BAB 5

1016 Words
Fajar mendorong pintu kaca membuat uap-uap dingin dari dalam perlahan keluar menyapu dirinya. Ia langsung saja mengarah ke mesin yang mana akan merekam secara terperinci absen hadirnya, lalu melangkahkan kakinya ke meja kerjanya. Fajar datang cukup pagi, sehingga masih belum banyak rekan kerjanya yang datang. Setelah meletakkan barang-barangnya ia berjalan menaiki tangga menuju ruangan yang memang setiap pagi dan sore hari wajib diperiksanya. Dengan tidak terlalu terburu-buru, Fajar berjalan melewati setiap anak tangga. Lumayan juga pagi-pagi menaiki belasan anak tangga. Setelah hampir 5 menit menaiki anak tangga, Fajar menghentikan langkahnya di ruangan yang bertuliskan khusus pegawai. Fajar mendorong perlahan, lalu memasukan kartu yang berguna sebagai kunci untuk membuka ruangan. Fajar masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya tercium aroma alkohol, meski tidak sekuat bau alkohol di rumah sakit namun bau alkohol di ruangan ini cukup tercium di indra penciuman. Ia langsung saja mengecek jadwal, lalu meletakkan beberapa alat kaca di keranjang berukuran sedang. Fajar mengisinya sesuai dengan pesanan yang ada di dalam kertas. Fajar menyusun setiap keranjang berdasarkan dengan urutan kertas yang dia pegang. Memang seperti itu peraturan di laboratorium, setiap akan diadakannya praktikum dan untuk meminjam peralatan maka harus mengisi kertas yang berisi data apa saja yang akan di pinjam ataupun diminta. Semua data tersebut paling tidak di serahkan satu hari sebelum praktikum di mulai. Dari luar fajar mendengar suara sesorang yang menekan kode pintu untuk membuka ruang pengurus labor. Fajar tidak terlalu heran, karena Fajar sudah dijelaskan jika hanya dosen dan pengurus labor yang memiliki kartu askes langsung ke ruang penyimpanan alat dan bahan, sedangkan mahasiswa harus memasukan kode untuk masuk ke ruang peminjaman alat dan bahan yang tentunya berada di luar ruangan penyimpanan. "Mau ambil bahan labor?" tanya Fajar tepat saat seseorang yang ia yakini mahasiswa menghentikan langkahnya di depan kaca yang membatasi antara ruang dirinya dan mahasiswa itu. Sebenarnya sistem ruangan ini seperti apotek, jadi dosen dari dalam dapat melihat siapa saja mahasiswa yang mengambil barang pinjaman dari balik kaca di dalam ruang penyimpanan. Namun dari luar mahasiswa tidak dapat melihat dengan jelas siapa dosen yang berada di dalam, selain karena kaca atas yang memang sengaja dibuat tidak terlihat dari luar juga karena dosen di wajibkan memakai masker sehingga jika terlihatpun tetap tidak seluruh wajahnya. "Iya Pak," jawab sosok laki-laki yang masih berdiri menunggu aba-aba selanjutnya. "Nama kamu siapa?" tanya Fajar lagi. "Naufal Pak, semester 7." Fajar hanya mengangguk-angguk dari balik kaca. "Bahan kamu ada di barisan terkiri, nanti jika sudah selesai di pakai langsung di bersihkan dan kalau ada bahan kimia silahkan dilakukan proses pembuangan limbah yang benar." "Baik Pak," jawab Naufal lalu mengambil keranjang yang sebelumnya suda diberi tahu oleh Fajar. "Saya permisi Pak," lanjut Naufal yang di jawab gumaman tak bersuara dari Fajar. Selain sebagai dosen baru, Fajar juga mendapatkan jabatan kepala laboratorium karena basicnya yang memang pada laboratorium. Bukan hanya itu saja, baru kemarin dia masuk ke dalam Fakultas MIPA Fajar langsung saja masuk ke deretan dosen muda di jurusan Biologi. Sebenarnya Fajar tidak terlalu mempermasalahkan julukannya itu, fokusnya adalah mengerjakan apa yang harus dan wajib dikerjakannya. Fajar sebenarnya tidak memiliki cita-cita sebagai dosen setelah menyelesaikan kuliahnya, hanya saja ia ingin mencoba mengeksplorasi ilmunya. Karena ia yakin, ilmu bisa di dapat dari mana saja. Tidak hanya dari satu tempat, mungkin juga di tempat lain. Sehingga akhirnya Fajar mencoba untuk menjadi dosen dan menjalani serangkaian tes dan akhirnya ia dinyatakan menjadi dosen tetap. Setelah Fajar menyelesaikan kegiatannya, ia keluar dari ruangan penyimpanan alat dan bahan. Ia melihat asisten labor yang baru saja datang lalu menyapanya, sedangkan Fajar ia melepaskan semua atribut yang tadi di gunakannya seperti masker dan jas labor. "Ini daftar pinjaman alat dan bahan, tolong kamu masukan ke dalam database." Fajar menyerahkan kertas-kertas yang tadi dipegangnya. "Baik Pak," jawab asisten labor tadi langsung menerima kertas-kertas yang diberikan oleh Fajar. Fajar langsung berjalan meninggalkan ruangan pengurus labor, lalu berjalan turun kembali ke ruang dosen. Hari ini ia harus menghadiri lagi rapat lanjutan mengenai pembelian alat-alat baru laboratorium di rektorat, setelah melihat jam tangan yang melingkari tangannya Fajar menarik napas lega. Ia masih memiliki waktu sekitar 2 jam untuk beristirahat, sebelum di sibukan dengan rapat. Fajar membawa tas ranselnya lalu berjalan menuju pintu, ia berniat untuk makan siang terlebih dahulu sebelum rapat yang pastinya akan memakan waktu. "Awwww!!!" Fajar menghentikan gerakannya membuka pintu saat ia mendengar ringisan dari balik pintu, beberapa saat kemudian pintu dibuka dari luar ia melihat seorang gadis tengah mengusap keningnya yang tadi mungkin terbentur pintu. "Kamu gak apa-apa?" tanya Fajar khawatir karena gadis di depannya ini masih meringis. "Eh, enggak apa-apa." Fajar tersentak saat tangannya ditepis saat ingin memeriksa gadis dihadapannya ini. Salsa merapikan rambut yang menutupi wajahnya, lalu ia melihat lelaki yang berada dihadapannya ini. "Loh, kamu yang waktu itu 'kan?" tanya Salsa saat melihat lelaki dihadapannya. "Ah, iya. Terima kasih ya untuk waktu itu," ucap Fajar sesaat setelah mengenali gadis dihadapannya ini. "Iya, sama-sama." Salsa terkejut melihat lelaki dihadapannya ini, ia kira ia sudah bekerja ternyata masih kuliah. Waktu itu, gayanya terlihat sedikit dewasa namun sekarang karena seperti anak kuliahan ia yakin jika pria dihadapannya ini masih kuliah. lagi pula, siapa yang akan mendatangi laboratorium jika bukan mahasiswa. Apalagi dihari sabtu, biasanya sangat jarang ada dosen yang datang. "Kamu kuliah di sini?" tanya Fajar pada Salma yang sedari tadi terdiam. "Ah, iya saya asisten praktikum. Udah semester akhir," ucap Salsa mencoba menjelaskan. Fajar terdiam sesaat, "bagus, apa ada yang terluka?" "Ah, gak ada. Saya duluan, soalnya mau cek barang pinjeman." Fajar mengangguk saat Salsa berjalan duluan melewatinya, memberikannya jarak dan pintu yang menghalangi mereka. Kemudian Fajar berjalan, menuju ruang dosen melanjutkan urusannya yang tadinya tertunda. Suatu kebetulan, sebenarnya Fajar hampir tertawa tadi saat gadis yang ia tahu namanya adalah Salsa ini mengiranya adalah mahasiswa. Sebenarnya, bukan hanya sekali ini. Saat di rumah sakit juga, banyak yang mengira Fajar adalah dokter magang melihat wajahnya yang terkesan awet muda. Selain menjadi dosen laboratorium, Fajar memang bekerja sebagai dokter anak di sebuah rumah sakit keluarga. Ia menjadi dosen bukan karena kekurangan uang, sangat bukan. Hanya ingin mencari pengalaman, alasannya menjadi dosen. Bukan hal aneh memang, usia 20-an adalah momen hal baik untuk mencoba banyak hal-hal baru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD