketika dia melihat dua anak buah yang berada di samping kanannya, pria dengan wajah memerah itu berderap cepat, sambil tangannya meraih tongkat bisbol yang tergeletak di dekat lemari yang dilewatinya. “DASAR BEGO.”  Buk! Ketika mulutnya mencaci, tangannya bergerak liar memukul satu anak buah yang terlihat lebih muda dari pada anak buah yang satunya. Buk Buk Buk “t***l! i***t! g****k!” Semakin keras caciannya, semakin kuat juga pukulannya pada anak buah itu. Suara hantaman kayu bisbol ke kulit si anak buah, terdengar begitu keras dan pasti menyakitkan. Hingga beberapa anak buah atau bodyguarad lain, yang berada di dalam ruangan yang sama, ikut miris mendengar dan melihat, bagaimana pria itu menyiksa si bodyguard muda. “LO DISURUH JAGA SI KUNYUK ITU AJA GAK BECUS. EMANGNYA BODYGUARD ITU t***l KAYAK LO. DASAR BEGO!.” Dan suara pentungan itu masih terus terdengar, mengiringi sumpah serapah sang bos. Tapi Si bodyguarad muda hanya diam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Karena siapa pun tahu, seluruh bodyguard yang bekerja pada pria itu tahu. Ketika mereka dipukul sang bos, jangan mengaduh. Jangan memohon ampun. Jangan mengeluarkan sepatah kata pun. Karena, jika kamu melakukan itu, alamat penyiksaan itu bukannya berhenti tapi pasti akan lebih menyakitkan lagi. Jadi itu lah yang di lakukan si bodyguarad muda. Dia diam bukan karena tidak sakit. Tapi dia diam karena gak mau mendapat pukulan yang lebih keji lagi. “ARRRGGHHH …!” Klontang. Klontang, Pria itu kembali berteriak dan melempar tongkat bisbos ke segala arah. Frustasi dengan kegilaannya sendiri. Frustasi dengan kegagalan rencananya. Dengan langkah yang ditekan, pria yang kepalanya mash memanas itu berjalan menuju ke kursi sofa dan membanting tubuhnya ke benda empuk itu. Masih belum merasa puas dan masih begitu marah, dia meletakkan kepalanya ke sandaran sofa, merilekskan lehernya yang terasa kaku. Berharap dengan begitu kepalanya yang sedari tadi berdenyut sakit, bisa mereda. Sedangkan bodyguard muda yang dipukulinya sejak tadi, masih diam, tak bergerak secuilpun. Tak bersuara sepatah kata pun. Dia, dengan sekuat tenaga menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Bahkan, ada beberapa bagian dari tubuhnya yang mengeluarkan darah akibat pukulan si bos yang murka. Plok plok plok! Suara tepuk tangan memecahkan keheningan yang sempat tercipta setelah acara siksaan itu. Tapi pria yang habis mengamuk tadi tak bergeming. Seakan sudah bisa menebak, siapa orang yang membuat suara di dalam ruangan kekuasaannya. Bahkan pria yang mengamuk tadi seakan malas menanggapii di penepuk tangan. Pria itu malah berdecak nggak suka dengan mata yang masih terpejam. Seorang pria lain, lelaki yang bertepuk tangan, masuk ke dalam ruangan yang sudah porak poranda. Mengamati sekitar dengan mata yang … seperti sudah terbiasa dengan apa yang dilihatnya. “Anda berpesta lagi?” Sindir si pria yang bertepuk tangan. “Ck.” Dan jawaban si pria pemarah, masih sama. Hanya sebuah decakan saja. Si pria yang tadi bertepuk tangan hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. “Bukankah seperti ini hanya buang-buang tenaga saja?” Tanyanya sambil menatap bodyguard muda yang sudah babak belur. “Selain membuang tenaga, kekerasan seperti ini juga bisa membuat pekerja di tempat Anda merasa tidak nyaman.” Sindirnya sambil berjalan pelan ke arah cowok yang meneteskan darah di pelipisnya. “Anda melukai pekerja Anda dengan begitu kejam. Apa Anda tidak takut jika suatu saat nanti, pekerja Anda akan mengkhiatanati Anda, dengan temperamen Anda yang seperti ini?” Pria penepuk tangan menyapu darah itu dengan jarinya, mengamatinya sebentar lalu mengusapkan darah yang di tangannya ke jas si bodyguard yang terluka dengan tersenyum ke arahnya. Senyum yang, entah mengapa, sanggup membuat si bodyguard muda semakin takut. “Ck. Apa maumu?” Akhirnya, si pria badas tadi menimpali lawan bicaranya. Si pria tepuk tangan kembali tersenyum dan membalikkan tubuhnya, melihat ke arah si pria pemarah. “Saya tak mau apa-apa, Tuan.” “Bulshit.” Ledeknya. “Cepat katakan! Atau tidak usah bicara sekalian.” “Ah … ternyata Anda masih emosi.” Lagi, si pria dengan wajah tenang itu hanya tersenyum. “Kalau gitu saya akan pergi dulu. Dan akan kembali membicarakan ide saya setelah Anda tenang. Oke?” Bukannya takut akan gertakan Si pria pemarah, Si pria tepuk tangan malah mengulur perkataannya. “Gak usah kebanyakan bertele-tele! Cepat katakan idemu. Lagipula, kamu gak akan ke sini dan mengajakku berdiskusi jika itu tidak menguntungkanmu.” Sambar si pria pemarah. “Jadi, cepat katakan! Atau aku akan melarangmu kembali ke sini.” Si pria penepuk tangan terkekeh. “Ternyata Anda tidak berubah ya. Penuh intimidasi dan selalu langsung ke intinya saja.” Tak ada tanggapan lagi. Padahal si pria penepuk sudah terdiam cukup lama menunggu balasan dari sindirannya. “Hah!” Desah si pria penepuk tangan. “Okelah kalau itu yang Anda inginkan.” Dan menyerah. Pria itu berjalan mendekat si pria pemarah dan duduk di kursi sofa di depannya. Melemparkan begitu saja sebuah foto ke atas meja. Dan … si pria pemarah langsung tergerak setelah melirik sedikit foto tersebut. Ditegakkannya tubuhnya dan diraihnya foto berukuran empat kali enam itu. Diamatinya dengan seksama. Dan gerakan kecil itu, sanggup membuat si pria penepuk tangan tersenyum dengan penuh kemenangan. “Ini kan …?” “Ya. Anda benar.” Si pria penepuk tangan memotong ucapan si pria pemarah. “Bagaimana? Anda suka?” Tak langsung menjawab, si pria pemarah malah mengamati wajah si pria penepuk tangan dengan curiga. “Tak usah menatap saya dengan tatapan seperti itu. Bukankah dalam dunia kita, itu adalah hal yang wajar?” “Apa rencanamu?” Tapi walau pun begitu, si pria pemarah tetap tak bisa mengenyahkan kecurigaannya pada pria yang terus tersenyum di depannya ini. “Jangan bilang kamu akan menggunakan ini?” Tanyanya sambil menunjukkan foto di tangannya. Pria yang ditanya, sekarang tersenyum keji dan menjawab. “Bukankah pikiran kita sama, Tuan?” Tak ada jawaban. Hanya raut wajah si pria pemarah yang berangsur-angsur berubah. Walau sepertinya dia sudah termakan idenya si pria yang terus tersenyum itu, tapi tidak bisa dia pungkiri kalau masih ada keraguan dalam pikirannya. “Tak perlu bimbang. Percayakan saja semuanya pada saya. Saya janji, Anda pasti akan puas.” Senyum kejam kembali terbit di wajah tampan itu. Walau telinganya mendengar tawaran yang menggiurkan dari lawannya, tapi mata si pria pemarah tidak bisa lepas dari foto di genggamannya. “Bagaimana?” Desaknya si pria tampan penuh senyum. “Baiklah. Tapi jika gagal, kamu pasti tahu konsekuensinya.” “Tentu saja saya tahu, Tuan. Anda tak perlu khawatir.” Rayunya sambil melihat foto yang diserahkannya tadi pada si pria pemarah. “Saya janji, saya pasti akan berhasil.” Dan tak lupa senyum kejam kembali menghiasi bibirnya. Lalu, terlihatlah selembar foto itu, yang menampakkan gambar dua gadis kembar, yang cantik, yang sedang tersenyum manis dan bahagia ke arah kamera.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

TAKDIR KEDUA

read
26.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook