Linda mendorong kursi roda Nelvan menuju parkiran rumah sakit, saat ini Linda merasa sangat lapar karena belum sempat makan siang, terlebih sejak tadi pagi ia membersihkan rumah besar Nelvan sehingga energinya banyak terkuras.
Hans membukakan pintu membantu Nelvan masuk lalu Linda mengambil kursi roda dan meletakan di bagasi sebelum ia ikut masuk ke dalam mobil tepat di samping Hans.
Sesekali Hans melihat Linda memelintir jari-jari tangannya sendiri, wajah Linda menatap lurus ke jalanan di depan tanpa menoleh ataupun berbalik melihat Nelvan yang duduk di belakang, Hans yakin pasti Linda habis di marahi oleh Nelvan.
Tidak tau apakah Linda akan bertahan atau tidak untuk menghadapi Nelvan, ini baru hari pertama dan kondisi Linda seolah ingin menceburkan diri ke dalam sungai yang dalam. Hans melihat spion depan, pantulan Nelvan terlihat juga sedang melihatnya, kepala Hans menggeleng pelan, helaan nafas rendah keluar dari bibirnya sebelum mobil yang di kemudikan Hans memasuki daerah rumah Nelvan yang sangat luas.
Linda segera turun menyiapkan kursi roda di saat Hans membantu Nelvan turun dari mobil, kemudian Linda mendorong Nelvan masuk ke dalam rumah.
Kruuukkk...
“Sebentar” ucap Nelvan, keningnya mengernyit, “Apa itu suara perutku?” tanya nya.
Linda memejamkan matanya, barusan yang berbunyi adalah perutnya karena ia sedang kelaparan, pasti cacing perutnya juga sedang berdemo ingin segera di isi.
“Maaf Tuan Xander, itu saya.” jawab Linda malu.
Nelvan menoleh tanpa ekspresi, Linda dengan polosnya nyengir tanpa dosa.
“Hans!” panggil Nelvan, Hans datang dengan berlari, “suruh anak ini makan, aku tidak ingin melihat ada orang mati kelaparan di rumahku” ucapnya.
Hans menatap Linda, “Kenapa kamu tidak bilang kalau lapar” ucap Hans, “kamu tunggu di sini saya antar Tuan muda ke kamarnya dulu” lanjut Hans yang di angguki oleh Linda.
Saat tiba di kamar, Nelvan turun dari kursi rodanya dan berdiri sendiri tanpa bantuan, “Karena dia aku hampir saja mati tapi tentu saja aku tidak akan membiarkan dia mati kelaparan, dia harus membayar perbuatannya” Nelvan pindah ke atas tempat tidur.
“Setelah dia selesai makan suruh Linda kemari” ucapnya ke arah Hans.
“Apa Anda yakin mengijinkan gadis itu memasuki kamar Anda Tuan muda?” tanya Hans.
“Jangan banyak tanya dan segera urus apa yang aku suruh!” ujarnya.
Hans segera melenggang keluar dari kamar Nelvan tak lupa menutup kembali pintunya. Hans menghampiri Linda yang tidak pindah dari tempat terakhir Hans melihat gadis itu.
“Baru hari ini kamu kerja di sini jadi jangan terlalu menganggapnya sebagai beban, sekarang ayo, kamu harus makan, di sini kamu tidak boleh kelaparan dan jika kamu lapar kamu harus makan, Tuan muda memang emosian tapi dia tidak suka melihat orang kelaparan berada di rumahnya,” Hans mengarahkan Linda agar gadis itu bisa menikmati makanan.
“Setelah makan, kamu di perintah untuk masuk ke kamar Tuan muda,” lanjut Hans.
Linda mendelik, “Aku kesana? Bagaimana kalau hanya aku dan dia di dalam ruangan yang sama lalu Tuan Xander memarahiku habis-habisan?” ucap Linda.
Hans tersenyum, “Kamu harus menerimanya, apa kamu lupa jika beberapa saat lalu kamu nyaris membuat Tuan muda kehilangan nyawa?” jawab Hans sembari menahan senyum geli, Linda berkedip-kedip, yang di katakan Hans benar jika Linda harus bertanggung jawab atas perbuatannya tadi.
“Aku tidak tau akan jadi seperti ini,” batin Linda.
Begitu selesai makan tanpa semangat, Linda berdiri di depan pintu kamar Nelvan, pintu hitam yang sangat kokoh itu seolah mengatakan jika pemilik dari kamar tersebut sangat kejam. Helaan nafas berat di hela oleh Linda lalu mengetuk pintu beberapa kali.
Sampai terdengar suara Nelvan mempersilahkan masuk, dengan hati-hati pintu di buka oleh Linda, itu adalah pertama kali ini masuk ke kamar tersebut saat tadi pagi Hans mengatakan tidak ada yang boleh masuk ke sana kecuali di perbolehkan sang pemilik.
“Tuan Xander, apa Anda membutuhkan sesuatu?” tanya nya.
“Untuk menebus kesalahanmu kau harus merawatku jadi mulai sekarang kau tinggal di rumah ini agar ketika aku membutuhkanmu kau bisa datang tepat waktu”
“Hah? Tapi tuan Xande ak—“
“Tidak ada penolakan, lakukan tugasmu sebagai maid di rumah ini, kau adalah satu-satunya orang yang akan melayaniku, gara-gara kau juga alergi kembali kambuh” sahut Nelvan menyela kalimat Linda.
Bibir Linda mengatup, bagaimana cara Linda mengatakan ia memiliki adik bernama Allexin yang masih berusia lima belas tahun dan masih sekolah, jika ia menginap di rumah besar ini lalu bagaimana dengan Allexin?.
“Apa kamu keberatan? Kalau begitu kau bisa angkat kaki dari rumah ini tapi seperti yang aku katakan di rumah sakit tadi, kau hanya boleh keluar setelah selesai membayar kompensasi atas perbuatanmu hingga membuatku masuk rumah sakit” lanjut Nelvan.
Linda memainkan jari-jari tangannya, “Tuan Xander, aku akan melakukan yang Anda minta tapi bisakah aku pulang nanti untuk mempersiapkan barang-barangku?” tanya Linda.
“Semua yang kamu butuhkan ada di rumah ini jadi kau tidak perlu susah payah membawa barangmu dari sana” jawab Nelvan.
“Tuan Xander, hari ini saja, aku janji tidak akan melarikan diri dan besok pagi akan kembali ke sini” ucap Linda.
Nelvan menatap Linda, beberapa saat hening yang terasa dan suasan beku yang tidak menyenangkan, “Hanya malam ini, kau boleh pulang, tapi jika besok aku tidak melihatmu datang tepat pukul tujuh pagi maka jangan salahkan aku jika masalah besar siap menantimu” ancam Nelvan, Linda mengangguk mengerti.
“Kalau kau mengerti silahkan keluar dan lanjutkan pekerjaanmu,” lanjut Nelvan.
Linda mengangguk lagi kemudian keluar, di luar pintu kamar Nelvan, Linda menghela nafas.
“Bagaimana caraku mengatakan pada Allexin nanti?” batin nya.
Sore hari yang nyaris gelap, Linda pulang melihat Allexin sedang duduk membelakanginya sambil belajar, “Kau baru pulang? Ini sudah hampir gelap” ucap Allexin sembari berbalik dalam kondisi duduk.
Linda meletakkan tas di gantungan kemudian memeluk adiknya yang sedang duduk itu, “Hei kau kenapa? Apa pekerjaanmu kali ini sangat sulit?” tanya remaja lima belas tahun itu.
“Kamu lapar? Apa ingin aku memasak mi instan untukmu?” kata adik Linda menawarkan.
Linda melepaskan pelukan dari Allexin kemudian mengangguk, “Buatkan aku yang pedas, aku ingin makan yang pedas hari ini” jawabnya, Allexin tersenyum.
“Tunggu sebentar aku akan membuatkan untukmu,” Allexin berdiri berjalan ke arah dapur mengambil panci untuk merebus air.
Linda melihat bahu adiknya dari belakang, Allexin tumbuh menjadi lelaki yang tinggi, dirinya bahkan sudah kalah tinggi dengan Allexin padahal lelaki itu baru berusia lima belas tahun, lalu bagaimana jika nanti usia Allexin sudah dua puluh tahun? Apakah adiknya akan setinggi atap rumah?.
“Jika kamu tidak suka bekerja di tempat barumu kau bisa keluar, aku akan mencari pekerjaan paruh waktu untuk biaya sekolahku,” ucap Allexin sembari membelakangi Linda.
“Kamu fokus saja dengan sekolahmu, aku menyukai pekerjaanku kali ini, aku bahkan ingin mengatakan padamu jika besok aku akan menginap di tempat kerjaku”
Allexin langsung berbalik, “Apa kamu bercanda? Kenapa tiba-tiba ingin menginap? Bagaimana jika terjadi sesuatu saat kamu ada di sana? Aku tidak bisa melihatmu setiap hari, lalu—“
“Shhtt.., boss ku orang yang baik maka dari itu dia mengijinkan aku tinggal di rumahnya karena dia tidak ingin aku kecapean, jarak rumah ini dengan tempat kerjaku cukup jauh jadi dia menawarkan untuk aku tinggal di rumahnya, kamu jangan berpikir negatif, aku akan baik-baik saja, lagi pula siapa yang berani menyakitiku jika punya adik pintar bela diri sepertimu,” Linda mengusap wajah Allexin.
“Kamu serius kan, kamu harus mengirimiku pesan sesering mungkin dan kalau boss mu melakukan sesuatu padamu kau harus mengatakan padaku, mengerti?”
Linda tersenyum dan mengangguk, ia tau sedang berbohong dengan adiknya tapi apa boleh buat, dari pada harus membayar kompensasi yang jumlahnya sangat banyak, lebih baik dirinya menggunakan uang itu untuk biaya sekolah Allexin.
“Apa kamu akan baik-baik saja tinggal sendirian?” tanya Linda.
Allexin meletakkan masakan mi instan ke dalam mangkuk, “Tentu saja, aku bisa menjaga diri sendiri, aku justru khawatir denganmu, kau adalah seorang wanita jadi aku sebagai pria harus melindungimu, ini aku sudah memasak untukmu jadi ayo kita makan bersama” Allexin duduk menghadap mi instan miliknya lalu memberikan satu mangkuk lagi untuk Linda.
“Kau bersikap seolah menjadi kakak ketimbang adik,” Linda terkekeh pelan.
“Aku hanya punya kau sebagai keluarga, lalu jika kamu pergi dan tidak kembali menurutmu siapa yang aku miliki di dunia ini? Sudahlah, kamu tidak akan mengerti jadi makan makananmu sebelum dingin” jawab Allexin.
“Anak pintar, jadilah adik yang baik untuk kakakmu ini ya,” Linda mengusap rambut Allexin, kedua bola mata Allexin memutar jengah.
Linda menerima makanan nya sembari sesekali menatap Allexin, harapan Linda adalah membuat adiknya bisa menjadi orang sukses dengan terus sekolah. Linda akan melakukan apapun untuk Allexin, remaja laki-laki ini adalah satu-satunya alasan untuk Linda bertahan hingga sekarang.
Tak peduli kerja sana-sini untuk mendapatkan uang, asalkan Allexin hidup dengan nyaman dan tidak pernah kelaparan.
Semoga keputusannya untuk bekerja melayani Nelvan adalah pilihan yang tepat, Linda hanya perlu membuat dirinya kebal dari kemarahan Nelvan agar bisa bertahan di rumah lelaki itu. Namun, Linda tidak akan bisa memprediksi apa yang akan terjadi setelah dirinya tinggal di rumah lelaki itu.
____
Bersambung...