Masih Mengingatmu

1232 Words
"Maria!" teriak Eliza membangunkan putri manjanya. Maria kaget mendengar teriakan suara Eliza, sudah kebiasaan mama nya yang selalu teriak-teriak jika membangunnya. "Apaan sih Ma," ujar Maria. "Kamu ini, ayoo bangun." "Aku masih mengantuk Ma." "Banguuuun! Ini sudah jam 10 pagi, pemalas!" "Iya... iya aku bangun." Maria duduk diranjangnya dengan wajah kesal dan merasa kepalanya sakit. Dia terlalu banyak minum kemarin malam, pesta yang di buat orang tuanya begitu membosankan dan suasana hatinya juga sedang buruk. Dia bertengkar dengan kekasihnya Exel, sehingga dia melampiskannya dengan minuman. "Cepetan mandi!" bentak Eliza. "Iya Mama ku sayang," sahut Maria. Eliza keluar dari kamar Maria, dia heran entah kenapa putrinya itu selalu bangun siang. Setelah Eliza pergi, Maria memegang kepalanya yang berdenyut-denyut.  "Aduuh kepalaku pusing nih, kebanyakan minum. Eeh tapi kemarin kayaknya aku bertemu dengan seorang pria deh," ujar Maria mencoba mengingat kejadian kemarin malam. Mata Maria membulat, dia tersadar kemarin berciuman dengan seorang pria. Pria yang wajahnya saja dia tidak ingat. "Mati aku!" seru Maria. "Kalau Exel tahu bisa gawat aku, dia akan marah besar kalau aku ketahuan abis ciuman sama lelaki lain." "Eeh, tapi ga masalah sih, ini akan jadi rahasiaku sendiri aja, kejadian kemarin anggap aja iklan yang ga penting, tapi kok aku suka yaa ciuman pria kemarin," ucap Maria. Maria memilih untuk mandi, dia ingin menyegarkan dirinya dulu.  Maria keluar kamarnya, dia ingin jalan-jalan dan menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang. Bagi Maria masa muda harus dinikmati karena masa muda tidak akan terulang untuk kedua kalinya. "Kamu mau kemana?" tanya Eliza sambil melihat Maria yang akan keluar rumah. "Hmm, biasalah Ma, menikmati waktu ku di Spanyol. Kan mumpung aku masih libur Ma," jawab Maria. "Di dalam pikiranmu selalu saja bersenang-senang. Apa ga ada kegiatan lain?" "Ga ada Ma." "Maria! Harusnya kamu contoh kakakmu Mario. Dia serius belajar di kantor papa tapi lihat kamu hanya seperti ini terus." "Mama, kata pakar-pakar anak di televisi bilang tidak baik membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain. Setiap anak itu ada kelebihan dan kekurangannya." "Lalu kamu kelebihannya apa?" "Kelebihanku..." Maria berpikir tentang apa yang harus dia banggakan, "Kelebihanku itu cantik, Ma." Eliza menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kelakuan Maria. "Itu bukan kelebihan, Maria. Itu memang sudah garis keturuanan kita yang dari lahir sudah rupawan. Jadi Mama, mau tanya lagi apa kelebihanmu?" Maria berpikir lagi, jawaban apa yang harus dia katakan pada mamanya. "Aku tahu, Ma."  "Apa?" "Aku tuh pintar." "Pintar? Yakin kamu." "Yakin Ma, aku ini pintar... pintar menghabiskan uang jajan yang Mama kasih, hahaha," ujar Maria bangga. Eliza tidak percaya mendengar apa yang dikatakan putrinya. Bisa-bisanya Maria berkata seperti itu dengan mimik wajah bangga. "Kamu hari ini ikut Mama." "Kemana ma? Kalau membosankan aku ga mau." "Udah cerewet banget sih kamu." "Nah tambah lagi Ma kelebihanku." "Iya kelebihan banyak omongan kamu itu, bikin Mama kesal." "Mama... aku kelebihan banyak omongan ini menurun dari mama. Sayang banget sama Mama," ujar Maria memeluk Eliza. Eliza tersenyum, Maria memang selalu bisa merayu dirinya. Maria juga tersenyum, dia tahu kelemahan mamanya. Jika dia mengucapkan kata 'sayang mama' terbujuklah mamanya itu. "Udah-udah, ikut Mama ya, Nak." "Baiklah Mama ku sayang."  Maria tertawa sendiri. Dia merasa beruntung bisa memiliki keluarga yang sangat menyayanginya, tidak semua orang bisa beruntung memiliki keluarga utuh. *** Sementara itu dikediaman keluarga Ansell Philip. Liana sangat bersemangat, dia sudah dihubungi oleh Eliza yang sangat antusias dengan perjodohan Ansell dan Maria.  "Ansell," panggil Liana. "Iya Ma." "Kamu ikut Mama ya." "Mau kemana Ma?" "Mama janjian sama Eliza dan ada Maria loh." "Wah dari tadi dong Ma, aku bersiap-siap dulu Ma." Ansell tersenyum bahagia, Maria berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.  Liana bersama dengan Ansell menuju kerestoran tempat dia akan janjian dengan Eliza. Dia akan mempertemukan Maria dan Ansell, berharap perjodohan mereka berjalan dengan lancar. Ansell tertegun saat melihat Maria, gadis itu terlihat sibuk dengan ponselnya. Maria tampak cantik dan terlihat lebih segar dibandingkan tadi malam. Rambutnya digerai panjang dan make upnya yang tipis terlihat natural membuatnya semakin mempesona dimata Ansell. "Eliza maaf yaa say, aku terlambat," ujar Liana dengan ramah pada Eliza. "Ga apa-apa kok Lia, aku dan Maria juga baru nyampe kok. Mau pesan apa nih, sekalian aku pesanin." "Ga usah repot-repot say." "Ga repot kok, iya kan Maria." Eliza menyindir Maria yang dari tadi hanya fokus dengan layar ponselnya. "Eh, ada tante Liana. Apa kabar tante cantik," sapa Maria. "Tante kabar baik Maria, kamu makin cantik aja, sih." "Tapi, masih kalah dengan kecantikan tante. Awet banget deh cantiknya tante." "Aduh Eli, Maria ini bener-bener mantu idaman." "Haha, biasalah Maria itu. Anak itu memang kelebihannya suka bermulut manis. Hati-hati loh Li, Maria ini pinter merayu kalau ada tujuannya." "Iih, Mama jangan suka buka kartu dong. Aku kan jadi malu-malu ga tau malu, Ma."  "Nah, kan dia mulai protes. Susah punya akan yang suka malu-malu padahal aslinya ga tau malu." Eliza menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kelakuan putri bungsunya.  "Haha, ga apa-apa Eli, untuk Maria mantu idamanku semua tak masalah." "Makasih tante, tante ini bener-bener mertua idaman." Liana, Eliza, dan Maria tertawa bersama. Ansell yang dari tadi dibelakang Liana hanya diam dan tersenyum melihat keakraban Mamanya dengan Maria. Satu lagi nilai plus dimata Ansell, Maria bukan hanya cantik, tapi ramah dan tidak sombong.  Ansell semakin terpesona melihat Maria. "Maria, kamu udah kenalkan sama tante Liana. Nah, tante Liana mau memperkenalkan anaknya sama kamu," ujar Eliza. "Boleh Ma. Anak tante cowok apa cewek?" "Anak tante cowok. Mana dia yaa." Mata Liana mencari keberadaan Ansel, "nah itu dia, Ansell sini, Nak," panggil Liana ke Ansell. Ansel dengan gagah dan sok keren berjalan mendekati Liana, Eliza, dan Maria.  "Maria, ini kenalkan anak tante, Ansell. Ansell baru kembali ke Spanyol. Selama ini Ansell berada di New York." Ansell tersenyum pada Maria, Maria tertegun melihat Ansell. Dia seperti mengenali pria yang dihadapannya dan berusaha untuk mengingat di mana pernah bertemu Ansell. "Selamat siang, Tante Eliza," sapa Ansell sambil menjabat tangan Eliza. "Makin ganteng aja kamu, Ansell," puji Eliza. "Terima kasih, Tante." "Ooh iya, ini anak Tante, Maria." Eliza menyikut lengan Maria yang matanya fokus menatap Ansell. "Halo, Maria. Saya, Ansell Philip," ujar Ansell sambil mengulurkan tangannya. "Eh, iya. Hmm, saya Maria Vezcez," ujar Maria membalas uluran tangan Ansell. Maria kembali diam sambil terus melihat wajah Ansell, masih memikirkan di mana pernah bertemu dengan Ansell. Ansell juga melihat Maria, dia yakin gadis dihadapannya ini masih belum mengenalinya. Liana dan Eliza tersenyum bahagia sendiri, melihat Maria dan Ansell saling bertatapan. Mereka yakin perjodohan anak-anak mereka akan berjalan dengan lancar. "Maria, Mama tinggal dulu sebentar yaa. Mama ada perlu sama tante Liana," ujar Eliza. "Tapi, Ma–" "Ga apa-apa Maria. Mama hanya sebentar aja." "Ooh... oke lah, Ma." "Sell, Mama mau pergi sebentar sama tante Eliza. Kamu tunggu Mama dengan Maria disini dulu ya" "Iya Ma." "Ansell nitip Maria sebentar yaa, anak tante itu udah jinak kok jadi kamu tenang aja." "Siap tante." Tinggallah Maria dan Ansell berduaan direstoran tersebut. Maria dan Ansell saling bertatapan kembali dalam diam. "Kamu masih belum mengingat aku?" tanya Ansell. Maria mengernyitkan alisnya. Masih mencoba untuk mengingat siapa pria yang ada dihadapannya.  "Dibalkon sebuah rumah, ada seorang berteriak 'akh membosankan' lalu gadis itu juga berkata 'aku suka ciumanmu' gimana udah ingat belum," ujar Ansell sambil menaik turunkan alisnya. Maria membulatkan matanya, akhirnya ia ingat pria ini telah ia cium tadi malam. "Yaa ampun, ternyata itu kamu," seru Maria. "Gimana mau aku cium lagi? Aku bisa melakukan lebih dari ciuman kalau kamu mau," goda Ansell. Maria terperangah mendengar perkataan Ansell, ia bingung harus berkata apa dihadapan Ansell.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD