Chapter 2

1064 Words
| Kalula Problem| Aku tidak menuntut apapun dari Orang Tuaku, tapi setidaknya mereka hargai jerih payahku. Itu saja yang aku mau. [] [] []  "Kenapa baru Pulang? Kamu habis mampir-mampir di jalan Ha?" Teriak ibunya dengan marah, berhubung ayahnya sedang mengantar sang majikan keluar Kota membuat emosi Lidya tidak terkontrol.  "Kalula habis pulang kerja, kebetulan busway yang Kalula tumpangi terlambat datang," ujarnya menjelaskan.  "Mau jadi Pecundang Ha! kalo itu yang kamu mau Silahkan Ibu gak melarang! setidaknya kamu harus tahu diri, kalo kamu hidup masih menumpang di rumah orang!" Ujarnya penuh penekanan.  "Kalula Tahu ... tapi Kalula tidak berbuat sekotor itu jangan samakan aku dengan Anak kesayangan Ibu Itu!"  "Kau ... Kau keterlaluan dia Kakak Mu!"  "Bukan ... Dia bukan Kakak Ku! dia anak Kesayangan Ibu. Apapun yang Dia mau ibu melakukan nya!"  "Jika begitu Berhentilah berkerja biar Ibu dan Ayah yang bekerja, kamu cukup belajar saja."  "Bagaimana Ibu berlaku demikian, aku bekerja karena aku masih memikirkan kalian. Setidaknya aku bisa mengurangi biaya sekolah Ku dan pengeluaran Ibu," tuturnya. penuh penekanan dalam setiap ucapan nya. Plak  Mata Lidya memerah dirinya sudah lelah, kini semakin Gusar mendengar putri keduanya yang semakin membangkang. Hingga tangannya terulur keatas dengan gerakan cepat mendarat mulus di pipi Kalula.  "Berhenti Membangkang Kalula!" titahnya.  Nyata nya gadis depannya semakin menunjukan ekspresi diam, sorot matanya kosong. Tapi bibirnya semakin tersenyum miring tercetak samar walau sedikit robek pada ujungnya.  "Aku tidak membangkang! Aku tidak ingin seperti Anak kesayangan Ibu itu, setidaknya aku bekerja untuk masa depan ku bukan memilih menjadi simpanan Pria---" Plak  "Berhenti Ibu bilang!" Kesalnya mencengkram bahu Kalula erat. Gadis itu menahan sakit begitu kuku Lidya terlalu menekan tubuhnya pada dinding di belakang nya.  "Sakit Bu" lirihnya, punggung nya sudah kebas menatap kedua mata ibunya Iba. Lidya terhenyak sejenak dan melepaskan nya perlahan.  "Setidaknya hargai Dia, walaupun dia begitu dulu dia pernah membantu biaya sekolah Mu"  "T---ttapi ..."  "Bersihkan luka Mu, Ibu tak ingin Ayahmu melihat kamu seperti itu!" tuturnya berlalu meninggalkan Kalula yang diam mematung.  Dibalik pintu itu hanya ada sepasang mata yang tengah menatap Kalula dengan tatapan iba, Lingga menghirup napasnya dalam-dalam kejadian ini memang sepenuhnya atas kesalahannya, Lingga dengan tidak tahu dirinya berujar tanpa disertai fakta yang sebenarnya. Flashback Lingga pemuda itu masih diam sibuk dengan ponselnya, matanya kini meneliti ke penjuru ruangan Billiard. Hanya tersisa dirinya Yang masih dalam keadaan waras, selebihnya ketiga temannya sudah meracau seperti orang gila. Saku celana Jeans nya bergetar satu notifikasi muncul pada laman beranda ponselnya, Tio sahabat dekatnya meminta untuk menjemput adiknya yang mana tengah berada di Kafe milik nya, Lingga sendiri tidak begitu tertarik pada adik sahabat nya itu, selain centil gadis itu terlalu posesif dalam setiap pertemuan nya. Lima belas menit dari SCBD menuju Kafe Milik Tio tidak terlalu memakan waktu, matanya menangkap sosok dua gadis yang nampak terlihat bersama, ada Kalula anak Bibinya yang tengah berbincang mengabaikan keberadaan Lingga yang fokus kearahnya. Pandangan mereka beradu satu sama lain, namun dengan cepat gadis itu mengalihkan nya pada Theresia yang sudah berdiri disisinya, Kalula dengan pertanyaan dan dijawab Theresia dengan kebohongan nya. Gadis itu hanya tersenyum masam kembali mengunci pintu Kafe. Belum sempat Lingga menoleh dan memastikan gadis itu membalikan badannya, Theresia dengan cekatan menepuk bahunya, meminta Lingga untuk melajukan motornya segera.  "Lo Deket sama Kalula Ga?" Tanyanya.  "Enggak ... Cuma temen satu sekolah" jawab Lingga.  "Dia Karyawan part time Kafe Bang Tio yang paling rajin,  Cuman lebih tertutup aja Orangnya"  "Mungkin, Lo Deket sama Dia?"  "Lumayan, tapi Kalula memang sedikit menjaga jarak. Dan Gue gak tahu kenapa?" Jawab Theresia, matanya kembali fokus ke jalanan.  "Bentar... Dari cara Kalula bicara ke Gue tadi, Gue rasa kalian Deket. Serius Ga Lo Deket kan sama Dia?" Lingga diam mengabaikan ucapan Theresia, fokusnya pada jalanan di depannya sementara otak dan pikirannya hanya tertuju pada Kalula.  "Mau mampir Ga?"  "Enggak Usah udah Malem, balik dulu."  "Eh Hati-hati." lingga memutar arah Motornya, pemuda itu mengendarainya dengan tergesa-gesa menuju Kafe milik Tio. Benar dugaan nya tepat di kejauhan sana, mata Lingga tertuju pada Kalula tengah duduk sendirian di halte pemberhentian Busway. Sesekali gadis itu menggosokkan kedua tangannya, memejamkan kedua matanya menikmati hawa dingin yang mungkin membuat tubuhnya menggigil. Selang beberapa menit mobil mewah berhenti di pinggir halte, terlihat pemuda seusianya melangkah dan Duduk di samping Kalula, sedangkan mata gadis itu masih memperhatikan arlogi miliknya mengabaikan sekelilingnya. Entah apa yang mereka bicarakan tiba-tiba keduanya saling berbincang, membuat sesuatu yang panas perlahan menggerogoti tubuhnya.  "Sialan!" umpat Lingga kembali menghidupkan mesin motornya, segera meninggalkan tempat itu. Sungguh jiwa lingga panas dibuatnya, dingin nya malam kala itu seolah tak terasa. Lingga seolah merasakan patahan tulangnya berulang-kali, merasa tak puas ketika suhunya semakin panas. Lingga menaikan kecepatan laju motornya, mengabaikan pengendara lain yang berulangkali mengklakson dirinya. ------- Pak salam nampak terlihat membuka Pintu gerbang rumahnya, setelah memarkirkan motor itu kedalam Bagasi lingga memilih melangkah kan kakinya menuju Dapur. Minum air dingin mungkin akan sedikit mengurangi hawa panasnya, di balik dapur yang sepi mata lingga tertuju pada wanita paru baya di hadapannya. Terlihat panik dan manik matanya tercetak jelas rasa khawatir.  "Bu Lidya belum tidur? udah jam sebelas lebih Loh?" tanya Lingga. Pemuda itu mendekat kearah wanita paru baya yang dipanggil nya Lidya. Sejenak suasana hening, hingga Wanita paruh baya itu mengangguk, sedangkan matanya semakin menunjukan kecemasan nya.  "Apakah Hari ini ada jadwal persiapan Ujian Den, Tidak biasanya Kalula belum pulang selarut ini?" Titahnya.  "Tadi saya melihat Kalula, Dia dibawa cowok pakai Mobil mewah!" tuturnya sepontan. Membuat wanita paruh baya disampingnya mendekat, menatap Lingga dengan mata yang menajam.  "Den Lingga tidak Berbohong kan? Kalula bukan seperti itu."  "Bu Lidya kenal saya dari Kecil, apakah saya pernah berbohong sama Ibu" Tutur menyakinkan.  "Saya takut Kalula seperti Kakaknya, bagaimanapun Dia harapan keluarga terutama Contoh untuk Adiknya Septian."  "Saya melihat dengan kepala saya Bu. Semisal Ibu tidak percaya silahkan. Tanya Saja pada Puteri Ibu" tutupnya. Meninggalkan Lidya yang masih terdiam sedangkan jemarinya sudah mengepal sempurna. Dan benar Kalula tiba larut malam, Lidya dengan tatapan kecewa dan marah nya mendekat kearah gadis itu. Putri nya nampak berbincang dengan Lingga anak majikannya, pandangan gadis itu seolah lancang memancarkan api permusuhan. Merasa tak enak dengan Lingga segera ditariknya tangan Kalula, dirinya berusaha menahan mulutnya yang nampak gatal ingin mencercanya dengan beberapa pertanyaan. Kejadian itu terjadi, Lidya yang mati-matian menahan Emosi tanpa dirinya sadari menampar pipi Kalula dengan tangan nya. Memberikan bekas keunguan yang membuat perasaan bersalah nya muncul. Bersambung ... Thanks Reader's. Kritik sarannya tulis dikolom komentar.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD