bc

PANCA INDERA

book_age16+
164
FOLLOW
1.6K
READ
contract marriage
second chance
playboy
badboy
sweet
humorous
coming of age
reckless
sassy
intersex
like
intro-logo
Blurb

Apa yang akan kamu lakukan jika punya panca indera yang begitu tajam, lebih dari orang umum biasanya?

Depresi karena terlalu bising di indera pendengaran?

Sebal karena, walau mata terpejam tapi masih bisa merasakan keadaan sekitar?

Muak karena kamu bisa membau sesuatu yang bahkan lumayan jauh darimu? Misal, kentut.

Kalau aku?

Bawa happy saja. Gunakan seluruh kemampuan itu untuk menggaet cewek yang banyak.

Punya pacar banyak tentu enak. Bwahahahahahahaaha.

Mau?

chap-preview
Free preview
1. Siapa aku?
"Satu dua tiga. Dorooong!" "Arrrggghhh!" "Satu dua tiga! Dorooong!" "Aarrgghhh!" "Satu dua tiga! Dorong lagi!" "Aarrgghhh!" Suara beberapa pria yang berteriak saling sahut menyahut mendorong mobil yang terjebak di lumpur yang dalam. Sudah hampir lima belas menit tapi mobil belum juga mau terlepas dari kubangan lumpur itu. "Sekali lagi!" Komando salah satu pria yang ikut mendorong mobil. Tapi tak terdengar hitungan dan erangan para pria itu lagi. Yang terdengar malah .... "Ril ...!" Teriak salah seorang pria lain yang ikut mendorong mobil juga. "Kalau lo nggak segera ke sini dan bantu dorong. Gua janji bakal kasih lo gadis terjelek di kampung itu entar!" Ancaman paling busuk yang ogah kudengar. "s**t!" umpatku. "Lo emang b******n!" Tatapku penuh amarah pada cowok itu, Dewa. Pria yang meneriakiku. Melihatku beranjak dari batu besar yang aku duduki sedari tadi, cowok itu tersenyum sangat puas. Tapi aku jengkel nggak karuan. Mana ada cowok ganteng yang harus ikutan dorong mobil terjebak lumpur kayak gini. Cowok kayak aku gini, seharusnya hanya duduk manis hingga semua kesialan ini lewat. Tapi dasar si Dewa yang nggak mau lihat temannya hidup enak, cowok itu selalu saja bikin aku sebal dan ingin makan orang. "Awas lo kalau sampai bohong!" Ancamku ketika sampai di dekat mobil dan meletakkan kedua tanganku pada badan belakang mobil. Berdesakan-desakkan dengan beberapa cowok yang mendorong juga. "Kalau ternyata semua gadis di sana jelek semua , gua pastiin, dinas nanti, lo nggak akan bisa masuk ke rumah sakit gua!" "Tenang saja! Semuanya cantik! Hanya beberapa aja yang jelek." Nah kan? Apa kubilang. Sebenarnya aku sendiri nggak terlalu yakin dengan ucapan bocah ini. Mana ada gadis pelosok yang cantik, yang ada pasti semua kurus dekil dan bau. Khas pedesaan. Mana ada gadis desa yang bening. Tapi entah kenapa, kemaren aku terbius dengan rayuannya. Ikut ke tempat dia ditugaskan sebagai dokter umum di pelosok sebuah daerah. Dengan dalih agar aku bisa liburan dengan melihat gadis-gadis cantik yang masih fres, b******n itu berhasil meluluhkan pemikiran negatifku terhadap gadis desa. Aku, yang memang penyuka gadis-gadis cantik yang masih alami, tentu saja tergoda. Lagian aku juga sudah mulai bosan dengan kecantikan gadis kota. Yang kesemuanya sudah dipampang dengan jelas dan gratis di setiap jalan dan taman. Entah kenapa aku merasa sudah nggak penasaran dengan lekuk tubuh yang sudah separuh diekspos oleh sang empunya. Mana gadis-gadis perawat, gadis dokter magang, gadis bidan, yang cantik-cantik di rumah sakit sudah pernah aku pacari semua. Aku merasa bosan dan ingin cari gadis dengan suasana baru. Gadis yang masih gres dan belum terjamah pria manapun. Makanya aku ikut si k*****t ini ke sini. Dan sekarang aku menyesal karena malah terdampar nggak jelas seperti ini. Sejak keluar dari jalur jalan raya dan masuk ke dalam hutan. Jalanan yang kami lalui sama sekali tidak bersahabat. Jalan sempit yang kanan kirinya penuh tebing yang curam. Mana semua masih tanah, tidak ada aspal atau jalan berpaving. Semua masih alami tanah. Makanya aku nggak heran jika kami harus berkali-kali terjebak lumpur kayak gini. Menurut pengamatanku, sejak masuk ke dalam jalan setapak ini, kami sudah masuk ke dalam kubangan lumpur empat kali. Jadi jangan salah, jika seluruh tubuh dan baju yang kami kenakan sudah nggak karuan modelnya. Dan karena itu juga, tadi aku malas ikut membantu dan malah duduk istirahat di batu besar bawah pohon yang rindang. Eh malah di ganggu sama si b******k Dewa. "Satu dua tiga. Dorooong!" Kami mendorong mobil sekuat tenaga. "Arrgghh!" Mobil mulai bergerak maju sedikit. Tampak sekali kesemua cowok ini mempunyai sedikit harapan bahwa mobil ini segera keluar dari kubangan. Semangat mereka bertambah berkali-kali lipat. "Ayo sekali lagi!" Komando pria yang berada di ujung badan belakang mobil. "Satu dua tiga. Dorrongg!" "Arrrggghhh!" "Lagi!" "Satu dua tiga. Dorooongg!" "Arrrggghhh!" Roda belakang mobil sudah hampir keluar dari lumpur sialan ini. "Sekali lagi!" "Satu dua tiga." "Dorooongg!" Dengan sekuat tenaga dan penuh semangat, kami semua, para cowok, mengerahkan seluruh kekuatan kami untuk mendorong mobil. Dan .... berhasil. Mobil pun akhirnya terbebas dari jeratan lumpur sialan ini. Dengan senyum penuh kemenangan, akhirnya kami bisa bernafas lega. Kesemuanya langsung melorot ke tanah karena kecapekan. Aku sendiri kembali menepi dan terduduk di batu besar lagi. Istirahat. Selain kotor, seluruh tubuhku juga terasa sangat payah dan lelah. Dewa juga berjalan tertatih ke arahku dan langsung ikutan ambruk di batu besar di sebelahku. Nafasnya terdengar begitu ngos-ngosan, detak jantungnya juga terdengar agak cepat. "Capek banget!" keluhnya menengadahkan kepalanya ke atas, memejam, menghadap ke rimbunnya pepohonan. "Tahu gini, gua nggak bakalan mau ikut lo." Aku masih belum terima dengan keadaan yang menimpaku sekarang dan masih ingin menyalahkan bocah k*****t ini. "Tahu nanti, kalau udah nyampe sana, lo pasti nyesel karena nggak ikut gua." "t*i!" Umpatku Detak jantung Dewa terdengar belum melambat. Masih secepat ketika cowok ini pertama duduk di atas batu. Aku menatap jam tangan rolex yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Lalu aku memejamkan mata sejenak. Berusaha fokus hanya pada detak jantung Dewa yang ada di sebelahku. Deg deg deg deg deg deg Deg deg deg deg deg deg Deg deg deg deg deg deg Cetas. Kubuka mata dan segera menatap kembali jam tangan. Lebih dari seratus kali permenit. Cowok ini pasti terkena takikardania. Detak jantung yang sangat cepat. Lebih dari seratus kali permenit. Karena normalnya manusia itu detak jantungnya berkisar antara enam puluh hingga seratus kali per menit. Tapi Dewa lebih dari itu. Nafasnya pun terdengar ngos-ngosan dan tidak teratur. Takikardania sebenarnya nggak begitu riskan. Itu umum dialami oleh semua orang. Apalagi jika orang itu habis bekerja keras, seperti kami tadi. Tapi jika tidak segera ditangani kondisi ini dapat mengganggu fungsi jantung. Akibat terparahnya adalah penderita bisa mengalami gagal jantung, stroke, serangan jantung mendadak bahkan kematian. Nggak ingin sesuatu yang buruk terjadi, aku segera mengambil botol air minum di sebelahku, mengangsurkannya. "Nih, minum dulu!" Dewa melirik botol minuman di tanganku. "Tumben lo baik?" Sindirnya tapi tetap menerima air pemberianku. "Jika gua nggak baik, gua nggak bakalan mau Lo ajak menderita datang ke sini." Cowok itu terkekeh. "Habis ini lo pasti bersyukur karena gua ajak Lo ke sini." Males meladeni, aku hanya diam tak menyahut eyelannya. Dari ujung mataku, terlihat cowok itu membuka tutup botol dan menegaknya sedikit. Istirahat bentar lalu menegaknya sedikit lagi. Berhenti sebentar lalu baru menegaknya agak banyak. Aku tahu, dia meminumnya seperti itu agar tenggorokan dan perutnya tidak kaget karena tiba-tiba menampung air yang begitu banyak. Itu juga bisa mencegah perut kembung karena kebanyakan air. Wajah dewa yang agak pucat tadi berangsur-angsur berubah kembali segar. "Ayo!" Ajaknya beranjak dari tempat duduk. "Lo nggak istirahat dulu?" "Cieee ... yang khawatir temannya nanti sakit." Bocah itu malah tersenyum kayak orang gila kesengsem. Aku memalingkan muka jijik. "Wekkkkk!" Akting ku pura-pura mau muntah. "Enek gua khawatir sama lo." Dewa malah terbahak dan berjalan menuju mobil dan langsung naik. Karena yang lain juga udah naik. Kami semua ada bertujuh orang Pak sopir. Pemuka warga dari kampung yang kami tuju, beliaulah yang menjemput kami di desa yang terdekat dengan jalan raya. Si empunya mobil. Pak RT dari desa pinggir jalan yang kami singgahi. Dua perawat magang yang di bawa Dewa. Lalu Dewa dan aku sendiri. Kami duduk di dalam mobil dengan baju kotor kena lumpur. Dan bisa dipastikan, jok mobilpun juga penuh dengan lumpur. Tapi kata Pak Beno, pemilik mobil, beliau tidak masalah mobilnya kotor. Yang penting kami selamat sampai tujuan. Lagipula pak Beno juga sudah tahu kalau jalannya memang seburuk itu. Jadi beliau sudah paham jika kondisi mobilnya akan jadi seperti ini. Aku duduk di jok bagian tengah bersama dewa dan pria pemuka warga dari kampung yang kami tuju. Dewa yang duduk di sebelahku menyandarkan kepalanya pada sandaran jok. Matanya terpejam. Dari suara ritme nafasnya yang teratur, bocah itu pasti tidur. Dan aku bersyukur karena anak ini tidur, karena dengan begitu, detak jantungnya bisa kembali melambat normal. Tidak secepat tadi. Aku membuka jendela mobil. Merasakan angin segar yang membawa aroma dedaunan yang begitu kuat. Merasakan semilirnya angin yang menerpa wajah lelahku. Kalian, para pembaca, pasti bingung siapa aku sebenarnya? Kenapa aku bisa mendengar detak jantung orang tanpa alat stetoskop? Kenapa aku bisa mendeteksi kondisi seseorang tanpa harus memeriksanya terlebih dahulu? Kenapa aku bisa mendengar hembusan nafas seseorang tanpa mendekat padanya? Kalian tak perlu takut ataupun khawatir. Aku hanyalah manusia biasa tapi dengan sedikit kelebihan, yang membedakan aku dengan orang kebanyakan. Aku bahkan sangat tampan. Apa kalian penasaran padaku? Kepo padaku? Tak apa. Semua orang juga pasti bakal begitu. Tapi satu hal yang harus kalian waspadai jika sudah mengenalku. Jangan jatuh cinta padaku. Bagaimana? Hehehehe

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook