SKA 14

3766 Words
Hari sini sudah berganti dengan minggu, tepat hari ini juga sekolah Bhizar25 akan mengadakan camping di area Bogor yang sudah sering kali menjadi tempat camping untuk sekolah manapun dikarenakan tempat yang luas dan asri dengan pohon yang menjulang tinggi. Alifa masih berada di rumahnya tepatnya di ruang keluarga. "Kak, sudah semua?" tanya Aning ketika melihat anak gadisnya duduk santai sambil memainkan handphonenya. Alifa menoleh ke arah sumber suara. "Sepertinya sudah semua Bu," balas Alifa dengan senyuman, Aning kini duduk tepat di samping anak gadisnya tersebut. Kean berlari menghampiri keberadaan kedua wanita tersebut. "Kakak mau kemana? Aku ikut ya," kata Kean ketika melihat tas ransel yang penuh dan satu kantong penuh dengan jajanan. "Kakak kan mau sekolah De," balas Aning. Kean jelas mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kok bawa ciki banyak," kata Kean, sambil menunjuk kantong yang berisi jajanan. "Iya takut aku laper nanti," ujar Alifa sambil mengacak-ngacak pelan rambut sang adik bontotnya, setelahnya ia memeluk lalu menciumnya dengan gemas. "Nanti pas Kakak pulang sekolah kita main game ke mall ya," kata Alifa membuat Kean kini beralih ke arah gadis tersebut dengan sorot mata yang membinar. "Benar ya Kak?" tanya Kean, sedangkan Alifa hanya mengangguk. Tak lama kemudian Huda menghampiri keberadaan sang anak yang telah menunggunya di ruang keluarga. "Sekarang Kak?" tanya Huda yang membuat kedua wanita menoleh ke arah belakang. "Iya Yah," balas Alifa dengan senyuman. Huda sudah balik seminggu yang lalu dari pekerjaan di luar kota, ia juga membawakan beberapa oleh-oleh untuk keluarga kecilnya, dan tentunya mainan untuk anak bontotnya yang sering kali menelepom atau video call untuk menanyakan mainan yang di janjikan. Alifa beranjak berdiri lalu memakai tas ranselnya dan menenteng kantong yang berisi cemilannya. "Ayuk Yah," ujar Alifa. "Kamu hati-hati Kak, kabarin setiap menit ya, dan jangan ngomong sembarangan, jaga sopan santunnya di alam," ucap Aning menasehati, gadis tersebut terdiam sejenak menatap sang Ibu lalu ia tersenyum manis lalu menjawab, "Siap laksanakan Ibu Bos." Sambil beri hormat yang membuat Aning terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Kakak salim," kata Kean membuat Alifa kini beralih kepada adik bontotnya, lalu memberikan punggung tangannya untuk dicium Kean. "Jangan nakal ya bocil, kalau bakal enggak aku aja main game," kata Alifa membuat Kean menyengir lalu mengangguk dengan mantap. Huda merangkul anak gadisnya dengan tulus, mereka berdua melangkah keluar rumah menuju mobil yang telah dipanasi dan disiapkan oleh Huda tadi, Aning dan Kean mengantarkan hingga Alifa memasuki mobil. Lambaian tangan mengiringi kepergian Alifa dengan Huda. Pria paruh baya tersebut melajukan mobilnya keluar dari perkarangan rumahnya, gadis tersebut menyetel lagu untuk menemani perjalanan menuju sekolahnya. "Emang enggak boleh Kak Ayah antar langsung ke lokasinya?" tanya Huda. "Ya enggak atuh Yah, kan ini camping sekolahan jadi harus berangkat bareng-bareng naik bis," jelas Alifa sambil tersenyum, Huda hanya menghela nafasnya seolah kecewa, "tenang saja Yah, Kakak bakal ngabarin setiap saat kok," lanjut Alifa ketika melihat sang ayah sepertinya khawatir. Huda menoleh ke anak gadisnya lalu mengelus pelan pucuk rambut sang anak dengan sedikit senyum dibibirnya. "Berapa hari Kak campingnya?" tanya Huda. "Kurang lebih 3 hari Yah," jawab Alifa. "Lama banget, enggak bisa sehari aja apa," ujar Huda membuat Alifa terkekeh sejenak mendengarnya. "Emang jalan-jalan ke mall sehari doang," bals Alifa yang membuat Huda tertawa pelan lalu kembali fokus menyetir mobilnya. 25 menit kemudian, mobil Huda memasuki area sekolahan dengan parkiran yang luas dan sudah terdapat beberapa bis yang terparkir di depan sekolahannya tadi. Alifa keluar ketika sang Ayah sudah memarkirkan mobilnya. "Alifa!" Suara teriakan yang lantang membuat Alifa mencari sumber suara tersebut, lambaian tangan membuat Alifa tersenyum lalu membalasnya. Yaps, itu Hani sahabatnya. Hani berjalan menghampiri Alifa. "Halo Om," sapa Hani kepada Huda, pria paruh baya tersebut hanya mengulumkan senyumnya tipis lalu berdiri tepat di samping anak gadisnya. "Kamu sudah dari tadi Han?" tanya Huda. "Iya Om, Papah nganterin kecepatan," balas Hani membuat Huda hanya mengangguk pelan. "Sorry ya," kata Alifa dengan senyuman. Hani mengerutkan keningnya lalu berkata, "Sorry kenapa, santai saja kali." Mereka mengobrol sebentar hingga dimana satu sosok cowok menghampiri keberadaan mereka bertiga, Alifa yang melihat sedikit terkejut begitu juga dengan Hani, sedangkan Huda hanya mengerutkan kening menatap lurus ke laki-laki yang kini menyapanya, "Hai Om, saya Eron temannya Alifa." Huda memberikan tangannya untuk berjabat tangan, namun tanpa disangka Eron malah mengecup punggung tangannya dengan sopan. "Saya Huda, ayahnya Alifa," balas Huda dengan hangat, Eron tersenyum tipis membuat Alifa mengernyitkan dahinya seolah tak memahami arti senyum tersebut. "Yasudah Kak, Ayah pulang ya. Kalian hati-hati ya, jangan lupa berdoa," kata Huda. Hani menjawab, "Siap Om." Huda tersenyum tipis mendengar jawaban dari sahabat anaknya tersebut. "Ayah hati-hati ya," kata Alifa sambil mengecup punggung tangan Huda. Eron menimbrung, "Om hati-hati dijalan, tenang saja Alifa akan saya jagain selama di camping nanti." Sambil mengecup punggung tangan ayah Alifa, pria paruh baya tersebut jelas mengerutkan keningnya mendengar perkataan laki-laki yang tersenyum sopan ke arahnya. "Baik, saya percayakan anak saya sama kamu," kata Huda yang membuat kedua gadis tersebut jelas mengerutkan keningnya bingung dan saling menatap. Eron menjawab, "Siap laksanakan Om. Terimakasig sudah mempercayai saya." Huda tersenyum tipis lalu menepuk bahu Eron sebelum melangkah masuk ke dalam mobil dan melajukan keluar dari halaman sekolah sang anak. Alifa yang tadinya tersenyum kini menatap datar ke arah Eron yang masih melambaikan tangan ke arah mobil ayahnya. "Lu ngapain si ngomong gitu," kata Alifa dengan ketus. Eron menoleh ke arah gadis yang matanya seolah ingin keluar, ia tersenyum manis lalu menurunkan lambaian tangannya. "Loh emang enggak boleh bilang gitu ke calon mertua," kata Eron membaut Hani yang kini seraya mengusap telingannya. "Apa? Calon mertua? Lu berdua udah sampai mana si anjrit," cetus Hani membuat Alifa yang mendengar menoleh ke arah sang sahabat sambip memutar bola matanya dengan jengah. "Dia tuh yang ngada-ngada. Halunya ketinggian," kata Alifa dengan pedas. "Anak-anal, ayuk kumpul semuanya!" Seruan dari speaker membuat mereka menoleh ke arah sumber suara tersebut, Alifa melangkah terlebih dahulu meninggalkan Eron dan Hani yang masih terdiam. "Alifa! Tungguin," kata Hani ketika melihat sang sahabat sudah melangkah terlebih dahulu. Eron yang emlihat hanya mengulumkan senyumnya tipis sambil bergumam, "Seenggaknya cinta pertamanya udah ngasih gue kepercayaan." Eron tidak menyadari jika nanti ia menyakiti Alifa, cinta pertamanya lah yang akan terlebih dahulu memangkas habis dirinya. "Ron, ayuk kesana," kata Kiky membuat Eron tersenyum lalu manggut-manggut. "Kayanya senang banget habis salaman sama calon mertua," kata Aldy. Tian menimbrung, "Calon mertua banget enggak tuh. Udah dikasih lampu hijau emang?" Eron sontak menoleh ke arag Tian dengan senyum simpulnya yang membuat ketiga sahabatnya jelas mengerutkan keningnya. "Belum tahu si, cuman udah dikasih kepercayaan buat ngejagain," kata Eron dengan bangganya. "Anjaay banget enggak tuh, udah dikasih kepercayaan aja," kata Tian. "Wah kudu selamatan enggak nih kita," ujar Aldy. Kiky menyela, "Harus traktir steak si ini mah buat ngerayainnya." "Tenang, tenang, habis camping kita makan-makan," ucap Eron membuat ketiga sahabatnya manggut-manggut sambil terkekeh mendengarnya. "Tapi hati-hati tuh, jangan sampai nyakitiin kayanya bokapnya Alifa friendly tapi galak," kata Tian. Kiky menyela, "Ayah itu cinta pertama anak perempuan jadi kalau anaknya di sakitin ya di pastiin berakhir kerumah sakit paling minimnya." Ketiga orang tersebut sontak menoleh ke arah Kiky dengan raut wajah terkejutnya, Kiky yang melihat hanya menghendikkan bahunya. "Kata-kata lu nakutin anjrot," kata Aldy. "Kemungkinan seperti itukan," balas Kiky. Eron menyeringai lalu berkata, "Enggak semua Ayah menjadi cinta pertama anak perempuannya, ada juga yang menjadi luka pertama anak perempuannya atau malah luka disemua anaknya." Ketiga orang tersebut tertegun sejenak, mereka membisu saling menatap satu sama lain, mereka bertiga sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Eron. "Udah, udah tuh kita ditungguin," ujar Tian lalu merangkul Eron dan melangkah bersama menuju para siswa-siswi yang sudah berbaris rapih "Kalian bertiga, cepat ke barisan kelasnya!" seru seorang guru yang dikatakan sebagai panitia camping. Eron dkk melangkah bersama dan masuk ke dalam barisan, hingga pengarahan di mulai pembagian bisa dan tempat duduknya juga di mulai. "Silahkan kalian masuk kedalam bis masing-masing dengan tertib," kata guru tersebut. Kini semua siswa-siswi berhamburan membubarkan barisan menuju bis yang sudah terparkir di depan sekolah. "Kita duduk dibangku mana ini," kata Hani. "Ya dibangku bis lah Han," kata Alifa membuat Hani melongo mendengar jawabannya. "Iya si benar, maksutnya di barisan mana," ujar Hani membuat Alifa terkekeh pelan. Mereka berdua melangkahkan kakinya masuk ke dalam bis dan mereka memilih bangku baris ke tiga dari belakang, alasannya simpel karena dekat dengan kamar mandi bis tersebut. "Gue dekat kaca ya," kata Alifa membuat Hani hanya manggut-manggut lalu menjawab, "Silahkan tuan putri. "Terimakasih babuu," balas Alifa sambil berlaga ala putri menunduk, Hani yang mendengar hanya melotot tidak percaya. "Sikamperet, ya enggak babuu juga dong," kata Hani. Alifa mendaratkan tubuhnya di kursi tepat di pojok, ia meletakkan tasnya di bawah kakinya. Tak lama kemudian segerombolan most wanted menaiki bis membuat sedikit heboh, karena mereka sebis dengan kelasnya keempat cowok tersebut. "Han, gue duduk disini dong," kata Eron tiba-tiba membuat Hani terkejut lalu menoleh ke arah Alifa sambil menyenggol lengan sahabatnya. "Apaan si Han," kata Alifa dengan raut wajah terkejut ketika melihat laki-laki yang sering membuatnya emosi berdiri di sampingnya. "Ngapain lu di sini?" tanya Alifa dengan ketus, ia melepas satu airpodsnya. "Ya inikan nomor bis gue juga," jawab Eron. Alifa memutar bola matanya jengah lalu menjawab, "Iya gue tahu tapi ngapain berdiri disitu." "Gue mau duduk disini," balas Eron membuat Alifa mengerutkan keningnya. "Lu enggak lihat gue sama Hani udah duduk, buta mata lu? Periksa sana," kata Alifa dengan ketus membuat Eron yang mendengar hanya mengulumkan senyum tipisnya menatap lekat ke arah gadis tersebut yang sudah jengah kepadanya. "Han, lu duduk sama Kiky ya," kata Eron membuat Hani menunjuk dirinya membuat Eron mengangguk dengan senyuman. Kiky membisik, "Lah gue yang jadi tumbal." Tian dan Aldy yang mendengar sontak tertawa pelan. "Sabar bro," kata Aldy. Tian menimbrung, "Sudah takdir." Lalu tertawa setelahnya membuat Kiky menghela nafasnya lalu duduk di belakang kursi Alifa. Gadis tersebut menoleh ke arah Hani seolah mengancam dengan tatapan tajam, Hani menyengir sambil bersiap untuk pindah ke dari bangku tersebut. "Han, enggak ya!" seru Alifa. "Lif, kali ini aja. Kapan lagi gue duduk sama Kiky anjrit," bisik Hani dengan raut wajah memohon, Alifa yang melihat sontak langsung mengalihkan pandangannya dibanding ia harus berkata kasar. "Makasih ya Han," kata Eron membuat Hani mengangguk dengan senyuman tipis sambil melangkah untuk duduk di kursi belakang. Hani tersenyum tipis, sedangkan Kiky juga ikut tersenyum manis. "Lu mau duduk di pojok?" tanya Kiky. Hani bertanya, "Boleh?" Kiky lantas mengangguk dan beranjak berdiri untuk mempersilahkan Hani untuk duduk di bangku denkat kaca sedangkan ia di pinggir. Tian dan Aldy yang melihat sontak bersorak cie-cie. "Kayanya bakal ada yang cinlok nih," kata Aldy sambil menaikkan kedua alisnya. "Waduh kayanya 2 sahabat kita bakal jadi bucin nich," ujar Tian sambil tertawa. "Mulut lu berdua lama-lama gue lem tembak nih," kata Kiky dengan sorot mata yang jengah mendengar ocehan sahabatnya. Eron kini duduk di samping Alifa yang kembali memasang airpods ditelinganya, tanpa ijin laki-laki tersebut msngambil airpods Alifa dan memasangkan ditelinganya. "Apaan si Ron! Enggak sopan banget asli lu!" seru Alifa dengan lantang membuat mereka yang mendengar jelas menoleh ke arah sumber suara, dan mereka jelas terkejut ketika mengetahui bahwa Eron duduk bersama Alifa. "Ssstt." Alifa hanya menahan amarahnya, ia tidak mau memperpanjang terlebih menjadi pusat perhatian. Gadis tersebut mengalihkan pandangannya melihat jalanan ketika bis melaju perlahan meninggalkan halaman sekolah Bhizar25. "Alifa, ada cemilan enggak?" tanya Eron namun gadis tersebut terdiam saja tidak menggubris. "Alifa." "Alifa." Eron berkali memanggul gadis disampingnya yang ia ketahui gadis tersebut pasti mendengarnya namun tidak mau menggubrisnya, hingga kesabaran dan telinga Alifa sudah peng-ngang gara-gara panggilan yang berulang kali. "Kenapa?" tanya Alifa dengan ketus. "Gitu dong, dari tadi enggak di sahut-sahutin," kata Eron. "Lu berisik," balas Alifa membuat Eron membentuk senyum manis ke arahnya. "Bawa cemilan enggak, minta dong," ujar Eron membuat Alifa sontak memutar bola matanya dengan jengah. Alifa menyela, "Lu minta aja sana sama teman-teman lu." Eron melihat ke arah bawan kaki gadis tersebut. "Enakan punya lu kayanya," ujar Eron dengan cengiran kuda. Gadis tersebut menghela nafasnya lalu mengambil satu ciki dan ia berikan kepada Eron tanpa menoleh ke arah laki-laki tersebut membuat Eron tersenyum manis melihatnya. "Makasih ya calon pacar," kata Eron. "Diam, dan jangan rewel," kata Alifa tanpa menoleh ke arah laki-laki tersebut. Eron hanya mengulumkan senyum tipis di bibirnya sambil mengangguk, laki-laki tersebut kini membuka ciki yang baru saja diberikan kepada Alifa. Kedua sahabat Eron yang duduk di bangku samping sejajar dengannya. "Ron, bagi apa cikinya," kata Aldy. Tian menyela, "Iya sini Ron, operlah lu." Eron yang sedang nyemili ciki tersebut sontak hanya menatap sahabatnya seraya meledek. "Enak aja lu, dari calon pacar gue nih, enggak boleh ada yang makan selain gue," kata Eron. "Lif, Eron pelit banget tuh," kata Aldy sedikit lantang. Alifa menyahut, "Kasih Ron! Lu udah di kasih pelit sama orang lagi." Eron yang mendengar jelas terdiam, sedangkan kedua sahabatnya tertawa pelab membuat Eron kini menoleh ke arah Tian dan Aldy dengan sorot mata yang tajam. "Mampuy lu, makanya jangan pelit," kata Tian. "Siyalan, awas lu berdua!" seru Eron berbisik. "Kasih Ron," kata Alifa sekali lagi, Eron menghela nafasnya lalu memberikan kepada kedua sahabatnya yang kini menaikkan kedua alisnya, laki-laki tersebut jelas menatap kesal kepada kedua sahabatnya. "PAK! ERON MAU NYANYI KATANYA!" seru Kiky tiba-tiba membuat Eron yang mendengar menoleh ke arah sumber suara. "Diam duduk dibelakang, bergerak menjadi kompor," kata Tian. Aldy menyela, "Dendam tersumbat karena dijadiin tumbal." Mereka berdua lalu tertawa sedangkan Kiky hanya menaikkan kedua alisnya. Semua yang berada di sana berseru untuk membuat Eron bernyanyi. "Kiky nyari masalah aja lu ah," cetus Eron. "Ayuk Eron, silahkan bernyanyi. Hibur teman-teman kamu," kata guru yang berada di bangku depan. "Pak say–" Alifa menyela, "Sana nyanyi." Eron yang mendengar gadis tersebut langsung menoleh ke arah gadis tersebut, ia tersenyum tipis walau tahu Alifa berkata tanpa menoleh ke arahnya. "Oke Pak! Tapi saya mau nyanyi pakai gitar aja," kata Eron yang kini beranjak berdiri membuat Alifa melirik melalui ekor matanya. Laki-laki tersebut mengambil gitar yang dibawa oleh Kiky karena memang sudah di janjikan. "Ky minjem ya," kata Eron membuat Kiky hanya manggut-manggut dengan senyuman. Eron melangkah kembali ke arah bangkunya, namun ia berdiri dan bersandar di bangku Tian dan Aldy. "Gue nyanyi, lu pada juga harus nyanyi," kata Eron membuat ketiga sahabatnya bersorak, "Lanjut boskuh." Laki-laki tersebut mulai memetikkan gitarnya membuat semua yang berada di bis mulai mengikuti petikan gitar tersebut. Eron mulai menyanyikan lagu dengan sorot mata yang menatap terus ke arah gadis yang kini sepertinya mulai mendengarkan lagu yang di nyanyikan Eron dan penghuni bis. "Enak juga suaranya," batin Alifa sambil melepas aipods ditelinganya, gadis tersebut mulai mengikuti lagu yang dinyanyikan karena terasa asik. "Lif, lif nyanyo dong, duet sama Eron," kata Hani sambil menyolek sahabatnya. Alifa menyela, "Enggak ah, apaan si." "Lif, nyanyi dong," kata Aldy membuat gadis tersebut menoleh ke arah Aldy, Eron masih melanjutkan lagunya hingga di bagian Reff ia berhenti sambil menatap gadis tersebut. Eron berkata, "Alifa silahkan lanjutin." Gadis tersebut terkejut sambil menunjuk dirinya membuat Eron mengangguk dengan senyuman. "Udah lif lanjutin," kata Hani yang kini sudah berdiri dari bangkunya. "Gara-gara lu nih," kata Alifa membuat Hani menyengir kuda. "Lif nyanyi," ujar Tian. Gadis tersebut kini terdiam semuanya jelas menunggu suara dari Alifa hingga membuat guru-guru bekrata, "Kok diam si, lanjutin dong." Alifa menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan lagu yang di nyanyikan Eron. Semua terkejut karena suara bagus yang dimiliki gadis tersebut, terutama Eron yang kini tiada hentinya menatap Alifa sambil terus mengiringi gadis tersebut bernyanyi. Semua bersorak bahkan ikut untuk bernyanyi, dan tak jarang banyak yang memvideokan duet mereka tersebut walau Alifa bernyanyi sambil duduk. "Enggak nyangka suara Alifa bagus banget." "Mereka kalau duet cocok banget asli." "Alifa Eron yang nyanyi, kok gue yang baper." "Asli ini lagu bikin baper, dinyanyiin mereka berdua tbah baper guenya. Semua berbisik memuji atas duet mereka di bis saat itu, semua bertepuk tangan setelah Eron dan Alifa bernyayi di bait akhir dan petikan gitar yang pas untuk mengakhiri, semua bertepuk tangan membuat Alifa sebenarnya tersipu malu walau dengan raut wajah datarnya. "Wah, tadi ceweknya siapa yang nyanyi itu?" tanya Pak Diki memakai mic bis tersebut. "Alifa Pak." Semua serempak berteriak nama gadis tersebut. "Alifa suara kamu bagus sekali, Eron juga. Besok kalau ada lomba nyanyi kalian berdua harus ikut," ujar Pak Diki. Eron yang habis menaruh gitarnya Kiky kembali sontak menjawab, "Siap Pak!" Lalu kembali duduk di bangkunya. "Eh asal ngomong aja lu," cetus Alifa membuat laki-laki tersebut menyengir saja. 2 jam berlalu, mereka telah sampai di tempat camping mereka. Bis terparkir diparkiran, dan mereia semua serempak turun bersama dan berbaris sesuai perintah guru. "Baik semuanya, berhubung tidak bisa mencapai ke atas dan tidak mungkin juga, kita akan melanjutkan dengan berjalan kali sampai ke tempat camping, dan perlihatkan jalan kalian, terutama teman-teman kalian," ujar Pak Diki dengan lantang memakai speaker. "Mengerti semua?!" "Mengerti Pak." Semua siswa-siswi serempak membalas perkataan sang guru. Mereka berjalan mengikuti para guru dan pemandu camping tersebut. "Lif, lu masih marah ya gara-gara gue pindah tempat duduk," kata Hani ketika melihat sang sahabat sepertinya raut wajahnya tidak bersahabat kepadanya. Alifa tidak membalas, gadis tersebut hanya diam saja sambil melangkah dengan hati-hati. "Alifa," panggil Hani dengan merajuk. "Jangan marah dong," kata Hani. Alifa menyela, "Udah jalan yang benar, ini licin." Membuat Hani hanya mengerucutkan bibirnya, ia menggandeng tangan sahabatnya dan tidak di hempaskan membuat Hani tersenyum tipis. Mereka telah sampai di tempat landai, tempat camping di adakan. "Semua bisa istirahat di tenda masing-masing, kalian bisa memilih tenda dan berkelompok dengan siapa saja," kata Pak Diki membuat para siswa-siswi hanya manggut-manggut saja. "Lif, tenda yang itu saja tuh," kata Hani sambil menunjuk tenda berwarna biru dongker. Alifa menyela, "Itu kecil, cukup buat kita berdua doang." "Lah emang lu mau berapa orang?" tanya Hani membaut Alifa jelas terdiam atas perkataan sahabatnya, "lu mau ngajak orang lain lagi?" lanjut Hani bertanya. Alifa langsung menggelengkan kepalanya pelan sambil berkata, "Yasudah ayuk." Hani tersenyum lalu merangkul sahabatnya dan melangkah bersama menuju tenda biru dongker tersebut, raut wajah Hani benar-benar senang membuat Alifa yang melihat terkekeh sejenak. "Eits ini tenda gue." Alifa dan Hani yang melihat jelas saling menatap satu sama lain, gadis tersebut adalah Genanda dan tentunya dengan beberapa geng-nya. "Tapi inikan tendanya cuman muat berdua, sedangkan lu berlima," kata Hani. Genanda menyela, "Ya terserah gue dong." Hani hanya menatap kesal saja kepada Genanda yang tersenyum kemenangan. "Yasudah kita cari tenda yang masih kosong saja," kata Alifa, ia jelas malas berdebat dengan gadis dihadapannya, tujuan ia ikut camping ingin refeshing dengan alam bukan ribut dengan Genanda. Sedangkan di sisi lain, Eron yang kini sudah menemukan tenda yang cocok untuk mereka beremoat langsung memasuko barang-baramg kedalam tenda. "Ron, calon pacar lu noh kayanya di ganggu Genanda," kata Tian sambil merangkul, Eron yang mendengar jelas langsung menoleh ke arah Alifa. "Alifa!" teriak Eron membuat Tian yang berada di dekatnya jelas menutup kupingnya. "Bilang-bilang kalau mau teriak mah, astaga!" Tian sontak mengusap kupingnya yang peng-ngang. Alifa dan Hani sontak menoleh ke arah sumber suara teriakan tersebut, Genanda dkk juga ikut menoleh. "Eron," kata Genanda. "Ngapain di manggil lu?!" seru Genanda tidak terima sambil mendorong bahu Alifa dengan telunjuknya. Alifa menatap tidak suka terlebih Genanda mendorongnya dengan telunjuk. "Kok lu dorong? Kalau panas ya bilang," kata Alifa membuat Genanda terkejut, jelas ia terdiam. "Kenapa lu enggak suka gue dorong?" tanya Genanda. Alifa menyela, "Bukan enggak suka, tapi jari telunjuk lu enggak pantas buat nyentuh gue." Dengan sarkas, sorot matanya tidak pernah menunjukkan kalau dirinya takut. Eron menghampiri keberadaan Alifa dan Hani. "Kenapa ini?" tanya Eron membuat Genanda jelas salah tingkah. "Eh Eron, enggak kenapa-napa kok," kata Genanda dengan lembut membuat Alifa menatap jijik dan berdecit. "Cih." "Lu udah dapet tenda belum?" tanya Eron. Alifa menjawab, "Sudah. Tapi direbut sama tuh cewek." Laki-laki tersebut jelas menatap lurus ke arah Genanda yang terkejut karena jawaban to the point dari lawan bicaranya tadi. "Lu enggak ada kerjaan lain selain ngerebut milik orang lain Nan?" tanya Eron. Genanda jelas mengelak, "Enggak kok Ron, ini tendamya bagus jadi gue mau disini, gue juga mintanya baik-baik kok." "Enggak salah ngomong tuh bacot lu?" tanya Alifa dengan menyeringai, ia bukan tipe yang akan diam saja jika itu salah. Eron menoleh ke arah gadis tersebut yang sorot matanya yang menandakan ketidaksukaan dengan Genanda. "Apaan si Lif, kok lu ngomong gitu, kalau lu enggak mau ngasih yaudah tapi jangan gitu dong," kata Genanda dengan dramanya. Alifa yang mendengar jelas tertawa meremehkan, Eron hanya memperhatikan saja. "Loh loh kok jadi sok manis banget, drama banget ya anda mbak, caper? Emang yang dicaperin ngrespon?" tanya Alifa dengan sorot mata yang kini datar dan dingin. "Lif sudah, kita cari tenda yang lain aja," kata Hani sambil merangkul sahabatnya seolah menenangkan. Alifa menghela nafasnya lalu membalikkan badannya dan melangkah menjauh dari gerombolan orang tersebut, Eron sontak terdiam ketika ia ditinggal begitu saja. "Alifa! Tunggu," kata Eron. "Ron, mau kemana?" tanya Genanda dengan nada lembut. Eron menjawab, "Mau nyamperin calon pacar." Laki-laki tersebut lalu berlalu dari hadapan Genanda yang terdiam, ia mengepalkan tangannay, terlebih ketika melihat Eron yang sudah berjalan di samping Alifa. "Apa istimewanya tuh cewek si!" seru Genanda dengan kesal. Yuni berkata, "Kita kerjain aja nanti Nan." Genanda hanya meresepon dengan senyuman liciknya membuat keempat sahabatnya mengangguk mengerti. Alifa kini melangkah bersama Hani untuk mencari tenda yang kosong. "Lif, disebelah gue aja tuh ada tenda kosong," ucap Eron. "Lu bisa enggak si jangan ganggu atau ikutin gue, lu enggak lihat banyak macan lu yang ngincer gue," kata Alifa dengan tegas. Eron menyela, "Tapi macan gue kan lu." Sambil menyemgir kuda membuat Alifa hanya menatap jengah ke arah laki-laki tersebut. "Lif, udah disamping tenda Eron saja," kata Hani membuat Alifa menghentikan langkahnya. "Han, plis deh." Hani yang mendengarnya sontak terdi menunduk sambil mengerucutkan bibirnya. Pak Diki yang sedang berkeliling memastikan anak muridnya mendapatkan tenda dan kelompoknya. "Loh kalian masih disini? Sudah dapat tendanya belum?" tanya Pak Diki yang membuat mereka bertiga kini membalikkan badan ke arah sumber suara. "Eh Pak Diki," kata Hani dengan senyum manisnya. "Kalian sudah dapat tenda?" tanya Pak Diki sekali lagi. Eron menjawab, "Saya sudah Pak." "Alifa dan Hani sudah?" tanya Pak Diki membuat kedua gadis tersebut menggelengkan kepalanya pelan. Eron berkata, "Izin Pak, boleh tidak mereka disebelah tenda saya saja, kebetulan tenda sebelah saya belum ada yang nempatin." Pak Diki melihat ke arah tenda sebelah yang ditunjuk oleh Eron. "Boleh saja kalau mereka mau," kata Pak Diki yang menoleh ke arah kedua muridnya tersebut. "Lif, udah iyain aja," kata Hani berbisik. Alifa tersenyum tipis sambil mengangguk walau dengan terpaksa, sedangkan Eron tersenyum kemenangan. "Kalau gitu Bapak mau melihat yang lain dulu sudah dspat atau belum," kata Pak Diki. "Baik Pak, terimakasih atas kerja samanya," kata Eron membuat Alifa jelas menatap tajam ke arah laki-laki tersebut. "Licik dasar," cetus Alifa lalu melangkah meninggalkan Eron yang terdiam membisu, namun setelahnya ia tersenyum dengan bahagia melihat Alifa yang melangkah menuju tenda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD