Malam yang gelap semakin terasa sunyi. Hanya suara serangga-serangga kecil yang terdengar menemani kesunyian malam ini. Entah mengapa, bagi Sari malam ini terasa begitu mencekam. Ahmad yang biasa menemani sebelum mereka tidur, kali ini tidur lebih dulu. Rasa berat di tengkuk dan punggung membuat Ahmad memilih tidur lebih cepat dari biasanya.
Sari sebenarnya ingin menyusul suaminya tidur. Namun rasa yang belum mengantuk, membuat kedua matanya tak bisa terpejam dengan rapat. Sari pun memilih menonton sinetron kesukaannya di TV. Ifah putri Sari juga sudah terlelap di tempat tidur.
Tidak seperti biasa malam ini terasa berbeda dari malam-malam biasa. Hawa yang berbeda sangat terasa malam ini. Sari berusaha melawan semua rasa yang ada di pikirannya. Namun semua rasa yang ada di pikiran Sari semakin membuatnya tak bisa bertahan di ruang TV malam itu. Sebelum acara kesukaannya usai, Sari memilih mematikan TV, lalu cepat-cepat beranjak ke kamar.
Ahmad sudah tertidur lelap di sebelah gadis kecilnya. Sari pun langsung merebahkan tubuhnya di tepi suaminya. Sari ingin cepat-cepat menutup kedua matanya. Menghilangkan semua rasa yang berbeda pada malam itu. Rasa yang entah dari mana datangnya. Yang pasti rasa itu seolah membuat bulu kuduk Sari merinding. Ada apa sebenarnya dengan malam ini.
Sari berusaha memeluk tubuh suaminya untuk menghilangkan rasa takut di pikirannya. Kedua bibir Sari tak berhenti komat kamit melafalkan doa-doa suci semampunya. Sari berharap pikirannya saat ini salah. Semoga malam ini ataupun besok tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Sari terus berusaha menenangkan pikirannya. Berusaha melawan rasa takut yang terus menyerangnya. Tak seperti malam biasanya, malam ini suara hembusan angin begitu terdengar di lubang telinga Sari. Bahkan dinginnya angin sampai menyeruak kulit Sari yang berada di dalam kamar.
Beruntung Sari bisa memejamkan kedua matanya sempurna dengan cepat. Sari pun tertidur lelap melewati malam gelap bersama suami dan gadis kecilnya, Ifah.
***
Pagi ini Ahmad sudah tiba di sungai dengan tetangga-tetangga pencari kerang lain. Beberapa bulan ini memang sedang musim kemarau. Air sungai pun mulai surut. Para pencari kerang lebih memilih mencari secara manual. Dengan sebilah bambu panjang dengan salah satu ujung diberi potongan besi agar bisa menancap ke dasar sungai. Potongan bambu panjang itu dipakai pencari untuk mengetahui kedalaman air sungai secara manual.
Selain itu potongan bambu panjang itu digunakan pencari kerang untuk menahan diri dari arus sungai yang bisa saja menyeret tubuh mereka kapan saja. Para pencari kerang harus bisa menancapkan potongan bambu panjang dengan ujung besi ke dasar sungai dengan kuat. Hal ini dilakukan agar potongan bambu tidak lepas terbawa arus sungai.
Jika sampai potongan bambu panjang terlepas dan si pencari tak bisa berenang, hal-hal buruk bisa saja terjadi. Apalagi jika kejadian ini terjadi di dalam sungai dengan kedalaman di atas tubuh manusia rata-rata. Makanya pencari kerang harus benar-benar berhati-hati. Karena kalau tidak nyawa mereka akan menjadi taruhannya.
Namun karena sudah menjadi kebiasaan, rasa takut dan khawatir seolah sudah menjadi sahabat mereka. Bagi warga rasa ketakutan itu justru menjadi penyemangat untuk bisa menghasilkan rezeki demi menafkahi keluarga mereka.
Musim kemarau seperti saat ini, warga tak harus jauh-jauh mencari kerang. Karena di sekitar sungai tempat tinggal mereka juga banyak melimpah hasilnya. Mereka tak harus menyeberangi sungai jauh-jauh ke desa sebelah seperti saat musim penghujan tiba. Saat musim hujan tiba, sungai belakang rumah yang terkenal dengan kedalamannya tak ada arusnya. Airnya begitu tenang dan keruh. Tak bisa diselami secara manual, karena terlalu dalam dan sangat jauh jangkauan manusia dari dasar sungai tanpa alat penyelam khusus.
Ahmad ikut naik ke perahu Tarno menuju ke bagian yang sedikit ke tengah. Karena kerang lebih banyak berada di bagian tengah sungai. Bagian tepi keberadaannya sudah menipis karena setiap hari diburu berpuluh-puluh orang.
Sebenarnya mereka bisa saja mencari tanpa perahu. Perahu ini hanya digunakan sebagai tempat hasil pencarian kerang mereka. Karena mereka tidak harus jauh-jauh menepi untuk meletakkan hasil pencarian kerang mereka.
Tidak hanya Ahmad dan Tarno yang mencari kerang saat itu. Ada beberapa tetangga juga yang ikut mencari bersama. Saat mencari kerang, pencari harus bisa menjaga dirinya sendiri. Karena tiap orang sibuk dengan pencariannya masing-masing.
“Mas Ahmad ndak usah jauh-jauh nyarinya, dekat-dekat perahu saja!” Pesan Tarno pada Ahmad.
“Iyo Kang, memangnya kenapa to Kang?” Ahmad bertanya disertai anggukkan kepalanya.
“Kamu kan belum tahu daerah sungai! Wis, pokoke kamu manut saja!” Tarno kembali berpesan.
“Iyo Kang.” Ahmad pun menuruti ucapan tetangga sekaligus kerabat jauh istrinya.
Tarno mulai fokus mencari tempat yang banyak terdapat kerangnya. Tarno berjalan menyusuri sungai dengan bambu panjang sebagai alat bantunya. Dengan cara menginjakkan kedua kakinya, Tarno bisa merasakan keberadaan kerang di dalam dasar sungai. Setelah kedua kaki Tarno terasa menginjak kerang, dia pun mulai menyelaminya dengan berpegangan pada sebilah bambu panjang yang sudah ditancapkan sebelumnya.
Ahmad sendiri masih berada tak jauh dari perahu mereka. Sesuai pesan Tarno, dia tak boleh mencari jauh-jauh dari perahu. Ahmad sudah beberapa kali mengitari perahu, namun dia belum menemukan tempat yang pas untuk diselami. Tanpa sadar Ahmad pun terus berjalan untuk mencari tempat. Ahmad pun tak sadar kalau dirinya sudah cukup jauh dari perahu mereka.
Ahmad pun akhirnya menemukan tempat yang pas. Kedua kakinya menginjak segerombolan kerang dalam ukuran cukup besar. Meski tempatnya cukup dalam, Ahmad berusaha menyelami. Dan benar saja, sekali selam Ahmad bisa mendapatkan kerang cukup banyak dengan ukuran besar-besar. Ahmad meletakkan kerang di dalam kantong waring ikan ( kantong berbentuk jaring terbuat dari sejenis bahan plastik nilon ) yang sudah dilingkarkan di perutnya. Lalu Ahmad kembali ke perahu.
Ahmad ingin kembali ke tempat yang banyak terdapat kerang tadi. Karena di tempat tadi, Ahmad bisa mendapatkan kerang dengan cepat. Namun sebelum sampai ke tempat tadi, Ahmad dikejutkan dengan suara sesuatu yang mendekatinya. Entah suara datang dari mana? Yang jelas, suara itu semakin terdengar jelas dan seolah terus mendekatinya.
Hati Ahmad tak tenang. Kedua bola matanya dia putar ke arah kanan dan kiri untuk mencari kejelasan asal suara. Betapa terperanjatnya hati Ahmad ketika kedua bola matanya melihat seekor buaya yang sedang berenang mendekati tubuh Ahmad. Ahmad seketika saja langsung berenang menjauh dari arah buaya itu. Buaya berukuran besar dengan warna berbeda dengan buaya pada umumnya.
Jika warna buaya pada umumnya adalah kehitaman, abu-abu ataupun kecokelatan. Kali ini Ahmad melihat buaya dengan warna putih. Buaya putih itu terus mendekati Ahmad. Kedua matanya yang bulat seolah tak melepas pandangannya dari tubuh Ahmad. Dengan sekuat tenaga Ahmad terus menjauhi buaya putih berukuran di atas rata-rata itu. Ahmad sudah tak peduli lagi dengan bilah bambu panjang penolongnya dalam mencari kerang. Ahmad tinggalkan begitu saja. Yang Ahmad lakukan saat ini hanya berenang secepat-cepatnya agar tak menjadi mangsa buaya putih.
“Tolong... tolooong!” Teriak Ahmad meminta tolong kepada siapa saja yang mendengarnya.
“Tolong!” Ahmad kembali meneriakkan suaranya.
Tenaganya hampir tak kuasa lagi untuk melawan arus sungai yang cukup deras saat itu. Perahu yang awalnya tak begitu jauh, kini seolah berjarak menjauhi tubuh Ahmad. Nafas Ahmad sudah tak beraturan lagi. Suaranya pun tak kalah habis. Bagaimana tidak, Ahmad harus berteriak kencang sembari berenang cepat melawan arus di tengah-tengah sungai. Sudah pasti tenaga dan suaranya habis.
Namun Ahmad tak mau menyerah. Demi keselamatan, demi keluarganya dia akan lakukan sekuat tenaganya. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada Ahmad terus berusaha berenang sembari berteriak meminta pertolongan.
“Tolong... tolong!”
***
Sari terbangun. Suara teriakan minta tolong suaminya terdengar memenuhi ruang kamar berukuran tiga kali tiga meter itu.
“Pak... Pak bangun!” Dengan tangan kanannya Sari menggoyangkan tubuh suaminya.
“Bapak, ono opo Pak?” Sari kembali berucap pada suaminya. Ahmad memang masih tertidur lelap. Namun kedua bibirnya terus berucap minta tolong. Keringat Ahmad juga bercucuran membasahi wajah serta tubuhnya.
Ahmad pun terlonjak. Dengan cepat Ahmad bangkit dari posisi tidurnya. Rasa lelah tampak jelas dari wajahnya. Hembusan nafasnya terasa begitu kuat. Nafasnya terlihat tersengal-sengal. Seperti orang yang baru saja melewati kejadian yang sangat hebat. Seperti pelari marathon yang baru saja melewati garis finish. Kejadian yang membuat Ahmad terkuras tenaganya.
“Astaghfirullahaladzim” Ucap Ahmad menenangkan hatinya.
“Bapak nyapo, mimpi buruk?” Tanya Sari sembari tangan kanan memegang pundak suaminya.
“Bapak... iya Bu, Bapak mimpi buruk.” Jawab Ahmad sembari mengusap keringat di sekitar wajahnya.
Sari turun dari ranjang tempat tidur. Sari berjalan ke dapur. Tak lama Sari kembali ke kamar. Tangan kanannya membawa segelas air putih.
“Bapak minum dulu, biar tenang!” Sari memberikan segelas air putih tadi pada suaminya.
“Suwun Bu.” Ahmad meraih gelas lalu meneguk air putih hingga tersisa setengahnya. Ahmad kembali memberikan gelas pada istrinya.
“Memangnya Bapak mimpi apa, kok sampai teriak-teriak begitu? Kayak ketakutan begitu?” Tanya Sari usai melihat suaminya sedikit tenang.
Ahmad mematung. Ahmad masih teringat jelas dengan mimpi buruk yang barusan dia lewati. Mimpi buruk seperti kejadian nyata yang Ahmad alami. Namun Ahmad tak berpikir macam-macam. Ahmad menganggap semua mimpi buruk itu hanya bunga tidur. Bunga tidur yang bisa dialami siapa saja saat tidur.
“Ehm... , ndak papa kok Bu! Cuma mimpi ndak usah dibahas lagi! Sekarang Ibu tidur lagi saja, besok kan mesti bangun pagi! Ojo lali besok Bapak mau ikut cari kerang ke sungai! Ibu tolong siapkan bekal buat Bapak!” Jawab Ahmad. Tangan kanannya memegang pundak istrinya.
Ahmad tak ingin bercerita pada Sari pasal mimpi buruk yang dia alami barusan. Mimpi buruk tentang kejadian di sungai yang seolah seperti nyata. Ahmad tak ingin istrinya kembali cemas. Ahmad juga tak ingin istrinya kembali melarang Ahmad untuk mencari penghidupan di sungai.
“Yo wis Bu, Bapak ke kamar mandi dulu! Bapak mau ambil air wudhu lalu shalat malam sebentar!” Ahmad turun dari ranjang tempat tidur.
“Tapi Pak, Bapak beneran ndak papa!” Sari masih terlihat cemas.
“Iya Bu ndak papa.” Ahmad terus menenangkan istrinya.
Sari teringat dengan kejadian tadi sore. Kejadian Ahmad yang pulang dari sungai hingga Maghrib tiba. Apa mimpi suaminya ada hubungan dengan kejadian tadi sore? Karena selain pantangan pendatang, Sari juga takut suaminya sampai diikuti sesuatu kasat mata dari sungai. Sungai yang terkenal mistis dan banyak penunggunya.
Perasaan Sari tak karuan. Pikirannya terus diselimuti kecemasan. Sari seolah begitu berat mengizinkan Ahmad pergi mencari penghidupan di sungai. Beberapa kejadian buruk sudah sering Sari dengar tentang pendatang yang tetap nekat melewati larangan. Karena inilah, Sari begitu berat melepas kepergian suaminya. Meski kepergian untuk sebentar demi mencari penghidupan keluarga. Demi memenuhi kebutuhan Sari dan juga putrinya.