Hancur
"Berhentilah kalian menghakimiku, bagaimana bisa kalian membela dia, yang hanya mantan tunanganku daripada aku, anak kandung kalian?! Apa aku bukan anak kandung kalian?!"Rere mulai prustasi, tidakklah benar memekikan suara kepada orang tua, terlebih itu adalah orang tua kandung, namun dia benar-benar sedang prustasi, bagaimana tidak, kekasihnya menikah dengan wanita lain, sebuah hubungan yang sudah dijalani selama 4 tahun kandas begitu saja, bagaikan pasir tersapu ombak, hilang tanpa jejak dalam sesaat,
"Apa yang kami lakukan untuk kebaikanmu Re, masa depanmu" Ibunya menyela ditengah suasana yang memanas
"Ibu, semua orang pun tahu, dan bisa berpikir demikian, bahkan anjing sekalipun tidak akan dengan sengaja memakan anaknya" Rere berteriak sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa di ikuti tatapan garang ibu dan ayahnya.
"Kata-katamu keterlaluan" sang ayah menghempas majalah ditangannya ke atas meja tepat didepan Rere sebelum berlalu meninggalkan mereka berdua, Rere tersentak kaget, kemudian bangkit menuju kamarnya dan menangis sepanjang hari, sepanjang malam tanpa henti, sampai ia merasa matanya bengkak, badannya panas air mata mulai terasa kering, dialah yang paling terguncang, tapi bagaimana bisa orang tuanya juga menyalahkan dirinya, tidak cukupkah orang diluaran sana?!,
"aku tidak salah, aku hanya korban, bahkan hatiku lebih sakit dari yang mereka tahu, aku dijebak," Rere membanthin masih dengan tangisannya.
Ia mengingat bagaimana hal ini terjadi, pagi ini cuaca sangat cerah Rere berangkat kuliah dengan suasana hati yang riang seperti biasa, tinggal beberapa bulan sebelum ia menyelesaikan kuliahnya, masih terbayang bagaimana kebersamaannya selama ini dengan seorang pria bernama Alexa putra kedua dari pengusaha terkenal di bidang pertambangan, semua orang mengetahui kisah cinta di antara mereka, yang sering disebut pasangan sempurna, karena Rere adalah gadis cantik, tinggi, cerdas, periang, semua orang menyukai kepribadiannya, bahkan tidak sedikit yang menyarankan ia untuk menjadi model, namun Rere sendiri kurang tertarik ada dunia hiburan ia lebih suka berada di belakang layar sebagai penulis, begitupun Alexa siapa yang tidak tertarik pada pria itu? Pria yang tidak memiliki sedikitpun kekurangan di mata para wanita, banyak yang menginginkannya namun ia hanya melabuhkan hatinya kepada Rere, pasangan sempurna.. Begitu orang-orang menilai,
ternyata hari ini semua kebahagian itu sudah berakhir, Rere hanya meminjam kekasih orang lain, saat ini pria terkasihnya telah menikah, menikah dengan wanita sosialita kelas atas putri dari pengusaha minyak yang juga sebagai model, dibanding dengan Rere, tidak ada kelebihan apapun yang ia miliki melampaui wanita yang disebut bernama Lina, yang lebih menyakitkan Rere sama sekali tidak mengetahui semua rencana pernikahan mereka, selama ini tidak sekalipun Rere merasakan kejanggalan pada hubungan mereka, yang membuat Rere berpikir negatif pada kekasihnya, disinilah kesalahannya, ia terlalu percaya, terlalu buta akan cinta, ia menyadari berita ini dari mulut kemulut di kampus, semua orang berasumsi "sangat wajar jika seorang Theresia ditinggal Alexa, meskipun Rere sempurna, tapi Lina jauh di atas segalanya, tidak sepantasnya Rere berpikir merasa dikalahkan"
Begitu sebagian besar penghuni kampus menilai, kebanyakan adalah mereka yang selama ini merasa iri namun tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan emosionalnya, sebagian besar mulai menyalahkan Rere yang tidak bisa menjaga kekasihnya hingga direbut orang lain, ada yang mengatakan itu pantas baginya, dan banyak lagi, itu semua seakan menginjak-injak dirinya jangankan untuk berlari, sekedar berdiripun sangat berat baginya saat ini.
Ia merasa seperti tersungkur dalam lautan pasir dengan tenggorokan kering, tidak ada satupun orang di sisinya, ia merasa tercekat, namun tidak sekalipun ia ingin menjelaskan apapun kepada siapapun.. Tidak akan ada yang perduli dengannya, ia hanya bergumam dalam hati
"bagaimana mungkin?!"
bagaimana mungkin Alexa menggantungnya hidup-hidup?! Seharusnya dia mengatakan jika sudah tidak ada ke cocokan.. Itu akan lebih baik, ia segera berlari jauh dari keramaian menuju sebuah taman disebelah gedung kesenian, tempat ini biasa ia kunjungi ketika hatinya tidak tenang, biasanya Alexa akan muncul menenangkannya, namun kali ini ia menunggu, menunggu sebuah alasan, sampai langit gelap, Alexa tidak pernah muncul dihadapannya lagi.
Hingga seseorang menyodorkan sebuah tisu tepat disampingnya, Rere menoleh dengan harapan besar, namun kemudian kecewa melanda jiwanya ketika orang yang berada disampingnya bukanlah Alexa.
"Kamu terlalu banyak bersedih, " Pria itu menyapa kemudian duduk disebelahnya
Rere tidak bertanya dan tidak tahu siapa pria ini, tidak ada sedikitpun ke inginan untuk mengetahui, ia hanya sibuk dengan geloranya sendiri, terbenama di lautan, ia merasa sendiri, kepedihan menyesakkan dadanya seketika tisu ditangannya sudah seperti bubur, dengan sabar pria itu menyodirkan beberapa lembar tisu lagi
" menangislah, aku sudah menyiapkan tisu sebanyak yang kamu butuhkan" pria itu menyeringai lembut, namun ekpresinya tidak bisa dilihat oleh Rere, tidak heran, karena siapapun tahu dirinya dikampus ini, ia cukup populer, apalagi hubungannya dengan Alexa, mereka seperti pasangan abadi dari negeri dongeng,
"Menangislah sepuasmu, tapi pastikan setelah ini, kamu bisa bangkit untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain" pria itu menyemangati tanpa menyebutkan nama, bahkan Rere masih tidak peduli jika pria itu memiliki nama atau tidak.
Tidak banyak percakapan, hanya keheningan di antara mereka hingga Rere memutuskan untuk pulang,
"Sudah terlalu larut, aku harus pulang," ia bangkit sambil membungkuk sedikit ke hadapan pria itu sebagai ucapan terimakasih, lalu berlalu di keheningan malam, tanpa merasakan takut, berjalan menyusuri taman dengan lampu temaram, keadaan kampus sudah sangat sepi, keluar gerbang menapaki trotoar, lalu lintas sudah mulai jarang, apalagi taxi, entah bagaimana ia akan tiba dirumah dengan selamat kali ini, ia hanya melangkah selangkah demi selangkah dengan jiwa yang kosong, ketika sebuah mobil berhenti disebelahnya menginstruksikan ia untuk cepat naik, Rere melihat pria dalam kemudi, orang yang sama dengan si pemberi tisu,
"Jangan takut, aku tidak tertarik untuk menyakitimu, jadi segeralah, hari sudah petang sebentar lagi akan turun hujan" pria itu mengingatkan, menyadari gadis itu tengah dilema
"Apa aku bisa percaya padamu? " Rere bertanya dengan dingin
"Apa aku harus menunjukkan tanda pengenalku?? " pria itu menggoda sembari merogoh laci mobilnya, sebelum Rere tiba-tiba naik
" ayo jalan,"
Mobil melaju, hingga Rere tiba dirumah dengan selamat, tidak ada perbincangan selama perjalanan, namun dirumah orang tuanya sudah menunggu gelisah dan segera mencercanya dengan berbagai asumsi.
"Di sudut malam aku tertawa, menertawakan diriku sendiri, sebegitu bodohnya, sebegitu buta kah mata ini?! Dimana aku, siapa aku, seketika tak bisa aku kenali jiwa yang terperangkap dalam tubuh ini,"
Sepenggal diary tanpa lanjutan, Rere terkulai lemas terisak penuh kepedihan, hanphone berdering tepat disebelah kiri kakinya, layar menunjukkan "nomor tak dikenal" ia hanya menatap layar hp tanpa bergeming, hingga panggilan terjadi berkali-kali
"Halo, Re,, aku Yona, bagaimana ke adaanmu?" suara dari seberang terdengar khawatir namun nyaring, Rere hanya menatap layar handphone itu tanpa bergeming, seketika air matanya mengalir lebih deras ia terisak membuat tubuhnya terguncang, terdengar jelas dari ujung telepon, Yona, gadis yang selalu baik terhadap dirinya semenjak kuliah, tidak ada kekuatan untuk bercerita menggambarkan isi hatinya saat ini selain menangis, jadi Yona pun memahami ia hanya berbicara beberapa patah kata sebelum menutup teleponnya, tidak terdengar jelas apa yang dibicarakan, Rere masih terisak, hingga fajar menyingsing cahaya pagi menerobos melalui tirai transaparan dikamarnya, ketika terdengar ketukan di pintu
"Nona, apakah sudah bangun? Hari sudah siang, bukankah nona harus kuliah?"
terdengar suara Bi Rima dibalik pintu, sekian lama tidak ada tanggapan dari dalam kamar, Bi Rima meninggalkan kamar itu kembali dengan rutinitasnya, menyiapkan sarapan untuk mereka,
Beberapa saat kemudian Rere turun tangga menuju meja makan, matanya masih bengkak Bibi Rima menyiapkan air es dan lap untuk mengompres mata majikannya sebelum berangkat kuliah
"Apa gunanya kamu menangis, sepanjang malam bahkan hingga air matamu kering tidak akan mengubah ke adaan dia sudah menikah Re, 4 Tahun kalian pacaran apa saja yang kamu kerjakan, bisa-bisanya kamu kehilangan dia dalam hitungan detik" tiba-tiba ibunya muncul di susul dengan ayahnya,
Rere hanya diam membiarkan Bi Rima menyelesaikan tugasnya dengan baik, ia merasa tidak ada gunanya berdebat pagi-pagi begini selain memperburuk suasana hatinya,
"Beberapa rumor mengatakan kamu sering mengecewakan Alexa, kamu sering bertemu laki-laki lain dibelakangnya, kurang apa Alexa?! " ayahnya terlihat heran
" jika kalian lebih percaya orang luar, untuk apa kalian bertanya padaku? Apakah penjelasanku akan merubah asumsi kalian? Apa kalian berpikir aku menginginkan ini semua terjadi? Akulah yang paling terpukul, yang paling menderita, akulah yang di campakkan tanpa belas kasihan, bagaimana bisa kalian tidak melihat posisiku saat ini? Apakah aku anak pungut? Yang kalian temukan disaat kalian berkencan dan mengadopsiku?! Tidak kah ada ikatan bathin di antara kita?! "
belum selesai Rere berkeluh kesah, sebuah tamparan mendarat di pipi kirinya, sakit tamparan tidak seberapa namun hatinya telah hancur luluh lantak ditengah penghianatan tunangannya, ibunya menamparnya dengan segala tuduhan yang tidak ia lakukan dengan sengaja, tanpa pikir panjang ia mengambil tas segera berlalu meninggalkan rumah itu, bukan pergi ke kampus, namun menuju halte bus tidak jauh dari rumahnya, menggunakan earphone ia duduk sendiri dekat jendela bus, ia hanya ingat naik bus tidak ingat turun, tidak tahu tujuan, ia hanya ingin pergi jauh, itu yang biasa ia lakukan ketika sedang bosan, naik bus, mengikuti rute bus sampai bus itu kembali kehalte dimana ia naik, tentunya itu menghabiskan waktu hampir sehari penuh,
Ketika seorang wanita duduk disampingnya, berusia sekitar 40 tahun, mengenakan blouse putih celana jeans, cantik meskipun sedikit keriput tergaris diwajahnya
" bukankah kita harus melihat dunia yang luas agar bisa memahami dunia kita sendiri?! Terkadang kita merasa memiliki hidup sangat buruk, namun di antara kita, masih banyak hal yang lebih buruk" wanita itu berkata seakan mengingatkan Rere untuk tidak terlalu banyak mengeluh, Rere yang sedari tadi hanya diam menghadap jendela tiba-tiba paham apa maksud wanita ini, tepat di dedepan sebuah halte saat bus berhenti ada banyak gelandangan sedang menikmati beberapa makanan pemberian dari pengguna jalan, mereka terlihat buruk dengan pakaian kumel compang camping, namun hidup mereka terlihat santai, mereka hanya memikirkan makan, yang penting bisa makan, tanpa berpikir pakaian apa yang bagus, keluaran terbaru model terbaru, disisi lain ke adaan mereka yang seperti itu sampai kapanpun akan tetap seperti itu, harusnya ia bersyukur dengan hidupnya saat ini,
"Sepertinya anda sedang dirundung masalah nona" wanita itu melanjutkan, membuyarkan lamunannya dan menoleh dengan enggan, ia malu jika matanya terlihat buruk,,,
"Tidak apa jika kamu tidak ingin berbagi" wanita itu mengalah untuk mencari tahu
"Tunanganku mencampakkan aku, dia menikah tanpa memutuskan hubungan terlebih dahulu, tanpa tahu apa sebabnya, dan semua orang seakan menyalahkan aku"Rere mengakhiri, pandangan matanya mulai kabur, terasa panas ia menangis lagi, entah kenapa wanita disebelahnya memeluknya membuat ia membenamkan kepalanya di d**a wanita itu, ia merasa dekapan yang hangat seperti seorang ibu.
"Aku kehilangan putriku dalam kecelakaan beberapa tahun lalu, kira-kira dia seusiamu, dan suamiku meninggalkan aku pergi dengan wanita simpanannya"
Wanita itu menceritakan kisahnya, mereka saling bertukar cerita tanpa saling menanyakan nama, mereka beranggapan ini hanya pertemuan singkat
"Apa kamu punya rumah nyonya? Bolehkah aku berkunjung? "
"He eh, tentu saja, sekarang juga boleh jika kamu menginginkannya" wanita itu tersenyum manis,
Rere tidak menjawab selain menikmati belaian tangan wanita utu pada rambutnya, sesaat kemudian bus berhenti di halte, si wanita mengisyaratkannya untuk turun,
Rere menyembunyikan mata bengkaknya , mengikuti si wanita turun dari bus dan menyusuri jalanan.
"Sepertinya kamu sedang kabur dari rumah! Jika kamu mau, kamu bisa tinggal dirumahku sementara, tidak terlalu bagus tapi lumayan nyaman, "wanita itu menggiring gadis itu berjalan beriringan, memeluknya seakan takut ia akan terjatuh.
Ditempat yang berbeda
"Apa kabarnya!! " seorang pria bertanya kepada pria satunya
"Tidak terlalu buruk, dia terlalu cerdas menangisi pria sepertimu" pria itu menggoda sahabatnya,
" seriuslah Jordan, " pria itu terlihat putus asa
"Alexa,,,, kamu lebih tahu situasi ini,tidak banyak yang bisa aku lakukan untuk gadis itu, sungguh menyedihkan, bahkan tadi pagi ia tidak muncul dikampus, tanpa kabar" pria itu bernama jordan, lelaki yang memberikan tisu pada Rere malam itu, Alexa menatap sahabatnya dengan kacau,
"Aku merasa semua tidak sesederhana ini, Tolong bantu aku" Alexa memikirkan dengan dalam dan menatap Jordan penuh arti,
Jordan mendekat, menepuk pundak sahabatnya dengan simpati,
"Bagaimana hubunganmu dengan Lina? "
" jawaban apa yang ingin kamu dengar? " Alexa tertawa dingin,
"Berhati-hatilah" Jordan memberikan peringatan sebelum meninggalkannya.
Sebelumnya semua baik-baik saja, entah bagaimana seketika menjadi diluar kendali, perusahaan besar yang ditangani keluarga Alexa mendapat masalah yang cukup serius, kecelakaan menimpa beberapa pekerja dengan satu orang meninggal dan beberapa luka parah, dari kejadian ini banyak pihak yang mempertanyakan kelayakan perusahaan Alexa, bahkan beberapa tidak mau menambah invesatasi, yang lebih parah mereka menarik investasinya, sehingga Perusahaan Alexa kalang kabut, di tengah krisis yang menderu datanglah keluarga Lina sebagai pahlawan, menawarkan dana untuk menopang semua kelanjutan proyek ini dan menutup semua opini dan asumsi di lapangan, sehingga Alexis Group tetap terlihat berdiri kokoh, namun jauh di dalam, seseorang sedang di hadapkan pada situasi yang sangat sulit, Alexa sebagai putra pemegang saham tertinggi harus bertanggungjawab dengan menikahi Lina, putri sulung keluarga Lina,,,
" Alexa, aku tahu ini berat bagimu, tapi ini juga sangat berat bagi keluarga kita, kamu tahu itu adalah usaha yang telah aku rintis dengan kakekmu, sampai sekarang, apa kamu akan diam saja melihat ini hancur? " Tuan Alexis menatap putranya penuh harap
"Nak, tak ada wanita yang akan mau dengan mu jika kamu tidak memiliki apa-apa" Nyonya Alexis mengingatkan, seakan maksudnya ditujukan kepada hubungan Alexa dengan Rere jika mereka bangkrut,
"Ibu, Rere bukan wanita seperti itu" Alexa tidak terima dengan pendapat ibunya
"Alexa, ibu tidak ingin mengikutsertakan Rere dalam hal ini, tapi pikirkanlah baik-baik" ibunya membalik tubuh putranya, menatap matanya lekat-lekat, seakan tahu jawabannya
"Keluarlah, aku ingin sendiri bu," Alexa bangkit menggiring kedua orang tuanya menyingkir dari hadapannya,
Kemudian ia berpaling pada bingkai foto yang terpajang di atas meja tak jauh dari tempatnya berdiri, ia menatap lekat-lekat foto itu, dan menangis....
Ia duduk tersungkur di pojok kamar, air mata mengalir di pipinya, mengingat semua kenangannya dengan Rere, wanita yang merebut semua hatinya,
Bagaiamana mereka berjanji untuk setia satu sama lain, saling mengisi dan berjanji untuk tidak terpisahkan.
Mengingat pesan ibunya, wajahnya mengeras
"tidak ada wanita yang akan mau denganmu jika kamu miskin"
Jauh di lubuk hatinya ia percaya Rere bukanlah wanita seperti itu, namun jiwanya bergejolak,
"Jika aku miskin, apa yang bisa aku berikan padanya? Bisakah aku membahagiakannya hanya dengan cinta? Pantaskah aku bersanding dengannya jika aku tidak memiliki apa-apa?! " ia mulai bergumam dengan dirinya sendiri, bergelut dengan kekalutannya.
Setelah menyeka air matanya, ia bangkit menuju ruang kerja ayahnya, ia masuk tanpa mengetuk pintu, seperti yang biasa ia lakukan dengan sopan, sejauh ini ia sangat menghormati ayah dan ibunya, melihat kedatangan putranya Tuan Alexis mengalihkan pandangan ke arah putranya, seakan tahu keputusan apa yang akan di ambil, meski menyadari putranya tidak sopan, itu tidak jadi masalah mengingat tekanan yang di alaminya saat ini,
"Duduklah, "
Alexa duduk, menatap ayahnya,
" sudah kuputuskan, aku akan menikahinya"
Ayahnya tersenyum,
"Kamu tidak akan rugi, itu juga tidak menutup kemungkinan kamu bisa bersama Gadis itu lagi, kamu hanya perlu berjuang sedikit, atau siapa tahu suatu saat kamu akan menyukai istri barumu"
"Silahkan persiapkan segala sesuatunya. Jangan terlalu lama mengulur waktu" Alexa merasa tidak sabar, dadanya sesak,
"Tentu, lebih cepat akan lebih baik" ayahnya menjawab lugas.
Alexa kembali ke kamarnya, ia tidak memiliki keberanian untuk mengatakan ke adaan ini ada kekasihnya, ia merasa untuk pertama kali menjadi orang pengecut, pecundang yang terjebak, ia mulai menangis, sebelum terdengar panggilan dari ponsel di sebelahnya, ia melirik nomor baru di layar, ia hanya melirik, hingga berdering sekian kali
"Halo,, Alex, ini aku Lina, aku dengar kamu sudah setuju kita segera menikah, kenapa kamu tidak mengabariku?" akhirnya Alexa menjawab telpon itu dan mendengar suara riang dari ujuang telepon
"Ada apa? " Suaranya terdengar dingin dan tepat sasaran
"Kita harus membeli gaun pernikahan, kita harus bersiap-siap segera" Lina mulai menggebu-gebu
"Atur saja sesukamu, apakah aku berhak untuk menolak ataupun menerima?"
Sbelum mendengar jawabannya Alexa sudah menutup ponselnya.
"Sialan beraninya dia mengabaikanku seperti ini" Wanita itu mendengus kesal, berlari menuju ayahnya
" ayah aku ingin segera menikahi Alexa, sesegera mungkin, besok atau lusa, aku tidak mau tahu ayah" Lina menghambur ke arah ayahnya, diikuti pandangan liar ibunya
"Lina, jaga kelakuanmu, kamu itu artis, jika tergesa-gesa begitu mereka akan berpikir yang tidak-tidak tentangmu, pikirkan reputasimu" ibunya mengingatkan
" ibu, selama kita punya uang, semua bisa di atur bu, jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini semua, " Lina melanjutkan tanpa peduli,
"Oke, kita sepakatkan acaranya lusa, di hotel King" ayahnya menengahi, disambut gembira putrinya,
" terimakasih ayah, aku akan menghubungi Alexa"
Lina berlalu penuh bahagia,
"Haha, lihat saja Alexa, kamu boleh mengabaikanku sekarang, tapi selanjutnya kamu hanya memiliki aku" tidak perduli dengan kekasihmu yang sebelumnya, jika kalian berani macam-macam, gadis itu akan habis" ia bergumam sendiri.
Lusa telah tiba, hari pernikahan itu telah terjadi dengan sangat lancar, perusahaan Alexis mulai berjalan dengan lancar, kokoh seperti biasa, berita cepat menyebar bahwa Alexa telah menikah dengan seorang artis cantik Lina Mandala, seorang putri sulung dari perusahaan properti Mandala pro.
Di aula pernikahan, Alexa berusaha untuk tampil baik-baik saja di dampingi Lina yang begitu sempurna, semua mata tertuju ada mereka mengatakan "pasangan sempurna" semua awak media berkumpul mengabadikan moment mereka, tentu saja awak media tidak tahu bahwa Alexa adalah kekasih seseorang sebelumnya. Nilai saham Alexis melonjak, kabar pernikahannya menyebar kemana-mana, internet, televisi dihebohkan oleh mereka, diluar itu ada sosok yang terbunuh dan terinjak-injak, Rere, Theresia indari.