"Bagaimana Gasendra?"tanya ayahnya.
"Terserah Ayah saja."
Semuanya nampak bahagia dan sekali lagi mereka menebarkan confetii.
Ekawira mengajak keluarga Gasendra untuk melihat perkebunan dan peternakan miliknya di Lembang, Bandung. Untuk mencapai ke sana, mereka hanya perlu berjalan beberapa menit saja. Pertama, mereka di ajak melihat perkebunan macam- macam sayuran, seperti kol, wortel, cabe, selada, jagung, dan lain- lain.
"Perkebunan ini sangat luas," komentar Matthew.
"Benar. Saya menjual hasil perkebunan ini ke berbagai supermarket dan pasar- pasar tradisional."
Ekawira juga memperlihatkan perkebunan buah-buahan seperti apel, jeruk, semangka, melon, anggur, dan lain-lain. Kebetulan saat itu sedang ada panen buah jeruk. Mereka disuruh untuk mencicipinya.
"Jeruk ini sangat manis," kata ibunya Gasendra.
"Jeruk ini memang sangat manis," kata Ekawira.
Mereka kembali berjalan menuju peternakan. Minur dan Gasendra berjalan berdua di belakang.
"Wah aku tidak menyangka, orangtuamu memiliki perkebunan yang sangat luas."
"Perkebunan ini adalah warisan dari kakek dan nenekku. Ayah merawat perkebunan ini sangat baik dan menjadi lebih maju, karena menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Semua keluargaku adalah petani. Aku bekerja sebagai petani dan aku bangga dengan pekerjaanku ini."
"Jika teman-temanku tahu apa pekerjaan calon istriku adalah petani pasti aku akan ditertawakan dan menjadi bahan ejekan. Sial!"bisik hati Gasendra.
"Aku suka dengan cuaca di sini sangat sejuk tidak seperti di Jakarta sangat panas."
Gasendra menyadari mereka sudah tertinggal jauh di belakang. Ia menarik tangan Minur untuk bisa segera menyusul mereka. Sawah-sawah mulai terbentang di hadapan mereka. Minur tersenyum malu-malu melihat tangan Gasendra yang besar, kuat, dan hangat menggenggam tangannya.
Minur berpikir ini adalah kencan romantis di tengah sawah. Di sekeliling wajah Minur, bentuk hati berwarna pink berjatuhan dan wajahnya berseri bahagia. Di depan, mereka berdua terpaksa berhenti berjalan, karena jalan mereka terhalang oleh segerombolan bebek-bebek milik keluarganya yang sedang diajak jalan-jalan keliling sawah.
Setelah bebek-bebek itu lewat, Minur dan Gasendra bermaksud untuk meneruskan perjalanan mereka, tapi salah satu bebek mendekati Minur membuat gadis itu terkejut dan hampir terjatuh ke sawah. Gasendra dengan sigap menahan tubuh Minur supaya tidak terjatuh.
Tubuh Minur menempel erat pada tubuh Gasendra dan kedua tangan pria itu berada di pinggangnya, menyentuhnya begitu intim membuat Minur merasa nyaman dan tidak ingin cepat berlalu. Andai saja ada alat untuk membekukan waktu, Minur bisa berpelukan dengan Gasendra di tengah sawah sepuasnya.
"Aduh Minur mana ada alat seperti. Sepertinya otakku mulai berkhayal terlalu tinggi. Itu semua gara-gara lelaki ini,"pikir Minur. Ia juga mencium aroma sayur sop di tubuh Gasendra yang membuat perutnya kembali lapar.
"Apa kamu baik-baik saja?"
Minur mengangguk dan masih terkejut dengan apa yang terjadi tadi. Ia segera menjauh dari tubuh Gasendra.
"Sebaiknya kita pergi," kata Minur yang masih nampak malu dan gugup.
"I-iya."
Selama dalam perjalanan, baik Minur ataupun Gasendra tidak ada yang bicara. Sesampainya di peternakan, mereka masuk ke kandang sapi perah dan mencoba untuk memerah sapi. Tiba giliran Gasendra untuk melakukannya, tiba-tiba saja s**u yang diperahnya muncrat ke wajahnya dan Minur tertawa dengan sangat keras sampai semua sapi yang berada di kandang itu melihat ke arahnya. Minur bisa mengartikan tatapan sapi itu kepadanya. "Diam. Berisik banget."
Minur mengambil lap bersih dan membersihkan wajah Gasendra pelan-pelan. Tanpa Minur sadari, Gasendra diam-diam memperhatikannya. Setelah selesai, mereka pergi ke kandang angsa. Wajah Minur menjadi pucat, karena ia memiliki pengalaman yang tidak bagus dengan binatang itu.
Saat mereka sedang asik melihat para Angsa, tanpa Minur sadari ada beberapa angsa yang mendekatinya. Secara refleks Minur lari ketakutan dan para angsa itu terus mengejarnya. Salah satu dari angsa itu berhasil mematuk kaki Minur. "Saaaakiiit," teriaknya. Angsa-angsa itu tidak menyerah untuk mengejarnya.
"Maaamaaa, tolong aku!"
Mereka terkejut mendengar teriakan Minur. Gasendra tertawa sangat puas melihat Minur di kejar-kejar angsa dan sempat mengabadikannya di dalam foto. Akhirnya Gasendra yang merasa kasihan, mengusir angsa-angsa itu.
"Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?"tanyanya cemas.
"Kakiku sakit."
Gasendra memeriksa kaki Minur yang sempat dipatuk angsa dan mengusap-usap kakinya.
"Kakimu baik-baik saja. Tidak ada yang terluka."
"Tapi kakiku masih sakit." Minur menahan untuk tidak menangis.
Orangtua Minur dan Gasendra mendekati mereka.
"Duh Minur, kenapa angsa-angsa itu sampai mengejar-ngejarmu? Mungkin kamu sudah bersikap jahil kepada angsa-angsa itu," kata Ekawira.
"Aku tidak melakukan apapun mungkin angsa-angsa itu tidak suka padaku."
"Ya sudah. Sebaiknya kamu lebih berhati-hati lagi."
Mereka kembali menjauh dan menuju kandang kelinci.
Gasendra tersenyum ditahan. "Habis kamu orang aneh, jadi angsa-angsa itu mengejarmu," bisik Gasendra di telinga Minur.
Saat angsa-angsa itu kembali mendekat untuk menyerang Minur lagi, Gasendra menghalanginya dengan tubuhnya dan mengusirnya. Minur merasa sangat terharu pria itu mau melindunginya dari angsa-angsa itu.
"Sana pergi!"
Angsa-angsa itu pergi. Keduanya nampak lega.
"Sepertinya angsa-angsa itu masih punya dendam kepadamu," kata Gasendra.
Minur nampak cemberut. Gasendra kembali menggenggam tangan Minur dan mencoba melindunginya dari gerombolan angsa di depan mereka sampai akhirnya angsa-angsa itu jauh dari mereka.
Minur sempat bertemu pandang dengan salah satu angsa yang mengejarnya tadi, menatapnya penuh kebencian dan Minur dapat mengartikan tatapan itu yang kira-kira artinya begini. "Awas saja kamu. Urusan kita belum selesai." Tubuh Minur seketika merinding.
Wajah Minur yang pucat sudah kembali menjadi merona merah, apalagi saat ini Gasendra masih menggenggam tangannya. Sekarang Minur rela, jika harus mengorbankan diri ke gerombolan angsa supaya Gasendra bisa melindunginya seperti tadi
***
Hari sudah beranjak semakin sore, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah.
"Terima kasih sudah mengajak kami untuk melihat perkebunan dan peternakan Anda,"kata Matthew.
"Kalian bisa datang kapan pun ke sini," kata Ekawira.
"Terima kasih."
Minur langsung menyembunyikan tubuhnya di belakang Gasendra saat melewati kembali gerombolan angsa-angsa itu yang sudah memasang wajah permusuhan di antara mereka. Sekarang nyali Minur menciut sampai rata dengan tanah tidak berani menantang angsa-angsa itu, bahkan sampai menyerahkan diri ke tengah-tengah kawanan mereka. Itu namanya bunuh diri pikir Minur.
"Hush...Hush...sana. Jangan dekat-dekat aku! Gigit saja Gasendra."
Mata Gasendra langsung melotot ke arah Minur. "Kamu ini,"katanya gemas. "Aku tidak akan menolongmu lagi. Kamu sudah mengumpankan aku untuk digigit." Gasendra nampak cemberut dan Minur menyesal sudah mengatakan itu.
Gasendra langsung menjauh dari Minur dan sekarang Minur berada di tengah gerombolan angsa, sedangkan orangtua mereka dengan begitu mudahnya melewati para angsa itu. Pelan-pelan Minur mencoba untuk keluar dari kawanan angsa itu dan tidak memprovokasinya supaya angsa-angsa itu tidak menyerangnya.
Minur terkejut atau salah lihat ketika melihat seekor angsa yang sudah mengawasinya dari tadi siap-siap menyerang. Gawat pikir Minur. Gasendra dan orangtua mereka sudah berjalan menjauh. Minur mengambil langkah kaki seribu berlari dari angsa-angsa itu. Alhasil para Angsa itu mengejar Minur. Tidak ada pilihan lain, Minur naik ke punggung Gasendra dan kedua kakinya melingkari pinggang Gasendra dengan kuat.
Apa yang dilakukan Minur tentu saja membuat Gasendra terkejut dan angsa-angsa itu juga mengejar-ngejar Gasendra berusaha mematuk kakinya. Gasendra berlari sambil menggendong Minur di punggungnya.
"Cepat...cepat. Angsa-angsa itu mulai mendekat,"teriak Minur.
Kejadian itu membuat orangtua Gasendra dan Minur tertawa sangat keras. Mereka pun memfotonya dengan kamera ponsel.