01-Argument

1659 Words
Happy Reading Setelah hampir kehilangan Nay untuk selamanya, sikap Justin pada wanita itu berubah 180 derajat dengan menakjubkan hingga Nay sendiri heran dibuatnya. Tak ada lagi ucapan kasar apalagi perlakuan semena-mena yang biasa Justin tujukan pada Nay. Bahkan pria itu menjelma menjadi seseorang yang sangat perhatian pada Nay. Dan Justin mengaku pada dirinya sendiri bahwa hal terburuk dalam hidupnya adalah ketika Nay menyerah atas dirinya. Ketika Nay mengucapkan salam perpisahan sebelum kehilangan detak jantungnya selama beberapa detik. Lalu setelahnya Justin menjadi orang gila selama 2 hari karena Nay tak kunjung sadar. Untuk menghindarkan Nay dari semua kemungkinan terburuk di sekitarnya, Justin segera mengirim Elena kembali ke Jerman dengan alasan perusahaan mereka di sana butuh seseorang yang bisa dipercaya dan Justin menjanjikan posisi yang menggiurkan untuknya. Soal itu, Justin sudah tak peduli lagi asal Elena jauh dari Nay. 2 hari setelah sadar, Justin membawa Nay ke sebuah villa yang jauh dari kota agar Nay mendapatkan udara segar dan tak terjamah musuhnya. Apalagi Justin sadar, di saat ia menyerang Escriva, Delon sama sekali tidak terlihat. Tentu saja Justin harus mewaspadainya. Tapi Nay mengatakan pada Justin jika ia sangat suntuk hanya berdiam diri di villa dan merengek agar kembali ke rumahnya. Tentu saja itu tidak Justin kabulkan begitu saja mengingat keselamatan Nay tidak terjamin jika Nay tinggal sendiri. Maka dari itu Justin membersihkan jantung Darken Rufs dari orang-orang yang berpotensi ingin melumpuhkannya dengan cara mengirim mereka untuk suatu misi jauh dari ibu kota. Bahkan Justin tidak mengizinkan para tetua Darken Rufs masuk ke mansion ketika Justin tidak ada. Justin sendiri yang sudah memastikan bahwa sekarang di dalam markas Darken Rufs, hanya ada orang-orang yang bisa ia percayai. Kadang Nay sampai tak habis pikir pada pria itu yang berkali lipat lebih protektif dari biasanya dengan hal-hal sepele. Seperti ketika ia tak sengaja menjatuhkan sendok saat makan. Justin akan langsung memasang wajah panik dan khawatir lalu bertanya apa yang sakit. Padahal Nay hanya tak sengaja menjatuhkan sendoknya. Atau saat Nay mengalami morning sick, biasanya Justin akan memarahi orang-orang yang membuat makan untuk Nay. Joana sadar saat ia mengatakan pada Justin bahwa jika sekali lagi Nay pendarahan, bayi mereka tidak mungkin bisa bertahan adalah setengah kesalahan karena ia dipaksa Justin untuk ikut tinggal di mansion Darken Rufs dan mengawasi Nay hampir 24 jam. Sikap possessive Justin pada Nay juga membuat Joana mual. Ia tak tahu Justin bisa berubah sebanyak ini karena hampir kehilangan Nay. Tidak hanya Joana yang terkena imbasnya karena Nay juga sering berulah. Semua penghuni mansion pernah merasakan imbas dari kehamilan Nay. Misalnya saja saat tengah malam Nay terbangun dan menyuruh Justin membangunkan semua teman-temannya. Semua orang di mansion berkumpul di ruang tengah dengan raut bingung dan siaga karena dibangunkan di tengah tidur nyenyak mereka. Lalu saat semuanya sudah berkumpul, Nay mengatakan ingin bermain kartu dengan mereka. Tentu saja hal itu mengundang tawa bagi sebagian orang di mansion tapi tidak sedikit yang geleng-geleng kepala mendengar permintaan ajaib nyonya besarnya. Selalu saja ada tingkah aneh Nay setiap harinya dan membuat orang-orang di mansion harus ekstra sabar. Kelakuan Nay meyakinkan semua orang jika yang ia kandung benar-benar anak Justin karena Nay sama sekali tak bisa didebat jika sudah menyatakan keinginannya. Bahkan Justin sekalipun tak mampu menolak permintaan aneh Nay. Akhirnya malam itu mereka bermain kartu di tengah rasa kantuk dan Justin mengisyaratkan pada semua orang untuk mengalah pada Nay karena Nay akan berteriak kesal jika kalah dalam permainan. Itu pertama kalinya Nay bermain kartu dan ia selalu ingin menang. Sesekali ia memang pernah melihat penghuni mansion terutama teman-teman Justin bermain kertas kaku itu, tapi ia baru paham permainannya hari itu. Belum sampai cahaya matahari menyentuh tempatnya, Nay sudah bangun dan berjalan ke dapur untuk menemui para pelayan mansion. "Hai!" sapa Nay ceria pada 2 orang pelayan yang baru saja menyiapkan bahan untuk sarapan mereka pagi ini. "Nyonya," balas mereka sopan dengan senyum ramah. "Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satunya. "Panggilkan semua pelayan. Aku ingin makan bersama dengan teman-teman Justin hari ini. Jadi kalian harus memasak yang spesial," ucap Nay seraya berjalan ke arah kulkas untuk melihat apa saja yang bisa mereka siapkan pagi ini. "Baik, Nyonya." "Nayna," panggil Justin yang masih tampak mengantuk dari ambang pintu. Nay menoleh dan menghampiri Justin. Dengan sendirinya Nay mengalungkan lengannya di leher Justin kemudian memberikan kecupan-kecupan kecil di bibir Justin. Justin terkekeh dan menguasai pinggang Nay agar tak jatuh karena wanita itu berjinjit. "Selamat pagi," ucap Nay riang. "Pagi," balas Justin sembari mengecup bibir Nay. "Apa yang kamu lakukan di dapur sepagi ini?" "Aku ingin sarapan dengan teman-temanmu. Boleh, ya?" "Tentu saja. Tinggal sebut namanya dan aku akan menyeret mereka ke meja makan untukmu, Nay." Nay tertawa kecil. "Geser, Justin. Kita menghalangi pintu," ucap Nay sembari melirik beberapa pelayan di belakang Justin yang ingin masuk dapur tapi tak berani menginterupsi kegiatan Justin dan Nay. Justin menoleh sekilas dan ia mengendikkan bahunya tak peduli. "Ini dapurku," jawabnya enteng. "Dasar!" Nay memukul d**a Justin dan sedikit mendorongnya agar mereka menyingkir dari pintu. Justin mundur ke samping masih dengan Nay di rengkuhannya dan membiarkan pelayan-pelayan itu melakukan tugasnya. "Permisi, Tuan," ucap mereka tak enak. Justin tak menjawab, ia hanya fokus menatap Nay yang juga sedang menatapnya. "Sana mandi, aku akan menyeret anak-anak nakal kita ke meja makan." Tawa merdu Nay terdengar dan Justin ikut tertawa. "Baiklah, tapi jangan menyentil telinga mereka." Justin mengangkat dua jarinya. "Janji." Setelah mengecup pipi Justin, Nay segera berlalu ke kamar mereka. *** Ruang makan Darken Rufs terasa hangat sejak kedatangan Nay di mansion ini. Nay sangat senang mengajak orang-orang di mansion makan bersama di ruang makan daripada makan di luar, di kamar atau di sembarang tempat di dalam mansion itu. "Mana Rafe?" tanya Nay yang baru selesai mengabsen manusia-manusia di meja makan tapi tak menemukan Rafe di sana. "Rafe sedang keluar," jawab Justin yang berada di sebelah Nay. "Telepon dia." Justin menghela napasnya. "Dia ada urusan, Nay. Di sini sudah banyak orang. Ada Tirta, Vero, Lucky, Joana dan Mario juga aku. Masih kurang?" Nay cemberut dengan tangan terlipat di atas meja. "Pokoknya aku mau Rafe juga ada di sini!" Tirta terkekeh dan Justin langsung menatapnya dengan tajam. "Nay, Justin masih sangat cemburu jika Rafe menatapmu meski tatapannya biasa saja. Jadi lebih baik kau jaga jarak dengan Rafe," pesan Tirta tak mengindahkan tatapan mematikan dari Justin. "Tutup mulutmu, Tirta!" ancam Justin. Nay menatap Justin. "Kamu cemburu?" "Tidak!" "Dia bilang tidak," ucap Nay pada Tirta dan itu mengundang tawa dari yang lain, semuanya kecuali Nay dan Justin. "Apa yang lucu?" tanya Nay tak mengerti apa yang mereka tertawakan. Joana menggelengkan kepalanya pelan. Semua orang tahu jika Justin cemburu pada Rafe bahkan hanya dengan Nay menyebut nama Rafe, tapi Nay tak sadar akan hal itu dan masih percaya saat Justin mengatakan tidak cemburu. "Rafe sedang sibuk, Nayna." Akhirnya Lucky menengahi karena tak lagi sanggup menahan tawa karena ekspresi cemburu dan kesal Justin. "Dia sangat sibuk," tambah Justin. "Ya pilih saja ingin menghubungi Gio yang sedang ada di New York atau Rafe!" ucap Nay keras kepala. Justin memijit pelipisnya pelan. Ia mulai pening menghadapi wanita yang sedang mengandung buah hatinya itu. Akhirnya Justin mengisyaratkan pada Lucky untuk menghubungi Rafe. Mereka menunggu 15 menit sampai Rafe bisa bergabung di meja makan. "Dari mana, Rafe?" tanya Nay pada pria yang baru saja duduk itu. Rafe melirik Justin yang sama sekali tak menatapnya. "Ada urusan di luar." Nay mengangguk saja dan mempersilakan semuanya mulai makan. Suasana makan tampak hangat dengan sesekali candaan yang terlontar di antara mereka. Bahkan Justin sudah melupakan rasa kesalnya terhadap Rafe karena Nay makan dengan lahap. "Vero," panggil Nay tiba-tiba dan alarm berbahaya di kepala Vero berbunyi. Orang-orang di meja makan tampak menunggu apa yang ingin Nay katakan. "Vero, suapi Tirta." "Uhuk!" Tirta tersedak salivanya sendiri dan ia segera meraih air di dalam gelas. "Huh?" Vero tampak tak paham dengan ucapan Nay baru saja. "Aku ingin kamu menyuapi Tirta," ulang Nay dengan cengiran lebar. Justin, Joana dan Lucky juga Mario menahan tawanya sedangkan Tirta dan Vero saling pandang ngeri. "Yang lain, oke?" tanya Vero bernegosiasi. Nay tampak kecewa dengan bibir yang terlipat ke dalam. "Justin...," rengek Nay pelan. "Ini permintaan bayi kita," ujarnya dengan menatap Justin penuh harap. Justin tersenyum dan mengusap kepala Nay. "Tentu saja mereka akan dengan senang hati melakukannya." Justin mengisyaratkan pada Vero dan Tirta untuk melakukan permintaan Nay tanpa protes lagi. "Bukankah Justin yang menghamili Nayna? Kenapa kita yang ikut repot?" tanya Vero berbisik pelan pada Tirta di sebelahnya. Tirta hanya menggeleng pelan. Momen Vero menyuapi Tirta ternyata diabadikan oleh Lucky dengan ponsel pintarnya. Mereka tertawa saat Vero dan Tirta terkejut dengan flash yang sengaja dinyalakan. Nay ikut tertawa sampai memukul pelan meja makan. Ponsel Justin yang berdering di meja makan membuat tawa mereka terhenti. Justin meraihnya dan melihat siapa yang menghubunginya. Pria itu menoleh pada Nay dan mengusap puncak kepalanya. "Aku angkat telepon dulu." Nay mengangguk mengerti karena ia yakin itu penting. Saat Nay kembali menatap Tirta, Tirta langsung panik di tempatnya. Alarm berbahaya di kepalanya berbunyi lebih nyaring dari milik Vero tadi. "Aku ingin menyuapimu, Tirta," pinta Nay dengan senyum lebar. "Kau bercanda, kan?" tanya Tirta memastikan. "Bayiku ingin menyuapimu." "Tidak, Nay. Itu berbahaya," ucap Tirta dengan senyum bodoh untuk meyakinkan Nay. Mata Nay memicing mendengar ucapan Tirta. "Aku menyuapimu dengan sendok, bukan pisau. Kenapa berbahaya?" Gelak tawa kembali memenuhi ruangan itu hingga suasana semakin hangat. "Kalau kau menyuapiku dan Justin tahu, dia bisa membunuhku!" jelas Tirta frustrasi dan berusaha memberi pengertian pada Nay. "Berarti aku harus pergi," ucap Lucky tiba-tiba. "Ke mana?" tanya Tirta. "Menyiapkan pemakamanmu. Hahaha!" "Sial!" Semua orang tertawa mendengar ucapan mereka, tak terkecuali Rafe yang sedari tadi lebih kalem. "Senang sekali," ucap Justin yang sudah selesai dengan urusannya dan kembali bergabung dengan mereka. Tirta hanya berharap Nay tiba-tiba lupa akan keinginannya tadi atau ia bisa dipenggal oleh Justin setelah Nay menyuapinya nanti. "Tirta dan Lucky lucu," ucap Nay seraya tertawa kecil. "Padahal candaan mereka receh," hina Justin tak acuh. "Daripada kamu sama sekali tidak bisa bercanda," balas Nay dan menghadirkan tawa menggelegar dari yang lainnya. Yuhuuuu akhirnya published!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD