Derren menautkan kedua alis saat melihat sang istri yang tampak sedang resah dan gelisah duduk di sofa kamar mereka berdua malam hari ini. Banyak tanya di dalam benak Derren tentang apa yang membuat wanita cantik itu tanpak resah dan belum tidur saat ini. Derren yang sempat menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu kamar itu lantas memutuskan untuk melangkahkan kaki kembali menuju ke arah wanita cantik yang sedang menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong saat ini.
“Apa yang sedang kamu pikirkan Diandra? Kenapa kamu resah dan gelisah sekali malam hari ini?” tanya Derren setelah duduk di samping istrinya.
Diandra yang sedang berada di dalam lamunannya terkesiap saat mendengar suara bariton yang tidak asing bagi dirinya. Sontak Diandra mengalihkan perhatian ke arah sumber suara di mana tampak sosok laki-laki itu sedang duduk di samping dirinya saat ini.
“Iya Pak Derren. Ada apa Pak Darren?” ucap Diandra tanpa menjawab apa yang ditanyakan oleh sang suaminya.
Derren mengulas senyuman manis saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang istrinya. Ya. Derren yang tahu jika wanita cantik itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja lantas memutuskan untuk bersikap tenang dan tidak terpancing emosi malam hari ini.
“Apa ada yang sedang kamu pikirkan Diandra?” tanya Derren.
Diandra menggelengkan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh sang suaminya.
“Tidak Pak Derren. Diandra tidak apa-apa Pak Derren,” jawab Diandra dengan nada singkat.
“Alhamdulillah.. Kalau tidak ada sesuatu yang terjadi kepada kamu. Kalau kamu ingin menceritakan sesuatu kepada mas. Kamu tidak usah merasa ragu iya Diandra,” sambung Derren.
“Iya Pak Derren. Pak Derren tidak usah merasa khawatir dengan Diandra. Kalau Diandra ada masalah. Insha Allah Diandra bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Diandra tidak ingin merepotkan Pak Derren,” seru Diandra.
“Mas tidak pernah merasa direpotkan oleh kamu. Kita kan suami istri Diandra. Jadi kamu tidak usah merasa sungkan untuk bercerita kepada mad. Aku akan menjadi pendengar yang baik apa pun masalah kamu nanti,” balas Derren dengan nada lembut.
Diandra diam seribu bahasa saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang suaminya itu. Entah kenapa ada perasaan bersalah yang menyelimuti di dalam hati wanita cantik itu jika melihat semua sikap baik yang ditunjukkan oleh laki-laki tampan itu kepada dirinya. Diandra merasa menjadi manusia paling jahat dengan semua sikap dan tingkah laku yang tidak baik kepada laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. Namun Diandra juga masih belum bisa untuk bersikap baik selayaknya istri kepada suaminya seperti pasangan suami istri yang lain di luar sana. Diandra masih merasa berat dan belum terbiasa dengan semua hal itu.
Derren yang merasa penasaran dengan apa yang sedang ada di dalam benak sang istri dalam diamnya lantas menatap ke arah wanita cantik itu dengan tatapan lekat berusaha mencari sesuatu di dalam pendar netra istrinya.
“Kenapa sayang? Kenapa kamu diam? Apa ada yang salah dengan ucapan mas tadi?” tanya Derren dengan bertubi-tubi kepada istrinya.
Diandra menggelengkan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh sang suaminya.
“Tidak Pak Derren. Tidak ada yang salah dengan apa yang Pak Derren katakan tadi. Diandra dapat mengerti dengan maksud ucapan Pak Derren. Diandra juga tidak marah sama Pak Derren. Tapi –“ Diandra dengan sengaja menjeda ucapannya untuk meyakinkan diri sebelum memberi tahu apa yang akan diucapkan oleh dirinya kepada suaminya.
“Tapi kenapa sayang? Apa ada yang sedang mengganjal di dalam hati kamu? Apa mas boleh tahu sayang?” tanya Derren lagi dengan penuh rasa penasaran.
Lagi dan lagi Diandra menanggapi semua ucapan sang suami dengan gelengan kepala tegas yang menandakan jika wanita cantik itu sedang tidak memikirkan apa pun itu saat ini.
“Apa kamu sedang tidak membohongi mas, sayang?” tanya Derren lagi.
“Iya Pak Derren. Diandra sedang tidak memikirkan apa-apa kok. Jadi Pak Derren tidak usah merasa khawatir kepada Diandra. Diandra baik-baik saja Pak Derren,” jawab Diandra dengan alibinya.
“Kalau ada yang ingin kamu katakan kepada mas. Kamu lebih baik katakan saja sayang. Kita suami istri. Jadi mas tidak mau kamu memikirkan sesuatu sendiri. Kita harus berbagi dalam suka dan duka. Kalau bisa kita tidak boleh saling merahasiakan sesuatu. Suka dan duka harus kita rasakan bersama sayang. Mas tidak mau terjadi sesuatu sama kamu. Mas tahu kita menikah karena sebuah kesalahan yang telah mas lakukan dulu. Semua hal itu bukan salah kamu. Tapi salah mas. Mas minta maaf karena sempat menyalahkan kamu dulu. Mas merasa kaget dengan semua peristiwa itu. Mas berharap kamu bisa menerima pernikahan ini dengan tulus. Mas sudah dapat menerima pernikahan ini karena perasaan mas telah berbeda kepada kamu saat ini. Perasaan cinta mulai tumbuh di dalam hati mas kepada kamu. Kita sudah mulai biasa hidup bersama. Kita pasti sudah dapat mengenal sifat dan karakter masing-masing kan sayang? Kalau kata orang Jawa itu witing trisno jalaran soko kulino. Perasaan cinta itu hadir karena kita terbiasa bersama sayang,” sambung Derren dengan memberikan penjelasan panjang lebar kepada istrinya agar wanita cantik itu dapat mengerti dengan maksud ucapannya.
Diandra seketika terdiam saat mendengar semua kalimat yang keluar dari bibir laki-laki tampan itu. Mulut Diandra kelu dan tidak mampu mengeluarkan satu patah kata pun untuk menjawab ucapan sang suaminya itu. Diandra benar-benar merasa bingung dengan semua hal itu. Hati Diandra berperang dengan tidak jelas saat ini.
“Pak Derren –“ ucap Diandra dengan nada ragu.
“Iya sayang. Kenapa sayang?” balas Derren sembari melontarkan pertanyaan kepada istrinya.
Diandra menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan meyakinkan diri sebelum berbicara kepada laki-laki tampan itu.
“Diandra minta maaf –“ Diandra kembali menjeda ucapannya dengan sengaja untuk meyakinkan hati yang masih belum terlalu yakin dengan apa yang akan diucapkan oleh dirinya kepada suaminya.
Kedua alis Derren saling bertautan setelah mendengar ucapan singkat wanita cantik itu.
“Kenapa kamu minta maaf sama mas, sayang? Kamu minta maaf untuk apa sayang?” tanya Derren dengan penuh rasa penasaran.
“Diandra minta maaf untuk semua sikap yang telah Diandra tunjukan kepada mas. Diandra minta maaf untuk semua sikap buruk kepada mas. Diandra tahu semua hal itu salah mas. Diandra juga tidak mau menjadi istri yang durhaka kepada suami. Diandra bersedia menerima mas sebagai suami. Diandra bersedia menjalani pernikahan ini dengan ikhlas dan tulus. Apa mas akan memberikan kesempatan kepada Diandra satu jalu lagi untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah Diandra lakukan selama ini?"