Pengakuan Cinta Aasfa

2013 Words
Gelak tawa Revan dan Kanaya mengundang perhatian pengunjung cafe yang sebagian besar adalah karyawan dari Golden Company. Beberapa di antara mereka mencibir keberadaan Kanaya, sedangkan sebagian yang lain merekam dan memotret kebersamaan sang PRESDIR dengan tim legal officer perusahaan. Menyebarkan di group kantor dengan tambahan sedikit bumbu agar gosip itu semakin renyah dinikmati oleh semua seluruh karyawan yang tergabung di dalamnya. Beruntung saja gosip itu tersebar hanya sebatas pegawai Golden Company dan A&A agency. Jika sampai pada media, entah seperti apa kehebohan yang terjadi di perusahaan. Amelia datang tergesa menghampiri kedua orang yang terlihat seperti tidak perduli dengan manusia mana pun itu, meski tatap tajam diarahkan pada mereka berdua, khususnya Kanaya. Gadis dengan tubuh mungil itu membelalakkan matanya yang bulat sehingga semakin menjadi lebih besar. Ia langsung duduk di antara Revan dan kanaya. Memasang wajah cemberut sebelum memulai aksi protes. “Apa kalian berdua tidak tau malu? Hampir seluruh karyawan menggosipkan kalian. Dan kau Kanaya ... tidak taukah dirimu saat ini sudah menjadi maleficent di dalam perusahaan kita?” tanya Amelia kesal, ia menghempaskan tabloid kantor yang memajang wajah Kanaya dan Revan di sampul depan. Kanaya meraih tabloid yang ditunjukkan Amelia. Membaca tiap kata yang berhubungan dengannya, kemudian menyerahkan pada Revan, agar pemuda itu bisa ikut menertawakan kehebohan yang sengaja mereka ciptakan. “Abaikan saja. Para penggosip itu tidak tau, sebenarnya yang aku cintai itu adalah kau,” jawab Kanaya, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Amelia. Revan memukul kepala Amelia dengan tabloid yang telah digulungnya, menertawakan sang adik yang semakin tampak kesal dengan semua ketidakpedulian Revan juga Kanaya dalam menanggapi cerita receh seperti itu. Amelia meringis melihat kedua orang di hadapannya malah semakin kencang tertawa. Bagaimana bisa mereka tidak perduli pada gosip yang bisa menjatuhkan image mereka berdua. lebih parah lagi, kanaya siap membuat gosip lain, melibatkan dirinya dengan mengatakan cinta di hadapan pengunjung cafe yang ramai. “Kalian benar-benar pacaran? Apa aku ketinggalan berita? Berhentilah tertawa, kalian membuatku semakin bingung!” rajuk Amelia, wajahnya yang biasa galak tampak lucu dengan kedua pipi mengembung. Kanaya memesan satu lemon tea dan sepiring nasi goreng seafood untuk Amelia. Menutup mulut gadis itu cukup dengan menyuguhkan makanan favoritnya, dan ia akan diam meskipun ada seribu tanya yang ingin diucapkan. Sementara itu, Revan, membuka sebuah aplikasi belanja online dan memesan sepasang sepatu Nike Limited Edition untuk membungkam mulut bawel adiknya. Setelah semua proses p********n selesai ia menunjukkan pada Amelia yang langsung menutup mulut dengan kedua tangan, matanya berbinar tak percaya. Namun, detik berikutnya ia kembali merajuk. “Jangan sogok diriku dengan apa pun. Aku tetap akan bertanya sampai kalian memberikan jawaban.” Gadis tomboy itu menatap sangar pada kanaya dan Revan. Dirinya merasa di khianati karena sahabat dan saudaranya menyembunyikan sesuatu yang seharusnya ia ketahui. “Kau ingin tau?” tanya Revan yang mendapat anggukan keras dari Amelia. Kanaya membuka sebuah rekaman video di ponselnya dan menunjukkan pada Amelia. Rekaman yang berisikan kemarahan Aasfa tadi malam yang langsung disambut gelak tawa gadis itu. Kini dirinya paham permainan apa yang sedang dimainkan oleh kanaya dan Revan, walau belum tau maksud dan tujuan dari sandiwara yang dimainkan oleh kedua orang itu. Cafe yang semula hanya dipenuhi tatap mata ingin tahu pada sosok Kanaya dan Revan, kini bertambah bingung dengan gelak tawa Amelia yang membahana. Membuat penyebar gosip yang duduk tidak jauh dari mereka bertiga mendengkus kesal. *** Aasfa terburu masuk mengejar kanaya yang sudah lebih ada di dalam lift, sementara Yurika mengikutinya dari belakang. Aasfa yang memasang wajah dingin hanya direspon biasa oleh kanaya, sedangkan Yurika menunggu dengan tidak sabar detik-detik keributan yanga akan terjadi. Semenjak dirinya mendapat teguran keras dari Kanaya dan mengetahui bahwa gadis muda itu adalah presiden direktur yang baru di perusahaan tempatnya bekerja, hati Yurika terasa terbakar. Sudah tiga tahun ia bekerja sebagai sekretaris Aasfa, melayani semua keperluan pemuda itu, bahkan menjadi kacung untuk putrinya. Berpura-pura menjadi seorang wanita yang keibuan dan penyayang. Semua dilakukan Yurika untuk menarik perhatian Anggono, agar mau menjodohkan putra semata wayangnya dengan dirinya. Bagaimanapun, Yurika dan Arinda adalah saudara sepupu. Jika Arinda membuang Aasfa dan anaknya demi karier di dunia modelling, maka Yurika dengan suka rela akan memungutnya, agar ia dapat menikmati hidup mewah. Namun, semua menjadi berantakan saat Kanaya datang. Seorang model baru yang langsung mendapat kontrak eksklusif dengan fasilitas wah. Bahkan gadis itu tinggal di rumah Aasfa, setelah ia mengubah point kontrak kerja sama yang semua hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Pantas saja gadis itu dapat melakukannya dengan mudah, ternyata dirinya mendapat dukungan besar dari balik layar. Satu-satunya cara mengusir wanita itu dari kehidupan Aasfa adalah dengan membuat gosip murahan. Jika sang PRESDIR seorang wanita muda, bermain api dengan salah satu karyawan Golden Company. Sasaran empuk untuk korban gosip itu adalah Revan yang terlihat seperti pria bodoh. Mengekor kemana saja PRESDIR karbitan itu pergi. Jika gosip menyebar bahkan hingga keluar, maka skandal murahan itu akan menjadi senjatanya untuk membuat fitnahan lebih keji pada Kanaya, hingga gadis itu di depak oleh sang pemilik perusahaan. Aasfa mendehem berulang kali, berharap Kanaya akan menoleh padanya. Namun, hingga pintu lift terbuka, mereka tidak juga saling sapa. Kanaya melangkah keluar lift, tetapi ditarik masuk kembali oleh Aasfa. Yurika yang melihat kejadian tersebut mulai mengembangkan senyum, berpikir bahwa perang akan segera pecah. “Yurika, kau keluar lebih dulu. Letakkan saja semua berkas yang harus aku tanda tangani di meja!” perintah Aasfa, tangannya tetap mengandeng tangan Kanaya yang terus berusaha melepaskan genggaman Aasfa. “Bapak, mau ke mana?” tanya Yurika lancang. “Apakah masalah pribadi atasan juga menjadi urusanmu?” tanya Kanaya pedas. Matanya menatap tajam pada Yurika, membuat gadis itu segera berlalu meninggalkan Aasfa dan Kanaya dengan hati yang dongkol, setelah meminta maaf kepada mereka berdua. Aasfa memencet tombol lift menuju basement. Tangannya tak lepas mencekal lengan Kanaya. “Lihat bawahanmu, tidak memiliki sopan santun,” protes kanaya. “Lepaskan Aasfa, sakit.” Mata Kanaya melotot, meminta Aasfa melepaskan tangannya. Kanaya berulang kali berusaha menarik tangannya, tetapi hal itu justru membuat Aasfa memojokkan dirinya ke dinding lift dan mencium bibirnya pelan. Mata Kanaya terbelalak, ciuman Aasfa membuat tubuhnya bagai dialiri listrik. Tegang, lemas dan tidak bisa bergerak. Aasfa melepaskan ciumannya saat denting pintu lift terdengar. Menggandeng Kanaya menuju mobil dan mendudukkan gadis itu di depan. Kanaya yang masih terpaku karena kaget, meraba bibirnya yang basah akibat ciuman Aasfa. Saat ia tersadar jeritan menggema di dalam mobil Aasfa. *** Sore di pantai anyer, di sinilah Aasfa membawa Kanaya. Mengajak gadis itu melihat sunset. Namun, sikap histeris Kanaya membuat suasana romantis yang ingin diciptakan oleh Aasfa, buyar, menjadi gelak tawa pemuda yang semakin terpesona dengan pola pikir kuno dari wanita modern itu. “Kau b*****t, b******n busuk, kembalikan keperawanan bibirku!” umpat Kanaya sambil memukul d**a Aasfa keras. Sementara pemuda itu tertawa kencang mendengar ucapan Kanaya yang tidak masuk di akal. Di usia dua puluh empat tahun dan hidup di kota besar, tetapi Kanaya masih membicarakan keperawanan? Lebih konyol lagi wanita itu berbicara tentang bibirnya. Apa ia tidak pernah berciuman? Jika begitu bukankah Aasfa sangat beruntung bisa mendapatkan ciuman pertama Kanaya? “Di zaman edan ini, kamu masih bicara tentang keperawanan? Siapa yang peduli?” ledek Aasfa. Ia memegang kedua pergelangan tangan gadis itu dan menghentikan kebrutalan Kanaya memukulnya. “Aku ... aku yang perduli! Bahkan jika seluruh wanita di dunia ini menganggap aku kuno karena menjaga kehormatan. Aku tetap peduli!” jerit kanaya, nyaris menangis. Hilang sudah sikap berwibawa dan elegan yang selama ini ia pertahankan. Di hadapan Aasfa ia menangis dan menjerit hanya karena sebuah ciuman yang diambil paksa oleh pria itu. Tiba-tiba saja laki-laki b******k itu dengan lancangnya mencuri kehormatan yang ia jaga untuk suaminya nanti. Masih melekat kuat di ingatan kanaya, pesan dari kedua orang tuanya tentang menjaga diri. Seorang wanita yang baik, akan menjaga apa yang dimilikinya saat ini untuk di serahkan pada suaminya nanti. Perempuan yang bisa menjaga kehormatan dirinya, maka akan bisa menjaga kehormatan keluarga. “Itu hanya ciuman Kay, berhentilah bersikap histeris, atau kau mau aku cium lagi?” ucap Aasfa nakal. Menggoda Kanaya sepertinya menjadi salah satu hobby baru Aasfa kini. Kelemahan Kanaya yang harus ia pegang erat-erat saat gadis itu mulai mencari masalah dengannya. Dari sekian banyak wanita yang Aasfa temui, hanya Kanaya yang begitu mempermasalahkan sebuah ciuman. “Hanya katamu? Berapa banyak mulut perempuan yang kau cicipi?” “Aku tak pernah menghitungnya, selama aku suka dan mereka bersedia, kenapa tidak? Hidup itu singkat, kau harus menikmatinya, Kay.” “Apaaa? Laki-laki ini ternyata tidak hanya egois tapi juga sakit jiwa!” “Apa katamu?” “Kau, sakit jiwa. Tidak dengar? Aku ulangi sekali lagi. KAU SAKIT JIWA!” Teriak Kanaya tepat di telinga Aasfa. Pemuda itu meringis. Melepaskan pegangannya pada Kanaya dan bersandar pada kap mobil. “Kemarilah,” ujarnya pada Kanaya. Menepuk tempat di sebelahnya agar gadis itu ikut bersandar di sampaingnya. “Banyak sekali aku memiliki teman wanita, dari yang paling aku cintai hingga pelampiasan hasrat. Tidak ada satu pun dari mereka yang seperti dirimu, menganggap kehormatan wanita itu penting dan harus dijaga,” ucap Aasfa. “Aku minta maaf, jika itu melukaimu.” Aasfa memasang kacamata hitamnya, menyembunyikan riak yang hampir muncul di kedua matanya. Aasfa menyadari, kenapa kedua orang tuanya dulu begitu ingin menjodohkannya dengan wanita berkulit sawo matang ini. Ternyata di balik kulitnya yang gelap, ada hati seputih kapas. Kanaya ikut bersandar pada kap mobil. Matanya memperhatikan matahari yang hampir terbenam. “Orang tuaku mendidik dengan pola pikir kuno, tapi aku sangat bersyukur untuk itu,” jelas Kanaya. “Seandainya aku dididik dengan cara modern, mungkin sudah tidak ada lagi yang bisa aku banggakan sebagai wanita." Senyum di wajah kanaya terukir, mengenang saat bersama kedua orang tuanya. Banyak wejangan dan nasehat yang mengiringi wanita itu tumbuh besar. Berulang kali orang tuanya menghibur Kanaya remaja yang sering diledek karena tubuh gendutnya dulu. Memiliki wajah dan tubuh yang jelek, jauh lebih baik dari pada memiliki sifat yang buruk. Aasfa memperhatikan wajah manis Kanaya. Ciri khas wanita Indonesia melekat erat di gadis itu. Rambut hitam dengan panjang mencapai pinggang selalu terikat rapi. Hidungnya bangir berpadu indah dengan kulit sawo matang yang eksotik. Dirinya menyesal pernah menolak gadis sebaik Kanaya. Cantik, pintar, berwibawa, dan memiliki kepribadian yang tidak ada duanya. “Kay, kau mau memaafkan aku?” ucap Aasfa tiba-tiba. “Maaf untuk apa?” “Maafkan aku, karena meninggalkanmu di pelaminan, empat tahun lalu.” Kanaya tersenyum sumir. Ternyata Aasfa masih punya hati untuk meminta maaf. Setelah pembacaan surat perjanjian pembatalan pernikahan beberapa hari lalu. Wanita itu berpikir Aasfa akan menjadi gila, karena semua hartanya jatuh ke tangan Kanaya, tapi nyatanya pria ini masih memiliki nurani. “Jangan meminta maaf, karena aku akan membalas dendam untuk itu,” ucap Kanaya sambil melihat ke arah Aasfa. “Aku akan membuatmu menderita dengan menjadikanmu pengemis dan menghabiskan seluruh hartamu.” Aasfa melepas kacamata hitamnya dan tersenyum pada Kanaya. Mendengar jawaban wanita itu, Aasfa tidak percaya dia akan sanggup melakukannya. Kanaya terlalu baik hati untuk menyakiti orang lain. “Aku tidak memperdulikan harta itu, walau awalnya aku sempat merasa kecewa,” jawab Aasfa. “Dan jika kau ingin membalas dendam, lakukanlah. Aku menerimanya.” “Tentu saja aku akan melakukannya, kau pikir aku terlalu baik hati hingga tidak bisa menyakitimu?” Kanaya merasa disepelekan mendengar jawaban Aasfa. Apa pria itu tidak tau, kalau ia akan membuat pria itu bertekuk lutut di kakinya? “Bagaimana jika aku beri cara mudah untukmu balas dendam padaku,” tawar Aasfa, bibirnya menyunggingkan senyum jahil. “Tidak, terima kasih. Aku punya cara semdiri untuk balas dendam padamu,” tolak Kanaya sambil tertawa kecil. “Sudahlah, aku ingin melihat sunset, jangan ganggu aku.” Kanaya memalingkan wajahnya, menatap matahari yang semakin jingga kemerahan. Degup jantung Aasfa berdetak lebih cepat, memandang senyum bahagia kanaya saat melihat sunset. Tanpa sadar, pria itu menarik dagu Kanaya dan mendekatkan bibirnya.. Aasfa kembali mencium bibir wanita itu lembut. Ia telah jatuh hati pada gadis yang pernah dihinanya. “Aku mencintaimu, Kay,” ucapnya di sela ciuman yang semakin lama dan semakin dalam. Kanaya yang tak menduga akan kembali mendapatkan ciuman dari pria itu terpaku. Dirinya hanya mampu terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. otaknya menolak ciuman dari Aasfa, tetapi hatinya menyambut dan tubuhnya menerima dengan pasrah. Untuk pertama kalinya Aasfa dan Kanaya merasakan sebuah ciuman yang begitu manis, hingga mereka terbuai sangat lama. Saat Kanaya sudah bisa mengendalikan diri, wanita itu menunduk dalam dan menghindar perlahan dari Aasfa. Rasa malu, menyesal, marah tetapi menikmati, menjadi satu dalam diri Kanaya. Membuatnya hanya bisa diam, tanpa bisa mengekspresikan suasana hatinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD