Aku melihat Leo makan malam dengan lahap sekali. Aku tahu, dia pasti merindukan masakanku, pasti bibi di sana cerita kalau aku yang selalu memasakkan untuknya. Aku memang tidak pernah bilang pada Leo kalau aku yang memasaknya. Dia tahunya bibi yang memasak, karena aku setelah masak memilih langsung keluar dari dapur, dan semua yang menata di meja makan adalah bibi. Aku terus memandangi wajah suamiku yang sudah satu minggu ini aku rindukan kehadirannya di rumah ini. Satu minggu dia tidur di rumah maduku, istri keduanya yang sangat Leo cintai. Aku sadar, aku hanya dianggap istrinya saja, bukan istri yang dicintai Leo. Tapi, aku juga berhak atas Leo, aku berhak mencintainya, meski dia tidak mencintaiku. “Kak, mau nambah?” tanyaku. “Boleh, sedikit saja,” jawabnya dengan masih mengunyah maka