Happy Reading!
Karin menatap sekeliling lalu berdecak saat tak menemukan apa yang ia cari.
"Apa nyonya membutuhkan sesuatu?" tanya seorang pekerja.
Karin mengangguk. "Di mana Ayyara?" tanya Karin pelan.
"Ayyara, gadis yang nyonya bawa kemarin itu?"
Karin mengangguk.
"Sepertinya belum bangun, nyonya."
Karin melotot? Belum bangun. Apa gadis itu tidak tahu bahwa wanita hamil perlu makanan yang bergizi agar bayinya sehat.
"Baiklah." ucap Karin lalu melangkah menuju kamar yang Ayyara tempati. Ia akan membangunkan gadis pemalas itu lalu memberikan sedikit pelajaran agar lain kali dia tidak akan berani lagi melewatkan sarapan. Karin tidak mau jika bayi yang dilahirkan Ayyara penyakitan, bisa-bisa ia disalahkan oleh suami dan keluarga Sanjaya.
"Karin."
Karin menoleh lalu membatalkan niatnya untuk mengetuk pintu saat mendengar suara suaminya.
"Ada apa, sayang?"tanya Karin lalu melangkah mendekati suaminya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Arvind.
Karin menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya ingin memastikan keadaan Ayyara. Bibi bilang dia belum bangun padahal ini sudah jam sembilan."
Arvind menghela napas. "Lupakan soal gadis itu dan mari kita fokus dengan bayi kita. Ini sudah jam sembilan dan kalian belum sarapan." ucap Arvind lalu merangkul lembut pinggang Karin menuju meja makan.
"Buatkan s**u untuk Karin!"titah Arvind pada pekerja yang ada di dapur.
"Baik tuan."
Karin tersenyum. Ia senang Arvind memperhatikan dirinya meski mungkin itu hanya karena bayi yang bahkan tidak ada di rahimnya.
"Sayang_" panggil Karin manja.
"hm?"
"Aku ingin makan sesuatu."
"Katakan!"
Karin tersenyum. "Aku mau makan sushi."
"Tidak."
Senyum di wajah Karin langsung sirna. Padahal sushi adalah makanan yang sangat ia sukai.
"Tapi anak kita mau makan itu." ucap Karin memelas. Arvind pasti akan langsung luluh jika ia membawa bayi dalam kandungannya sebagai tameng.
Arvind menatap Karin tajam. "Sushi salmon mentah berbahaya bagi ibu hamil, apa kau tidak tahu itu."
Karin terdiam. Karena tidak hamil, ia jadi merasa tidak perlu mencari tahu apapun.
"Baiklah, sayang. Jangan marah ya." bujuk Karin membuat Arvind mengangguk lalu menghidangkan makanan yang dipenuhi sayuran berwarna hijau.
"Makanan ini sangat bagus untuk bayi kita." ucap Arvind membuat Karin menahan mual.
'Sial. Aku tidak mau memakan makanan seperti ini setiap hari.' batin Karin. Ia harus mencari cara agar bisa terlepas dari siksaan menyedihkan ini.
"Dan besok mama akan datang untuk mengajakmu ke dokter. Aku juga ingin melihat perkembangan bayi kita."
"Apa?"
Arvind menoleh."Kenapa?"
Karin segera menjelaskan. "Tapi sayang, aku sudah janji untuk pergi periksa sama mama."
Arvind mengangguk. "Kita bisa pergi bersama."
"Tidak."
Arvind mengernyit membuat Karin tersenyum tipis. "Sayang, kamu tau kan kalau mama kamu sama mama aku itu nggak akur. Kalau mereka berantem gimana? aku bisa stres nanti. Dan itu bahaya buat bayi kita." jelas Karin membuat Arvind diam.
Karin tersenyum, sepertinya suaminya terpengaruh.
"Baiklah." ucap Arvind mengalah membuat Karin langsung memeluk pria itu erat.
"Makasih, sayang. Dan satu lagi, aku juga mau ijin untuk nginap di rumah mama beberapa minggu."
"Untuk?"
Karin mengelus perutnya. "Kamu tau kan kalau ibu hamil itu lebih sensetif dari biasanya dan aku juga begitu, pagi tadi tiba-tiba aku kangen sama mama. Aku udah telponan sama mama tapi tetap kangen jadi aku putusin untuk nginap di sana. Boleh ya?"
"Tidak."sahut Arvind. Lagipula kerjaan Karin dan ibunya setiap bersama hanya belanja. Menghabiskan uang lalu pulang. Kegiatan melelahkan itu tidak boleh dilakukan oleh Karin dalam keadaan hamil.
"Tapi sayang__"
"Sekali tidak tetap tidak. Jika memang sangat merindukan ibumu maka dia bisa datang dan tinggal di sini tidak perlu kau yang ke sana." tegas Arvind namun Karin tak kehabisan akal. Ia tidak mau dikurung di rumah dan menghabiskan hari dengan membosankan.
"Ck! Kamu jahat banget sama aku hiks padahal aku cuma kangen sama mama." isak Karin membuat Arvind menoleh. Sejak kapan Karin bisa menangis? Apa mungkin pengaruh bayi, batin Arvind.
Arvind segera memeluk Karin. "Baiklah. Tapi berjanjilah jika bayi kita akan selalu aman." ucap Arvind mengelus perut Karin.
"Tentu sayang. Dia akan semakin aman jika ibunya bahagia. Dan sekarang aku bahagia, terima kasih." ucap Karin membuat Arvind mengangguk.
Mungkin ada bagusnya jika Karin pergi, berarti ia bisa sepuasnya menyentuh Ayyara. Hasrat yang selama ini ia salurkan ke Karin namun sekarang harus ia tahan agar tidak menyakiti calon bayinya. Untungnya ada Ayyara yang bisa ia manfaatkan. Dan gadis itu juga sepertinya penakut membuat Arvind tidak khawatir jika apa yang ia lakukan diketahui oleh Karin.